Seorang teman mengeluh kepada saya "Duh, bocil jaman sekarang meresahkan". Yah, siapa yang tidak kesal jika pelanggan kita semena-mena. Ketika dia sedang menjaga toko, ada anak kecil yang membayar sambil melempar uangnya. Pembeli memang raja, namun bukan berarti penjual adalah pembantu yang diperlakukan seenaknya. Sungguh miris mendengarnya.
      Banyak dari kita tentu prihatin dengan moral anak zaman sekarang. Bukan hanya anak-anak saja, tapi ibu saya juga pernah dibuat geram oleh temannya sendiri yang kecanduan tiktik alias tiktok. Orang-orang menyebutnya dengan puber kedua. Kata amoral dan biadab telah mejarelala, yang lebih miris lagi adalah ketika tanggapannya "Halahh sudah biasa". Apa sebenarnya moral itu? Dari mana datangnya? Naluri alamiahkah? Atau dibuat dan dibentuk?
Konsep dasar perkembangan moral     Â
      Kehidupan manusia tidak akan bisa terlepas dari aturan. Aturan dibuat dan disepakati untuk menjadi pedoman bagi manusia dalam hidup bermasyarakat. Moral dapat dikatakan sebagai kemampuan yang dimiliki individu untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.Â
Moral adalah proses individu dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang tepat untuk hidup bermasyarakat agar sesuai dengan norma, aturan, hukum sosial dan budaya lingkungannya. Aturan atau budaya antara satu wilayah/kelompok dengan yang lain tentu berbeda. Oleh karena itu, sering kita temui bahwa hal yang menurut kita lumrah menjadi petaka di wilayah orang.
      Pada dasarnya, tiap individu telah memiliki keyakinan dalam dirinya untuk dapat membedakan tindakan mana yang benar dan salah yang disebut dengan perilaku moral. Salah satu tanda bahwa manusia memiliki moral adalah individu memiliki kemampuan untuk memahami dan mengikuti norma, aturan, ataupun etika yang berlaku di lingkungan sosialnya. Sehingga moral bukanlah bawaan lahir, tapi moral itu diajarkan, ditanamkan, dan dibentuk dalam diri anak.
Teori perkembangan moral menurut Piaget (Moral Reasoning/Penalaran Moral)Â
      Piaget mengemukakan bahwa pemikiran anak-anak itu didasarkan pada bagaimana tindakan tersebut dapat mempengaruhi mereka dan apa hasil dari tindakan tersebut (children's health). Anak-anak menganggap bahwa memecahkan 10 cangkir lebih buruk daripada memecahkan 1 cangkir. Oleh sebab itu, anak-anak kecil lebih mementingkan hasil daripada niat. Dan itu yang menjadi bawaan bagi banyak individu sampai dewasa.
- Tahap I (usia 1-2 tahun)
Pada tahap ini, anak masih belum memiliki kesadaran akan peraturan.
- Tahap II (usia 2-6 tahun)
Anak sudah memiliki kesadaran akan peraturan sehingga anak mulai menganggap bahwa peraturan itu bersifat mutlak, tidak dapat diubah dan tidak dapat diganggu gugat oleh apapun dan siapapun. Tahap ini disebut dengan tahap moralitas heteronom.
- Tahap III (usia 7-10 tahun)
Pada tahap ini, sifat heteronomi anak mulai bergeser pada sifat otonomi. Artinya anak mulai memiliki keinginan untuk memahami aturan dan mau mematuhi serta mengikuti aturan yang berlaku. Tahap ini disebut dengan tahap transisi.
- Tahap IV (usia 11-12 tahun)