Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membaca Kritis Moderasi (Beragama) di Indonesia

7 Agustus 2024   18:02 Diperbarui: 7 Agustus 2024   18:07 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pmt.ftk.uin-alauddin.ac.id

Istilah itu seturut yang dikatakan Michel Foucault (1975), adalah satu cara untuk mendisiplinkan masyarakat yang dalam kasus ini  dengan terlebih dahulu mengidentifikasi siapa yang radikal dan siapa yang moderat. Dalam posisi semacam itu, moderasi beragama seakan-akan mengembalikan ingatan kita pada istilah subversif yang sering digunakan oleh rezim orde baru pada masa lalu . 

Radikalisme agama sendiri dipandang tumbuh subur dan menyebar dengan cepat di masyarakat karena terjadi semacam, meminjam istilah Syafii Maarif, misguided arabism, yakni semacam kesilappahaman tentang arabisme dalam memahami ajaran Islam. Dengan kata lain radikalisme agama terjadi karena adanya pemahaman yang keliru tentang ajaran Islam.  

Pandangan ini tentu saja tidak bisa dianggap keliru, karena dalam beberapa riset memang menunjukkan seseorang yang terjebak dalam radikalisme  karena pengaruh paham keagamaan tertentu. 

Beberapa kalangan yang berasal dari keluarga kaya, misalnya Abdul Subhan Qureshi, seseorang teroris yang menyerang dan meledakkan kereta api di Mumbai pada 11 Juli 2006  adalah anak muda kaya, pemegang proyek Wipro sejak 1999.  Dia tidak bermasalah secara ekonomi, tetapi karena terpapar pemahaman Islam yang keliru, akhirnya ia terjatuh menjadi seorang teroris.

Kendati harus diakui adanya pengaruh pemahaman keagamaan yang keliru, tetapi penyebab semacam itu tidak bisa ditarik ke horizon yang lebih luas. 

Mungkin dalam kasus tertentu bisa tepat, tetapi dalam kasus yang lain perlu pula melihat penyebab lainnya, misalnya malaise ekonomi, kegagalan modernisme sekularisme dan ketimpangan ekonomi. Demikianlah, menurut hemat saya dalam melihat berkembangnya radikalisme di Indonesia. 

Dan tepat dalam titik inilah, sependek pengamatan saya,  faktor-faktor lain semacam ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi tidak menjadi salah satu agenda penting dalam moderasi beragama yang diusung oleh pemerintah.  Berangkat dari sini, maka saya tertarik untuk selanjutnya dalam tulisan lain  ingin menulis bagaimana aspek keadilan dalam moderasi Islam sebagai satu hal yang sangat penting, sekaligus mencoba melihat sejarahnya dalam Islam dan bagaimana para penganjur Islam mengembangkannya di nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun