Tak jauh berbeda ketika akun Youtube bernama MS. Muallimah mengunggah video "Aisyah Istri Rasulullah", dengan syair yang sama, tetapi versinya sendiri. Lagu ini pun belum menjadi trending. Saat itu hanya ditonton 7.300 kali di Youtube.
Begitulah perjalanan lagu ini, hingga akhirnya Sabyan ikut menyanyikan dalam versinya, mengunggahnya dan langsung meledak di jagat media sosial.
Aransemen lagu "Aisyah Istri Rasulullah" ini memang ringan, mudah diikuti, tapi empuk di telinga. Syairnya yang berkisah soal keromantisan Aisyah dan Rasulullah juga gampang membuat gadis-gadis remaja dan ibu-ibu jatuh hati.
Tetapi, lamat-lamat, ketika saya ikut menyimak baik-baik lagu ini, terasa ada yang hilang dari sosok Aisyah RA. Saya mencari sosok Aisyah yang cerdas, tangguh, dan tabah, tetapi tidak menjumpainya dalam lagu itu. Sosok Aisyah digambarkan melingkar-lingkar hanya sebagai perempuan cantik, romantis, dan manja.
Dalam syair tertentu, malah ada Aisyah berlari-lari dengan Rasulullah. Saya tidak berani membayangkan seperti apa yang dimaksudkan berlari-lari itu. Selama ini saya menyaksikan perempuan yang berlari-lari bersama seorang pria, hanya ada dalam film India. Â Â
Sampai di sini sekilas saya teringat dengan ucapan seorang pemikir Mesir, Rifa'ah Rafi at-Tantawi dalam Takhlis al-Ibriz fi Talkhis Bariz. Katanya: "Perempuan di negeri-negeri  Timur sering kali (digambarkan) berfungsi seperti mebel di rumah, dan di Prancis mereka seperti makhluk manja." Ucapan at-Tantawi ini dikutip kembali oleh Andree Feillard dalam pengantarnya di Buku KH. Husein Muhammad, "Fiqih Perempuan."
Secara kebetulan yang menciptakan syair lagu Aisyah Istri Rasulullah adalah juga seorang laki-laki. Mr Bee sang youtuber itu jelas adalah laki-laki, depan namanya saja ada Mr-nya.
Saya tidak mengatakan bahwa dia secara sengaja menampilkan sosok Aisyah hanya dalam tampilan fisiknya belaka; yang cantik, yang manja dan yang romantis. Tetapi kata para feminis, budaya patriarki bekerja di bawah kesadaran karena saking kuatnya budaya ini membelenggu dunia. Â Â
Dalam dunia yang masih dipenjara oleh budaya patriarki ini, seseorang biasanya lebih merasa nyaman menggambarkan perempuan dari sisi kecantikan, keromantisan, dan kemanjaannya, dibandingkan menampilkannya sebagai sosok yang cerdas, kuat dan bisa survive. Penggambaran yang terakhir seakan menantang dunia patriarki.
Persisi di sinilah saya merasakan kehadiran Aisyah yang tidak utuh di lagu ini. Aisyah memang cantik, tetapi Ia juga adalah seorang istri Nabi SAW yang dikagumi kecerdasannya, tidak hanya oleh para sahabat Nabi dan ulama tetapi juga oleh para orientalis.
Kecerdasan Aisyah diakui oleh para sahabat. Hasyim bin Urwah berdasarkan tuturan ayahnya menyebutkan: "Aku pernah bersahabat dengan Aisyah. Saya tak pernah menyaksikan seorang pun yang lebih memahami suatu ayat yang turun, suatu sunah, atau sebuah syair---tidak pula ada yang lebih kuat dalam meriwayatkannya tentang hukum, dan memahami pengobatan dibandingkan dengan Aisyah.