“Kapan mau ngelola apotek lagi?” tanya suami saya.
Sudah 2 tahun ijazah apoteker saya nganggur sejak tutupnya Apotek yang saya kelola di Cinere tahun 2012 karena pemilik sarananya pindah ke Perancis. Sebenarnya sudah banyak tawaran untuk mengelola apotek lagi, tapi belum ada yang sreg di hati. Pemilihan lokasi menjadi pertimbangan penting. Jika jaraknya terlalu jauh dari rumah pastinya sulit bagi saya untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan TATAP (Tiada Apoteker Tiada Pelayanan). Ketiga anak yang masih kecil-kecil masih belum siap untuk menerima kenyataan ibunya harus bekerja fulltime. Sebenarnya ada juga yang menawarkan untuk jadi apoteker tekab (teken kabur) istilah yang sering dipakai untuk apoteker yang hanya namanya saja yang dipakai, tapi kehadiran dan pengelolaannya diserahkan kepada pemilik modal. Apoteker cukup datang sebulan sekali, tanda tangan surat laporan trus terima gaji dah! Enak loh, serasa punya 1 unit kontrakan! Pemasukan tetap dari menyewakanijazah. Semua pekerjaan dihandle oleh karyawan apotek, termasuk pekerjaan kefarmasian. Padahal dalam pelaksanaan pekerjaan kefarmasian merupakan wewenang penuh seorang apoteker sodara-sodara! Ah, rasanya saya belum siap jadi apoteker tekab, khawatir nggak berkah rizkinya, karena menyalahi sumpah apoteker.
“Kapan ijazahmu mau dipakai lagi? Sayang loh, kuliahnya susah apalagi dibiayai dari sponsor beasiswa. Carilah pekerjaan kefarmasian yang tidak terlalu menyita waktu, yang tidak membuatmu tua di jalan”, lanjut suami saya. “Sekarang ini kamu punya banyak waktu luang, karena Hisyam sudah mulai sekolah. Amanahmu di SMK Pelita Ilmu juga belum terlalu padat”, cerocos suami saya lagi.
“Aku belom punya sertifikat kompetensi Yah! Padahal sekarang semua apoteker wajib punya sertifikat kompetensi untuk melakukan pekerjaan kefarmasian”, jawab saya.
“Lah kenapa gak punya sertifikat kompetensi?”, tanya suami heran
“Males ikut ujian! Trus mahal pula. Padahal dah dari 2009 mulai diberlakukan sertifikasi kompetensi profesi apoteker (SKPA). Tapi aku gak pernah ikutan. Yah itu mahal!”, saya menjawab dengan sewot. Hihi padahal nggak mahal-mahal amat sih, cuman pelit aja, nggak mau modal.
“Ya udah, Ayah yang modalin deh. Gimana?” penawaran menarik dari suami.
“Serius nih, okeh!” sambut saya. Setelah itu saya mencari-cari informasi pelaksanaan SKPA terdekat. Ternyata dapat info-info kalau di tahun 2014 sudah tidak ada SKPA lagi. Yang ada adalah resertifikasi. Yaitu proses sertifikasi ulang dengan mengumpulkan sejumlah Satuan Kredit Profesi (SKP) bagi yang sudah memiliki sertifikat kompetensi. Waduh gawat! Saya kebat-kebit membayangkan jika SKPA benar-benar sudah tidak ada, nasib ijazah saya mungkin harus dimuseumkan, selamanya tidak bisa terpakai! Apa harus kuliah apoteker lagi hanya untuk mendapatkan sertifikat kompetensi. Oh tidak! Pikiran saya kacau maricau membayangkannya. Haha, lebay beud khawatirnya.
