Akan hal ketangguhan dan kecerdasan Aisyah ini, banyak buku yang mengulasnya. Salah satunya adalah Buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam, Kisah Perjalanan Hidup Para Wanita Mulia yang Berperan Penting Dalam Kehidupan dan Perjuangan Dakwah Rasulullah SAW. Buku ini ditulis oleh Bassam Muhammad Hamami.
Kita kembali ke persoalan lagu Aisyah Istri Rasulullah ini. Apakah betul ada masalah sih dengan lagu itu? Tidak juga, apa yang digambarkannya adalah memang sosok Aisyah, meski bukanlah Aisyah yang utuh.
Lagi pula orang senang mendengar lagu tertentu tidak boleh dilarang-larang. Anda berani melarang, bersiaplah didemo para ibu-ibu, termasuk ibu yang ada di rumah masing-masing?
Toh kita juga tidak tahu, mengapa yang mendengarnya senang. Siapa tahu ada yang hanya senang dengan aransemennya yang ringan dan empuk didengar? Ada juga mungkin yang sekadar ingin membayangkan sosok keluarga bahagia ala Rasulullah dengan Aisyah. Â Â
Mungkin melalui lagu itu pula, para penikmatnya menemukan sosok Aisyah dan Nabi Muhammad SAW sebagai halnya manusia pada galibnya. Sosok yang mereka bisa jangkau dalam pikiran dan pengalaman sebagai manusia biasa. Bukan Aisyah yang terlalu cerdas apalagi Muhammad SAW sebagai Nabi.Â
Kalau itu alasannya, maka perlu pula kita tahu, Aisyah bukan hanya manja dan romantis. Ia-pun istri Nabi yang punya cemburu. Salah satu yang paling dicemburuinya adalah Mariah Al-Qibtyah.
Istri Nabi yang satu ini, sebagaimana dituturkan dalam Tarikh Ibn Katsir atau Al-Bidayah wa Nihayah, memang terkenal rupawan. Kulitnya putih, parasnya elok dan rambutnya ikal.
Dia pun terkenal cerdas. Lebih dari itu, Â Mariah Al-Qibtyah dilengkapi dengan pekerti yang menawan dan budi yang dermawan. Betul-betul sosok yang sepantar dengan Aisyah.
Aisyah pun cemburu. Suatu saat Ia memobilisasi istri-istri nabi. Para istri Nabi, di bawah pimpinan Aisyah menggelar protes. Nabi SAW diharapkan meninjau ulang waktu kebersamaannya dengan Mariah Al-Qibtyah.
Mereka juga minta pembagian waktu bermalam yang adil di rumah-rumah istri Rasulullah. Tentu "waktu bermalam yang adil" ini dalam versi para pemrotes. Pada dasarnya Nabi SAW sudah adil dalam hal itu. Tetapi begitulah, jika perempuan sudah cemburu, siapa pun, mestilah mendengarnya.
Di titimangsa yang lain, ketika Mariah Al-Qibtyah justru bisa melahirkan putra Nabi yang bernama Ibrahim, cemburu makin membara di dada istri-istri Rasulullah, termasuk pada diri Aisyah.