Saya menyaksikan dan merasakan itu dalam perjumpaan saya dengan etnis Dayak, belum lama berselang. Tetapi selintas pikiran berkabut berkelebat dalam benak saya, apakah  ini dilakukan atas dasar sukarela dan sukacita sebagai strategi orang Dayak menjadi bagian dari modernitas ?Â
Ataukah semua ini tak lain hanyalah bayang-bayang dari kebijakan pemerintah (lokal-pusat) yang memandang segenap tradisi dan keistimewaan Dayak sekedar pajangan yang bernilai parawisata? Entahlah, untuk saat ini, bagi saya masihlah tanda tanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H