“Tett..!” Bel berbunyi. Saya bergegas menuju station 1. Disana ada 20 soal PG sesuai tema SKPA. Alhamdulillah karena menyimak dengan baik isi materi hari pertama, saya mengerjakan dengan optimal. Walaupun ada tiga diantaranya yang saya tidak yakin benar atau salah pilihan jawabannya. Sepuluh menit selesai. Semua soal terisi. Aman!
“Tett..!” Saya beralih ke station 2. Disana ada sebuah resep. Apoteker diminta melakukan skrining resep. Saya mengerjakan bagian pertimbangan klinis terlebih dahulu, karena menurut saya itu bagian paling sulit. Di meja tersebut telah disediakan buku ISO. Sret sret.. bolpoint saya bergerak lincah memindahkan semua informasi mengenai obat tersebut dari buku ISO ke lembar jawaban. Setelah itu barulah saya menilai kelengkapan administrasi dan keseuaian farmasetis. Alhamdulillah 10 menit terlewati dengan baik. Lembar jawaban soal esay di Station 2 kedua selesai. Aman sodara!
“Tett..!” Saya berpindah ke station 3. Disini saya menghitung, membuat etiket dan membuat copy resep. Di bagian ini hanya dibutuhkan ketenangan. Ini soal paling mudah! Tapi kalo kondisi tegang, menulis etiket obat pun bisa salah. Ada teman yang cerita “Aduh lupa nulis nama pasiennya di etiket” ada juga yang lupa menulis keterangan sesudah atau sebelum makan. Memang kalau nervous jadi nge-blank euy, ilmu yang sudah melekat di kepala bisa terbang dalam sekejap. Alhamdulillah di station 3 saya menyelesaikan tugas dengan baik. Aman!
“Tett..!” Bel berbunyi. Saya pindah ke station 4. Saya membuat PMR (Patient Medical Record) sesuai dengan studi kasus resep yang ada kemudian mempertimbangkan seuatu masalah dikaitkan dengan perundang-undangan dan Kode Etik Kefarmasian. Nah walaupun kelihatannya mudah, namun diperlukan kecermatan dalam menjawab soal berkaitan dengan UU kesehatan. Alhamdulillah saya berhasil menyelesaikan station 4, walaupun tidak yakin 100% apakah alasan yang saya kemukakan itu tepat atau tidak sesuai perundang-undangan kesehatan. Yeah lupakan, lets move on to another station.
[caption id="attachment_319969" align="alignleft" width="300" caption="Sejawat Astiti Isanirani (BPOM) praktek KIE di station 5. Station ini bisa membuat kita grogi karena dinilai oleh asesor. *dok Diana Serlahwaty"]
“Tett..!” Bel berbunyi. Saya masuk ke station 5. Telah disediakan meja konseling untuk melayani pasien. Sebenarnya ini juga bagian termudah karena tinggal ngecap-ngecap aja bla bla bla menerangkan obat yang diberikan kepada pasien.Tapi emang yang bikin grogi di meja station 5 ada asesor yang menilai secara langsung bagaimana peserta melakukan konseling langsung dengan keluarga pasien. Alhamdulillah saya tenang banget melewati station 5, gak ada rasa deg degan. Sehingga saya bisa mengalir ngobrol dengan “pasien jadi-jadian” yang disediakan panitia SKPA. Saya sukses menjalankan KIE sesuai rancangan saya. Dalam waktu 10 menitsaya melakukan sesi perkenalan, penilaian, pelaksanaan, pengujian dan kesimpulan. Sip mantab! Aman sodara.. J
Selesai sudah. Saya keluar ruang ujian. Di luar ruang tunggu sambil ngopi dan ngeteh sempetin ngobrol sama temen-temen mengenai soal ujian tersebut. Haha, kami menertawakan beberapa kebodohan yang kami lakukan. Walaupun bisa ketawa, tapi sebenarnya sebagian besar teman sejawat dalam hatinya tegang, Duh lulus nggak ya..! Karena konon kabarnya sesi SKPA sebelumnya ada satu peserta yang tidak lulus. Ah, jadi ketularan galau. Saya sih yakin pasti lulus dengan nilai berapapun. Biarin yang penting lulus! Masalah nilai berapa gak penting itu. Saya menenangkan diri menghabiskan jatah juz tilawah saya di mushola Wisma PKBI.
Sambil menunggu para asesor dan korektor bekerja merekap nilai peserta, kami seluruh peserta mendengarkan materi dari Drs. Wahyudi Hidayat, M.Sc, Apt. Beliau ketua PD IAI DKI Jakarta selama 2 periode. Beliau menyampaikan tentang mekanisme Resertifikasi Kompetensi Apoteker. Hal yang menarik disampaikan beliau adalah ke depannya sejawat apoteker tidak perlu melakukan ujian kometensi seperti SKPA lagi jika sudah mengantongi 150 SKP selama 5 tahun sesuai ketentuan yang berlaku. Yess, Asyik! Pekerjaan Kefarmasian yang kita lakukan ada poin SKPnya. Aktifitas saya sebagai guru SMK Farmasi, pengabdian masyarakat yang saya lakukan, kegiatan menulis artikel kesehatan di media, keikutsertaan sebagai peserta/pembicara/moderator seminar kefarmasian juga bisa dijadikan poin SKP. Yang penting semua kegiatan farmasi yang dilakukan didokumentasikan dengan baik.
[caption id="attachment_319970" align="alignleft" width="300" caption="dari kika: Noffendri, S.Si, Apt (Sekjen PP IAI), Peserta terbaik #1 Ulvi (RS Siloam Semanggi), Peserta terbaik #2 (RS Siloam Kedoya), Peserta terbaik #3 (Saya sendiri plok-plok-plok), Dra. Renni Septini, MARS, Apt dan Drs. Wahyudi Hidayat, MSc, Apt (Sekretaris dan Ketua PD IAI DKI Jakarta) *dok Diana Serlahwaty"]
Saat yang dinantikan tiba, pengumuman hasil uji kompetensi. Surprise banget ketika panitia mengumumkan 3 terbaik dari seluruh peserta yang mengikuti, saya termasuk di antaranya. Wow! Nggak nyangka sama sekali “Alhamdulillah, Hore!!”, pekik saya dalam hati. Hadiah kemerdekaan terindah untuk saya. Orang pertama yang saya kabari adalah suami. Saya merasa dia yang paling berjasa dalam hal ini. Dukukangan dan ridhonya memperlancar ridho Alloh kepada saya. Sehingga segala kemudahan selama SKPA ini saya dapatkan. Walaupun hanya sedikit hal yang saya baca, tapi itu pas banget keluar semua. Yang tak kalah penting, rasa ketenangan selama menjalani ujian, kepasrahan tinggi hanya bersandar kepada Ilahi Rabbi.
Demikianlah pengalaman saya mengikuti SKPA. Puanjang ya! Kesimpulannya, jika teman-teman mengikuti ujian apapun pastikan doa dan pasrahkan kepada Alloh. Kemudian, mendapat ridho dari orang tua atau pasangan bagi yang sudah menikah. Kemudian tetap cool, calm and confidence. Hilangkan rasa galau, tidak usah nervous, karena ini hanya memperparah keadaan, yang tadinya nempel bisa ngeblank. Selain itu, tidak usah ngotot belajar semalaman, karena ini tidak akan ngefek sodara! Semakin kita menenggelamkan diri dalam tumpukan referensi pelajaran sebelum ujian, apalagi detik detik terakhir menjelang ujian, semakin membuat kita tidak PD. Kenapa, kok malah jadi tidak PD, karena semakin kita tahu banyak yang belum kita hafal, so makin nambah grogi.
Ini cerita saya. Semoga sukes ya buat semua!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H