Tiba-tiba suatu hari dapat informasi di WA Grup Farmasi UI 99 jikalau ada pelaksanaan SKPA di Jakarta tanggal 16-17 Agustus 2014. Wah masih ada ternyata, Asyik! Ternyata karena masih banyak sejawat apoteker yang belum bisa memenuhi sejumlah SKP untuk resertifikasi, maka dilakukanlah SKPA. Saya langsung kabarin misua yang sudah menjanjikan mau jadi penyandang dana. Hihi dasar pelit, nggak mau modal sendiri. Eit, bukan pelit tapi hemat (hihi ngeles, masalah bahasa saja). Kalau bisa gratis kenapa harus bayar sendiri, haha!
Akhirnya saya pun mendaftar sebagai peserta SKPA yang akan dilaksanakan pada tanggal 16-17 Agustus 2014. Etdah, orang-orang pada sibuk tujuh belasan saya mah ujian bo! Saya ijin anak-anak karena mengambil hak waktu mereka bersama saya di hari libur. Alhamdulillah anak-anak mengerti dan si penyandang dana pun bersedia menjaga anak-anak, terutama menemani agenda jalan-jalan di hari sabtu dan lomba tujuh belasan di komplek.
Tanggal 15 Agustus 2014 saya mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian SKPA. Persiapan pertama belanja. Hah, kok belanja? Hehe, belanja kebutuhan logistic untuk keluarga di rumah selama saya tinggal. Setelah merasa isi kulkas aman barulah saya mempersiapkan diri sendiri. Sengaja nggak nanya temen-temen yang sudah pernah ujian, malu ah kalau ditanya kenapa hari gini baru ikut SKPA. Saya browsing internet mengenai gambaran pelaksanaan SKPA. Cari inspirasi penting ini! Kemudian saya mendownload materi tentang Hipertensi yang merupakan tema yang akan diujikan. Sebenarnya dapat banyak banget. Yang kalau mau didownload semua bisa berapa ratus halaman. Tapi saya memilih ini sebuah ringkasan tentang hipertensi dari Inhealth Gazatter yang menurut saya paling ringkas cuma 6 halaman, jadi nggak usah kebanyakan baca. Saya juga baca-baca lagi perundang-undangan yang merupakan dasar hukum mengenai pekerjaan kefarmasian. Saya blas nggak buka-buka referensi zaman kuliah. Kebanyakan baca ntar malah puyeng euy. Hihi, ketahuan malesnya!
Jreng-jreng … tanggal 16 Agustus 2014 pelaksanaan SKPA. Saya berangkat dari rumah jam 6 pagi. Tiba di Wisma PKBI tepat jam 7.30. Saya mengikuti SKPA bersama sejawat apoteker lulusan berbagai universitas, kalau tidak salah dari 29 kampus farmasi di tanah air. Mereka ini bukan hanya berdomisili dari Jakarta, tapi lengkap dari ujung ke ujung Indonesia. Dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua ada loh! Paling banyak ya dari Pulau Jawa.
[caption id="attachment_319963" align="alignleft" width="300" caption="keuntungan duduk di depan, bisa minta difotoin panitia. ciss bunciss! *dok pribadi"]
Setelah mendapat rundown acara dari panitia, saya mengetahui bahwa sesi pagi sampai siang adalah pelaksanaan seminar tentang hipertensi oleh para pakar. Bangku yang kosong di barisan kelima kebelakang. Saya duduk manis di kursi. Tapi setelah panitia mengatakan bahwa bangku terdepan silahkan diisi peserta. Maka saya langsung bergegas pindah ke meja terdepan. Banyak keuntungan menjadi yang terdepan diantaranya; untuk menghindari gangguan konsentrasi, tak ada batas antara pembicara dan saya, dan leluasa melihat slide proyektor.
[caption id="attachment_319964" align="alignleft" width="300" caption="dari kiri ke kanan: Drs. Wahyudi Hidayat, MSc, Apt (Ketua PD DKI Jakarta), dr. Djoko Wibisono, SpPD, FINASIM (Dokter RSPAD GAtot Subroto dan TDK RI), Drs. Adeng F. Hanafi, Apt (Moderator) *dok Diana Serlahwaty"]
Pembicara pertama dr. Djoko Wibisono, SpPD, FINASIM. Seorang dokter berpangkat kolonel, bertugas di RSPAD dan anggota tim dokter kepresidenan RI. Beliau sangat pakar di bidang hipertensi, terlihat ketika menyampaikan materi dengan sangat mengalir. Gaya penyampaiannya asyik dan tidak kaku, Beliau turun dari podium berdiri dekat dengan peserta. Walaupun copyan materi terlambat disampaikan ke peserta namun tetap OK buat saya, karena saya pembelajar auditorial. Lebih mudah mengingat sesuatu dari mendengar. Nah untungnya saya sudah baca tentang hipertensi semalam, jadi lebih cepet masuk ke pusaran aliran materi beliau.
[caption id="attachment_319965" align="alignleft" width="300" caption="Drs. Sofiarman, Apt (Ketua MEDAI) didampingi Dra. Aty Azhari, Apt (Moderator) *dok pribadi"]
Pembicara kedua, Drs. Sofiarman, Apt menyampaikan tentang Praktik professional dan etik. Beliau adalah Ketua Majelis Etik Apoteker Indonesia MEDAI. Untungnya saya sudah baca tentang PP 51 Thn 2009 dan Kode Etik Apoteker Indonesia. Jadi lebih cepat klik menyimak materi beliau.
[caption id="attachment_319966" align="alignleft" width="300" caption="dari kika: Dra. Azizahwati, MS, Apt (Dosen Farmasi UI), Dr. Retnosari Andrajati, MS, Apt (Dosen Farmasi UI), Drs. M. Yamin, M.Pharm, Apt (Moderator) *dok Diana Serlahwaty"]
Pembicara ketiga, Dr, Retnosari Andrajati, MS, Apt menyampaikan farmakoterapi dan penatalaksanaan hipertensi. Beliau ini dosen Farmasi UI, spesial selaku pembimbing skripsi saya. Walaupun penyampaian materinya buanyak banget dalam waktu yang singkat, saya tetap bisa nyambung. Saya dengan cepat bisa masuk mengikuti gaya pembelajaran beliau. Serasa flashback kuliah S1 lagi.
Pembicara keempat, Ibu Dra. Azizahwati, MS, Apt menyampaikan tentang KIE kefarmasian. Nah beliau juga dosen saya di Farmasi UI. Jadi saya dengan cepat langsung klik bisa masuk dengan gaya pembelajarannya.
[caption id="attachment_319967" align="alignleft" width="300" caption="duo MC yang suaranya renyah dan selalu ceria, obat cespleng menurunkan tensi ketegangaan peserta SKPA"]
Wuaaah..kenyang banget menelan materi segitu banyaknya! Padat gizi. Kerennya saya tidak merasakan kantuk dan bosan menyimak semua materi. Apalagi dari satu sesi ke sesi lainnya kami didampingi Ibu Dra. Diana Serlahwaty, Apt dan Ibu Dra. Aty Azhari, Apt selaku MC yang renyah banget suaranya serta pembawaannya riang gembira sehingga membuat suasana SKPA menjadi cair, mengurangi ketegangan peserta yang lagi harap harap cemas lulus ujian apa nggak.
Di sore harinya, sesi terakhir kami dibagi ke dalam empat kelompok. Disini kami melakukan tugas mandiri diskusi dan mengisi buku kerja yang merupakan bagian dari bobot penilaian SKPA. Waktunya sangat terbatas. Hari pertama selesai sampai magrib. Saya bergegas pulang. Ah, lega! Tapi sebagian besar merasa cemas karena menghadapi hari esok yang konon ujiannya lebih seram. Saya tiba di rumah jam 9 malam. Anak-anak dah tertidur lelap. Duh, begini rasanya ya teman-teman yang kerja jauh dari rumah. Shubuh dah berangkat, pulang ke rumah dah larut malam.
Untuk menghadapi hari kedua, saya bangun jam 3 pagi. Baca –baca lagi sedikit tentang soal diskusi kelompok yang dibagikan. Saya refresh lagi terutama tentang skrining resep, cara membuat copy resep, dan golongan obat hipertensi. Saya punya teknik menghapal obat-obatan hipertensi yang rada lucu. Karena sudah mepet, saya cuma menghapal secara global golongan obat hipertensinya dan obat-obatan yang termasuk didalamnya dengan istilah yang lucu. Misalnya golongan obat ACE Inhibitor, saya cuma ingat obat yang termasuk didalamnya yang belakanganya ada –pril, seperti captopril dan teman-temannya. Kemudian golongan obat ARB, obatnya yang belakanganya ada -sartan , seperti vasartan and the gank. Kemudian yang termasuk golongan CCB, yang belakangnya ada –ipin, seperti amlodipin dan kawan-kawan. Begitu seterusnya untuk golongan yang lain saya cari penanda yang mudah diingat. Saya cuek beybeh tidak menghapal dosis lazim dan efek samping tiap macam obat karena ketika ujian nanti boleh membuka ISO referensi obat yang beredar di Indonesia. Saya hanya membuka sekilas buku ISO untuk merefresh kembali bagaimana membuka dan membacanya. Hihi maklum dah 2 tahun gak nongkrong di apotek ilmunya dah nguap kemana tau.
Tanggal 17 Agustus 2014, hari kedua SKPA. Saya berangkat lebih pagi, tiba di wisma PKBI sebelum jam 7. Tiba disana saya melihat teman-teman sudah komat-kamit memegang bukunya masing-masing dan berdiskusi antar teman. Aura tegang menyeruak, serasa menghadapi ujian kompre di kampus. Banyak teman yang khawatir tidak lulus uji kompetensi. Saya dengan ringan, malah menuju mushola, sholat dhuha dan membaca jatah juz One Day One Juz (ODOJ) hari ini. Karena tadi ba’da shubuh belum sempat tilawah sama sekali. Saya pasrah banget sama Alloh, nggak ada beban nilai berapapun yang saya dapatkan yang penting lulus ujian. Saya berdoa bukan untuk pribadi, saya mendoakan semua, semoga semua peserta lulus ujian.
Sambil menunggu giliran masuk ruang ujian saya praktek konseling sesama peserta. Saya menguji coba seberapa lama atau cepatnya kita melakukan konseling. Karena pada saat ujian di Station 5 hanya dikasih waktu 10 menit untuk melaksanakan KIE. Ternyata kalau hanya menerangkan obat dan cara pakai kepada pasien saja tidak sampai 3 menit sudah selesai. Nah, kemudian saya merancang kira-kira poin apa saja yang akan saya sampaikan pada saat konseling. Saya merancang termin konseling menjadi beberapa bagian, diantaranya perkenalan, penilaian, pelaksanaan, pengujian dan kesimpulan.
Tibalah nomor ujian saya dipanggil. Eng ing eng.. masuk ke ruang aula dengan tenang. Ketika masuk saya dipersilahkan duduk di posisi nol. Sambil menunggu antrian ke station 1. Selama sepuluh menit menunggu saya memperhatikan alur peserta ujian melewati 5 station. Di station terakhir saya melihat itu meja paling menegangkan karena disanalah ada asesor menilai KIE yang dilakukan apoteker. Biar agak rileks saya komat kamit baca Al Fatihah, Al Insyiroh, AnNashr dan doa pamungkas. Kemudian saya melakukan teknik SEFTpada diri saya untuk menghilangkan ketegangan dan relaksasi. Tidak lupa saya melakukan DeepSEFT untuk memvisualisasikan diri saya lancar melewati semua station tersebut.
[caption id="attachment_319968" align="alignleft" width="300" caption="suasana serius mengerjakan soal ujian kompetensi di setiap station. Sebelah saya Bapak Djoharsyah Meuraxa (Wakil MEDAI) sejawat apoteker yang dah senior. *dok Diana Serlahwaty"]
“Tett..!” Bel berbunyi. Saya bergegas menuju station 1. Disana ada 20 soal PG sesuai tema SKPA. Alhamdulillah karena menyimak dengan baik isi materi hari pertama, saya mengerjakan dengan optimal. Walaupun ada tiga diantaranya yang saya tidak yakin benar atau salah pilihan jawabannya. Sepuluh menit selesai. Semua soal terisi. Aman!
“Tett..!” Saya beralih ke station 2. Disana ada sebuah resep. Apoteker diminta melakukan skrining resep. Saya mengerjakan bagian pertimbangan klinis terlebih dahulu, karena menurut saya itu bagian paling sulit. Di meja tersebut telah disediakan buku ISO. Sret sret.. bolpoint saya bergerak lincah memindahkan semua informasi mengenai obat tersebut dari buku ISO ke lembar jawaban. Setelah itu barulah saya menilai kelengkapan administrasi dan keseuaian farmasetis. Alhamdulillah 10 menit terlewati dengan baik. Lembar jawaban soal esay di Station 2 kedua selesai. Aman sodara!
“Tett..!” Saya berpindah ke station 3. Disini saya menghitung, membuat etiket dan membuat copy resep. Di bagian ini hanya dibutuhkan ketenangan. Ini soal paling mudah! Tapi kalo kondisi tegang, menulis etiket obat pun bisa salah. Ada teman yang cerita “Aduh lupa nulis nama pasiennya di etiket” ada juga yang lupa menulis keterangan sesudah atau sebelum makan. Memang kalau nervous jadi nge-blank euy, ilmu yang sudah melekat di kepala bisa terbang dalam sekejap. Alhamdulillah di station 3 saya menyelesaikan tugas dengan baik. Aman!
“Tett..!” Bel berbunyi. Saya pindah ke station 4. Saya membuat PMR (Patient Medical Record) sesuai dengan studi kasus resep yang ada kemudian mempertimbangkan seuatu masalah dikaitkan dengan perundang-undangan dan Kode Etik Kefarmasian. Nah walaupun kelihatannya mudah, namun diperlukan kecermatan dalam menjawab soal berkaitan dengan UU kesehatan. Alhamdulillah saya berhasil menyelesaikan station 4, walaupun tidak yakin 100% apakah alasan yang saya kemukakan itu tepat atau tidak sesuai perundang-undangan kesehatan. Yeah lupakan, lets move on to another station.
[caption id="attachment_319969" align="alignleft" width="300" caption="Sejawat Astiti Isanirani (BPOM) praktek KIE di station 5. Station ini bisa membuat kita grogi karena dinilai oleh asesor. *dok Diana Serlahwaty"]
“Tett..!” Bel berbunyi. Saya masuk ke station 5. Telah disediakan meja konseling untuk melayani pasien. Sebenarnya ini juga bagian termudah karena tinggal ngecap-ngecap aja bla bla bla menerangkan obat yang diberikan kepada pasien.Tapi emang yang bikin grogi di meja station 5 ada asesor yang menilai secara langsung bagaimana peserta melakukan konseling langsung dengan keluarga pasien. Alhamdulillah saya tenang banget melewati station 5, gak ada rasa deg degan. Sehingga saya bisa mengalir ngobrol dengan “pasien jadi-jadian” yang disediakan panitia SKPA. Saya sukses menjalankan KIE sesuai rancangan saya. Dalam waktu 10 menitsaya melakukan sesi perkenalan, penilaian, pelaksanaan, pengujian dan kesimpulan. Sip mantab! Aman sodara.. J
Selesai sudah. Saya keluar ruang ujian. Di luar ruang tunggu sambil ngopi dan ngeteh sempetin ngobrol sama temen-temen mengenai soal ujian tersebut. Haha, kami menertawakan beberapa kebodohan yang kami lakukan. Walaupun bisa ketawa, tapi sebenarnya sebagian besar teman sejawat dalam hatinya tegang, Duh lulus nggak ya..! Karena konon kabarnya sesi SKPA sebelumnya ada satu peserta yang tidak lulus. Ah, jadi ketularan galau. Saya sih yakin pasti lulus dengan nilai berapapun. Biarin yang penting lulus! Masalah nilai berapa gak penting itu. Saya menenangkan diri menghabiskan jatah juz tilawah saya di mushola Wisma PKBI.
Sambil menunggu para asesor dan korektor bekerja merekap nilai peserta, kami seluruh peserta mendengarkan materi dari Drs. Wahyudi Hidayat, M.Sc, Apt. Beliau ketua PD IAI DKI Jakarta selama 2 periode. Beliau menyampaikan tentang mekanisme Resertifikasi Kompetensi Apoteker. Hal yang menarik disampaikan beliau adalah ke depannya sejawat apoteker tidak perlu melakukan ujian kometensi seperti SKPA lagi jika sudah mengantongi 150 SKP selama 5 tahun sesuai ketentuan yang berlaku. Yess, Asyik! Pekerjaan Kefarmasian yang kita lakukan ada poin SKPnya. Aktifitas saya sebagai guru SMK Farmasi, pengabdian masyarakat yang saya lakukan, kegiatan menulis artikel kesehatan di media, keikutsertaan sebagai peserta/pembicara/moderator seminar kefarmasian juga bisa dijadikan poin SKP. Yang penting semua kegiatan farmasi yang dilakukan didokumentasikan dengan baik.
[caption id="attachment_319970" align="alignleft" width="300" caption="dari kika: Noffendri, S.Si, Apt (Sekjen PP IAI), Peserta terbaik #1 Ulvi (RS Siloam Semanggi), Peserta terbaik #2 (RS Siloam Kedoya), Peserta terbaik #3 (Saya sendiri plok-plok-plok), Dra. Renni Septini, MARS, Apt dan Drs. Wahyudi Hidayat, MSc, Apt (Sekretaris dan Ketua PD IAI DKI Jakarta) *dok Diana Serlahwaty"]
Saat yang dinantikan tiba, pengumuman hasil uji kompetensi. Surprise banget ketika panitia mengumumkan 3 terbaik dari seluruh peserta yang mengikuti, saya termasuk di antaranya. Wow! Nggak nyangka sama sekali “Alhamdulillah, Hore!!”, pekik saya dalam hati. Hadiah kemerdekaan terindah untuk saya. Orang pertama yang saya kabari adalah suami. Saya merasa dia yang paling berjasa dalam hal ini. Dukukangan dan ridhonya memperlancar ridho Alloh kepada saya. Sehingga segala kemudahan selama SKPA ini saya dapatkan. Walaupun hanya sedikit hal yang saya baca, tapi itu pas banget keluar semua. Yang tak kalah penting, rasa ketenangan selama menjalani ujian, kepasrahan tinggi hanya bersandar kepada Ilahi Rabbi.
Demikianlah pengalaman saya mengikuti SKPA. Puanjang ya! Kesimpulannya, jika teman-teman mengikuti ujian apapun pastikan doa dan pasrahkan kepada Alloh. Kemudian, mendapat ridho dari orang tua atau pasangan bagi yang sudah menikah. Kemudian tetap cool, calm and confidence. Hilangkan rasa galau, tidak usah nervous, karena ini hanya memperparah keadaan, yang tadinya nempel bisa ngeblank. Selain itu, tidak usah ngotot belajar semalaman, karena ini tidak akan ngefek sodara! Semakin kita menenggelamkan diri dalam tumpukan referensi pelajaran sebelum ujian, apalagi detik detik terakhir menjelang ujian, semakin membuat kita tidak PD. Kenapa, kok malah jadi tidak PD, karena semakin kita tahu banyak yang belum kita hafal, so makin nambah grogi.
Ini cerita saya. Semoga sukes ya buat semua!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H