Mohon tunggu...
Iis Nur Azizah
Iis Nur Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia

Apa kabar hari ini?

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kesalahan Pengunaan Afiksasi pada Unggahan Lambe Turah di Twitter

13 Januari 2022   09:19 Diperbarui: 7 Februari 2022   23:46 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesalahan berbahasa dapat dikatakan sebagai praktik penyimpangan bahasa yang tanpa sadar dilakukan oleh masyarakat umum. Kesalahan berbahasa ditandai dengan adanya gejala-gejala dalam penggunaan bahasa yang salah dalam penerapannya, seperti bentuk kata, frasa, maupun kalimat yang menyimpang namun penggunaannya relatif berkembang serta dianggap lazim di kalangan masyarakat.

Faktor kesalahan berbahasa dikatakan oleh Mulyono (2016: 21) dikarenakan beberapa faktor, diantaranya faktor pertama yaitu bahasa Indonesia masih relatif muda, yang mana bahasa ini masih tergolong sebagai bahasa yang masih berkembang sehingga masih memerlukan bantuan bahasa lain. Dari proses peraihan bantuan itulah tidak sedikit muncul kesalahan berbahasa baik kosakata maupun tata bahasanya. 

Faktor kedua yaitu sistem bahasa Indonesia memiliki peluang untuk digunakan secara menyimpang karena sistem bahasa Indonesia itu longgar. 

Faktor ketiga yaitu sikap pengguna bahasa Indonesia dalam penggunaan bahasanya belum cukup baik, yang mana mereka tidak memiliki kepekaan terdahap penyimpangan yang terjadi disekitar dan cenderung mengabaikan ketentuan bahasa yang dirumuskan. 

Faktor keempat yaitu penggunaan unsur bahasa di masyarakat, terutama unsur kosakata, selalu lebih cepat daripada pembakuan bahasa.

Faktor kedua yang menyebutkan bahwa sistem bahasa Indonesia itu longgar memang benar adanya. Penyataan tersebut dapat dibuktikan dalam pembentukan kata sering kali mengalami penyimpangan, seperti penghilangan afiks, fonem yang seharusnya diluluhkan tidak diluluhkan begitupun sebaliknya, penggantian morf, penyingkatan morfem tertentu, pemakaian kata afiks yang tidak tepat, penentuan bentuk dasar yang tidak tepat pada gabungan kata, dan pengulangan kata majemuk yang tidak tepat. Kesalahan berbahasa dalam pembetukan kata ini masuk kedalam tataran morfologi.

Ada begitu banyak klasifikasi kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Kesalahan berbahasa tersebut harus diakui sangatlah sulit dihindari apalagi mengingat sebagian orang tidak memiliki kepekaan terdahap penyimpangan bahasa yang terjadi disekitar dan cenderung mengabaikan ketentuan bahasa yang telah dirumuskan.  

Sikap yang seperti itu dalam ragam lisan dapat kita temui ketika mengobrol, adapun dalam ragam tulisan dapat kita temui salah satu contohnya yaitu pada unggahan di media sosial seperti facebook, instagram, atau twitter. 

Orang yang bertutur dan pengguna media sosial tersebut dapat dikatakan sebagai pelaku penyimpangan berbahasa apabila mereka bersikap tak acuh terhadap kesalahan berbahasa yang ada didepan mata. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diberikan pemahaman mengenai kesalahan berbahasa itu sendiri kepada masyarakat agar tidak menjadi pelaku penyimpangan bahasa.

Pada kesempatan kali ini, penulis akan menjelaskan kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi yaitu afiksasi disertai dengan gejala-gejala yang terjadi dilingkungan terdekat masyarakat yaitu penyimpangan afiksasi yang terjadi di media sosial twitter. Tidak dapat dipungkiri media sosial saat ini begitu dekat dengan masyarakat. 

Segala informasi bisa didapatkan dengan mudah dari sana, namun dari kebermanfaatan media sosial dalam memberikan informasi kepada masyarakat tanpa disadari di sana pun terjadi praktik penyimpangan afiksasi yang disebabkan oleh sikap yang cenderung mengabaikan ketentuan bahasa yang telah dirumuskan.  Sebagian masyarakat hanya peduli pada isi informasinya saja, tanpa memedulikan setiap kata yang ternyata mengalami penyimpangan bahasa.

Pembahasan kali ini akan menggunakan unggahan twitter dari Lambe Turah Official dengan nama akun @Lambe_Turah sebagai sumber utama dalam pembahasan yang bertujuan untuk memberikan pemahan mengenai kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi yaitu penggunaan afiks (imbuhan).

PEMBAHASAN KESALAHAN PENGGUNAAN AFIKSASI

Unggahan twitter yang digunakan pada pembahasan ini diambil dalam rentan bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2021 pada Lambe Turah Official berjumlah 3 unggahan. Setiap pembahasan akan berisi satu unggahan yang disertai dengan deskripsi kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi afiksasi dan perbaikan katanya. Berikut ini pembahasannya.

1. Kesalahan penggunaan sufiks pada kata ‘jadiin’

Gambar 1. Unggah Lambe Turah (17-05-21) Dok. Lambe Turah
Gambar 1. Unggah Lambe Turah (17-05-21) Dok. Lambe Turah
Kata ‘jadiin’ mengalami kesalahan dalam penggunaan sufiks (imbuhan akhir). Rumilah dan Cahyani (2020) menyatakan bahwa sufiks adalah afiks (imbuhan) yang dibubuhkan diakhir dasar. Dalam bahasa Indonesia terdapat berbagai bentuk sufiks, yaitu -i, -kan, -an, -wan, -wati, -man, -wi, -nya, -nda, -if, dan -or. 

Sedangkan pada kata ‘jadiin’ yang berkata dasar ‘jadi’ malah diberi sufiks –in yang mana tidak termasuk kedalam bentuk sufiks bahasa Indonesia, tetapi termasuk sebagai sufiks serapan dari bahasa asing, seperti -iah, -isme, -is, -isasi, -asme, dan -in. Kesalahan berbahasa tataran morfologi afiksasi ini bisa terjadi karena adanya kontaminasi dari bahasa asing, hal tersebut biasanya terjadi pada orang bilingual (menguasi dua bahasa dengan baik).

Perbaikan untuk kata ‘jadiin’ dapat dengan cara mengganti sufiks serapan -in menjadi sufiks -kan, sehingga menghasilkan kata ‘jadikan’ sebagai ganti dari kata ‘jadiin’ yang mengalami kesalahan dalam penggunaan sufiks (imbuhan akhir). 

2. Kesalahan penggunaan prefiks pada kata ‘ngakunya’ dan ‘ngerukiah

Gambar 2. Unggah Lambe Turah (18-05-21) Dok. Lambe Turah
Gambar 2. Unggah Lambe Turah (18-05-21) Dok. Lambe Turah
Dalam unggahan Lambe Turah pada tanggal 18 Mei 2021 ini ditemukan 2 kata yang mengalami penggunaan prefiks (imbuhan awal) yang salah, yaitu ‘ngakunya’ dan ‘ngerukiah’. Kata ‘ngakunya’ mengalami penyingkatan prefiks me(N) yaitu morf meng- tidak dituliskan secara lengkap, yang mana seharusnya ‘mengaku’ menjadi ‘ngakunya’. 

Adapun kata ‘ngerukiah’ mengalami penyingkatan prefiks me(N) yaitu morf me- tergantikan morf nge-, yang mana seharusnya ‘merukiah’ menjadi ‘ngerukiah’. Kedua kata yang mengalami kesalahan penggunaan prefiks tersebut terjadi bisa dikarenakan pengaruh bahasa daerah dan pencampuradukan ragam lisan dan ragam tulisan sehingga menghasilkan penggunaan kata yang salah.

Perbaikan untuk kata ‘ngakunya’ dapat dengan cara mengganti imbuhan ng- menjadi prefkis me(N) yaitu morf meng-, sehingga menghasilkan kata ‘mengaku’ sebagai ganti dari kata ‘ngakunya’. Adapun perbaikan kata ‘ngerukiah dapat dengan cara mengganti imbuhan nge- menjadi prefkis me(N) yaitu morf me-, sehingga menghasilkan kata ‘merukiah’ sebagai ganti dari kata ‘ngerukiah’.

3. Kesalahan penggunaan simulfiks pada kata ‘merhatiin’

Gambar 3. Unggahan Lambe Turah (09-08-21) Dok. Lambe Turah
Gambar 3. Unggahan Lambe Turah (09-08-21) Dok. Lambe Turah
Kata ‘merhatiin’ mengalami kesalahan dalam peluluhan fonem. Kata ‘merhatiin’ merupakan bentukan dasar dari kata ‘perhati’, yang seharusnya tidak diluluhkan, kata ‘merhatiin’ seharusnya ‘memperhatikan’. Selain peluluh fonem terjadi juga kesalahan penggunaan afiksasi, yang mana kata ‘merhatiin’ mengalami salah penggunan simufliks. 

Kata ‘merhatiin’ mengalami penyimpangan dalam pemberian dua imbuhan pada kata dasar perhati. Seharusnya imbuhan yang tepat digunakan pada kata ‘perhati’ ialah dua gabungan prefiks mem- dan sufiks –kan, bukan malah fonem awal /p/ diluluhkan dan diganti fonem /m/ serta sufiks yang digunakan malah sufiks serapan dari bahasa asing yaitu –in. Penyebab kesalahan penggunaan afiksasi ini yaitu dikarenakan pencampuradukan ragam lisan dan ragam tulisan sehingga menghasilkan penggunaan kata yang salah.

Perbaikan untuk kata ‘merhatiin’ dapat dengan cara mengganti tidak meluluhkan fonem awal /p/, menambahkan simulfiks mem-kan pada kata dasar perhati. Sehingga menghasilkan kata ‘memperhatikan’ sebagai ganti dari kesalahan kata ‘merhatiin’. 

SIMPULAN

Kesalahan berbahasa harus diakui sangatlah sulit dihindari apalagi mengingat sebagian orang tidak memiliki kepekaan terdahap penyimpangan bahasa yang terjadi disekitar dan cenderung mengabaikan ketentuan bahasa yang telah dirumuskan. Hal tersebut dibuktikan dari masih adanya kesalahan berbahasa yang terjadi dalam unggahan Lambe Turah, utamanya kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi yaitu afiksasi yang meliputi prefiks (imbuhan awal), infiks (sisipan), sufiks (imbuhan akhir), konfiks (imbuhan awal akhir), dan simulfiks (imbuhan gabungan).

Dalam pembahasan ini dari beberapa jenis afiksasi yang telah disebutkan diatas, ditemukan 3 jenis afiksasi yaitu perfiks, sufiks, dan simulfiks yang mengalami kesalahan dalam penggunaannya. 

Dengan kasus penyimpangan, antara lain 2 kasus prefiks pada kata ngakunya dan ngerukiah, 1 kasus sufiks pada kata jadiin, serta 1 kasus simulfiks pada kata merhatiin. Kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi afiksasi tersebut disebabkan oleh kontaminasi bahasa asing yang biasanya terjadi pada orang bilingual (menguasi dua bahasa dengan baik), pengaruh bahasa daerah. serta pencampuradukan ragam lisan dan ragam tulisan sehingga menghasilkan penggunaan kata yang salah.

Mungkin pembahasan ini belum mampu memberikan suatu strategi untuk mengelakkan atau menghindari kesalahan berbahasa secara mutlak di masyarakat. Namun setidaknya dapat memberikan sedikit kontribusi sebuah pemahaman mengenai kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi. Hal tersebut dirasa lebih baik ketimbang tidak melalukan apapun dan membiarkan penyimpangan bahasa itu terjadi, yang mana jika tetap bersikap sepeti itu tidak menutup kemungkinan akan berdampak pada rusaknya bahasa Indonesia karena kurangnya pemeliharaan dan pelestarian terhadap bahasa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyono, Iyo. 2016. Bahasa Indonesia Serba-Serbi Problematika Penggunaannya. Bandung: Yrama Media. 

Rumilah dan Cahyani. 2020. Struktur Bahasa;Pembentukan Kata Dan Morfem Sebagai Proses Morfemis Dan Morfofonemik Dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia. Vol. 08: 1.

Setyawati, Nanik. 2013. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia Teori dan Praktik. Surakarta:Yuma Pressindo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun