Mohon tunggu...
Iis soeka
Iis soeka Mohon Tunggu... -

guru BK

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjuangan Seorang Murid

8 Agustus 2012   12:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:05 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

John Wila Huki, atau panggil saja John. Kenaikan kelas kemarin John terancam tidak naik kelas bukan karena “bodoh” atau tindakan nakal lainnya, tapi lebih pada alpanya yang melampaui kunjungan presiden ke negara tetangga. Enam puluh delapan hari dalam satu semester. Anggap saja semester kemarin ada 104 hari, kurangi 68 hari akan ditemukan angka 36, yupz cukup 36 hari john menikmati kelas tujuh semester dua

Melihat John, jangan Cuma sekali tatap atau sekelebat mata, karena kalian hanya mendapati seorang remaja berusia 16 tahun pada umumnya di Sumba Timur, kurus, tinggi, hitam, “dekil” adalah satu kata praktis yang dapat merangkum semua tentang John.

Tapi cobalah kalian menatap John lebih lama, lebih dekat dan seksama, yang terlihat adalah John yang tampak lebih cakep, manis mungkin juga iya, apalagi saat mendapati dia memakai baju gereja minggunya* akan terlihat John memang punya bakat ganteng

Tapi sesungguhnya semua hal yang terkait dengan fisiknya John tak jadi soal, saya sendiri dia buat jungkir balik hanya untuk mengerti posisinya, hanya demi membungkam semua omongan guru tentang siswa bandel, nakal, suka bolos yang ujung-ujungnya, mana guru Bknya???

Akhir tahun 2011

Ayah kandung John harus ditahan pihak kepolisian, dengan bukti telah membunuh adik kandungnya, tak lain paman Jonh sendiri.

John menjadi salah satu tumbal keegoisan ayahnya, teman-teman yang menatapnya dengan rasa takut, cibiran, atau perasaan dikasihani yang berlebihan membuat John mulai jauh dari teman-teman. Perasaan malu, tak ingin dikasihani membuatnya semakin jauh, jauh, jauh, dan lebih jauh. Jika biasanya dala seminggu kita menemukannya tiga sampai empat kali minggu berikutnya tidak sama sekali.

68 hari bukanlah waktu yang singkat untuk menjadikan sebagai alasan alas sekolah, izin sakit, atau acara keluarga, lagi pula John belum menyatakan izin resmi telah keluar dari sekolah. Kejadian ini tentunya membuat sebagian besar guru marah dengan ketidakhadirannya, malaslah, sudah ga niat sekolah lagilah, ujungnya dikeluarin sajalah. Sebagian lagi masih berusaha membujuknya, datang kerumahnya tiap sore, bercerita tentang teman-teman sekolahnya. John hanya mendengarkan sambilsenyam-senyum, sesekali dijawab “iya ibu” itu saja. Besok paginya ia tak juga datang.

Dua minggu sebelum ujian akhir semester

Seorang ibu-ibu usia tanggung datang ke kantor menemui ibu Fia yang juga wakil kepala Sekolah. Berdua, mereka ngobrol panjang lebar, lama, dan pamit pulang. Wakasek cuman senyam-senyumsaja, dan berkata “itu ibunya John, bu is. Mungkin John sudah masuk sekolah.

Terlihat dari pintu kantor, John melangkah dengan takut bercampur malu, John tetap dekil, berjalan menuju ruang kelas tujuh.

Tepat ujian akhir semester.

Jawaban apa yang  bisa diberikan John pada hampir semua pertanyaan yang tertulis pada hampir semua pertanyaan yang tertulis di soal ulangan akhir semester dua, jika 68 hari yang lalu kerjanya hanya mancing di laut. Maka pertanyaan yang terselesaikan adalah:

Nama:

no absen :

Kelas:

mata pelajaran:

Selebihnya kosong.

Jika beruntung, Astiani teman sebangkunya memberikan sedikit contekan untuk sebagian jawaban, atau menjelaskan sedikit agar Jhon tetap bisa menjawab.

Jika sudah jenuh melihat soal-soal yan tak ada jawaban John mengumpulkan lembar jawaban lebih awal, tanpa rasa malu, jika di tanya kenapa kosong, john cuman mesam-mesem dan berkata “tidak tau ibu eeh”

Rapat Kenaikan Kelas

Lima siswa dari kelas tujuh terancam tidak naik kelas, John salah satunya. Fakta 68 kali alpa, hampir semua ujian tidak dapat diselesaikan dengan baik, menjadi salah satu alasannya. Tentu saja ruang rapat sedikit tegang antar argumentasi sana- sini. Beberapa menit berlalu keputusan final John tetap naik kelas dengan 4 macam pertimbangan yang salah satunya segi psikologis Jonh.

Karena alasan-alasan tersebut saya harus membuat kesepakatan dengan John, membuatnya datang ke sekolah tiap harinya, menawarkan bimbingan belajar intensif dia mau, bahasa Inggris oleh Ibu denik, mata pelajaran eksak oleh Ibu Charni, bahasa Indonesia, ips, Pkn untuk saya sendiri, memberi iming-iming hadiah jika dia terbukti rajin datang sekolah. Beruntung, di waktu yang berbeda ibu carni dan ibu denik membuat kesepakatan yang sama, artinya mereka juga mendukung John tentu saja menyenangkan mengetahui masih banyak yang mendukung John.

Sampai detik ini John rajin datang ke sekolah, dia cuman mengiyakan tawaran belajar kami, Rumahnya yang cukup jauh menjadi salah satu alasan

tapi kedatangan John ke sekolah sudah lebih dari cukup dan patut untuk d hargai. Bersama aku dan ibu denik, kita berdua sering bertemu di padang, sambil menunggu sapi-sapinya makan rumput dia bercerita banyak. Tentang rumahnya, keluarganya, kemiskinanya. Hidupnya.

Sore itu juga saya jadi tau, bahwa ayah john bukan satu-satunya alasan kenapa John tidak mau datang ke sekolah. Bercerita pada ibu Deniknya.

“ saya malu, karena seragam saya terlalu pendek!”

Sambil tersenyum, dia menuturkan,  bingung dan malunya saat teman-temannya mengatakan C.U* untuk ukuran celananya yang terlalu pendek. Demi menghindari rasa malu dia turunkan sedikit celananya, bajunya yang juga kelewat pendek mau tak mau ikut nongol keluar. Jika beruntung dia aman-aman saja dari pandangan para guru atau kepala sekolah, yang tentu saja membenci jika baju siswa laki-lakinya tidak dimasukkan kedalam celana panjangnya. Ini yang terjadi jika dia tidak beruntung.

“ john, kasih masuk, kau punya baju!”

John cumin mesam-mesem, dengan enggan dia harus menarik celananya yang pendek untuk lebih ke atas, agar ujung-ujung bajunya yang pendek ikut masuk. Dan teman-temannya siap-siap ambil garis untuk teriak C.UUUUUU. suka tak suka john harus tetap mendengar teriakan-teriakan itu…aaah dasar anak-anak^^

Di raut mukanya yang kusut, yang suka mesam-mesem jika di Tanya. Dari sorot matanya tersimpan jutaan harapan.

Harapan untuk pamannya kembali hidup

Harapan untuk ayahnya segera keluar dari penjara

Harapan mengisi semua soal tanpa masuk sekolah

Harapan untuk tetap naik kelas

Harapan menjadi seperti teman-temanya, menjadi seperti kita, menjadi seperti mereka, menjadi seperti kalian.

*meskipun kusut-kusut, orang-orang sumba akan terlihat rapi saat hari minggu, tepatnya ketika berangkat ibadah atau ke gereja

*CU : atau Celana Umpan. Sebutan anak-anak jika ada teman-temannya yang memakai celana pendek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun