Mohon tunggu...
iis laila
iis laila Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Pemikiran Ekonomi Islam menurut Mazhab Iqtishaduna

24 Februari 2018   19:28 Diperbarui: 24 Februari 2018   20:07 2673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iqtishad bukan hanya sekedar terjemahan dari ekonomi. Iqtishad berasal dari kata bahasa arab qashd, yang secara harfiah berarti "ekuilibrium" atau "keadaan sama, seimbang, atau pertengahan". Sejalan dengan itu, maka semua teori yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Sebagai gantinya, mazhab ini berusaha untuk menyusun teori-teori baru yang langsung digali dan dideduksi dari Al-Qur'an dan Sunnah.

Mazhab ini dipelopori oleh Baqir As-Sadr dengan bukunya yang fenomenal: Iqtishaduna (ekonomi kita). Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang lainnya Islam.

Menurut pemikiran As-Sadr bahwa dalam mempelajari ilmu ekonomi harus dilihat dari dua aspek, yaitu aspek philosophy of economics atau normative economics dan aspek positive economics. Contoh dari aspek positive economics, yaitu mempelajari teori konsumsi dan permintaan yang merupakan suatu fenomena umum dan dapat diterima oleh siapa pun tanpa dipengaruhi oleh ideologi. Dalam teori konsumsi dirumuskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suatu barang adalah tingkat pendapatan, tingkat harga, selera, dan faktor-faktor non-ekonomi lainnya. Berdasarkan hukum permintaan (law of demand) bahwa ada korelasi yang negatif antara besarnya tingkat harga barang dengan jumlah barang yang diminta asumsi cateris paribus. Jika harga barang naik jumlah barang yang diminta akan turun dan sebaliknya. Fakta ini terjadi pada konteks ekonomi dimana pun dan oleh siapa pun tanpa melihat latar belakang sosial, budaya, agama, politik, dan sebagainya.

Adapun dari aspek phylosophy of economics yang merupakan hasil pemikiran manusia, maka akan dijumpai bahwa tiap kelompok manusia mempunyai ideologi, cara pandang dan kebiasaan (habit) yang tidak sama. Persoalan kepantasan antara satu anggota masyarakat dengan anggota lainnya atau antara satu golongan masyarakat dengan golongan lainnya masing-masing memiliki batasan atau definisi sendiri. Makan sambil berdiri dan menggunakan tangan kiri merupakan hal yang pantas dan biasa di masyarakat Eropa, namun lain halnya pada masyarakat di Indonesia. Dalam pandangan Islam bahwa sesuatu diaggap 'pantas' manakala hal itu dianjurkan dalam Islam dan sesuatu dianggap 'tidak pantas' jika hal itu dicela dan dilarang menurut syariah.

Ada kesenjangan secara terminologis antara pengertian ekonomi dalam perspektif ekonomi konvensional dengan pengertian ekonomi dalam perspektif syariah Islam sehingga perlu dirumuskan ekonomi Islam dalam konteks syari'ah Islam. Pandangan ini didasarkan pada pengertian dari Ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa masalah ekonomi timbul karena adanya masalah kelangkaan sumber daya ekonomi (scarcity) dibandingkan dengan kebutuhan manusia yang sifatnya tidak terbatas. Dalam hal ini Madzhab Baqir As-Sadr menolak pengertian tersebut sebab dalam Islam telah ditegaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan makhluk di dunia ini termasuk manusia dalam kecukupan sumber daya ekonomi sebagaimana ditegaskan melalui firman-Nya dalam Surah Al-Furqan (25) ayat 2:

"Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya."

Selain itu, menurut mereka perbedaan filosofi akan berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas. Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur'an surat Al-Qamar ayat 49:

"Sungguh telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya."

Dengan demikian, karena segala sesuatunya sudah terukur dengan sempurna, sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia.

Pendapat bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas juga ditolak. Contoh: Manusia akan berhenti minum jika dahaganya sudah terpuaskan. Oleh karena itu, mazhab ini berkesimpulan bahwa keinginan yang tidak terbatas itu tidak benar sebab pada kenyataannya keinginan manusia itu terbatas. (Bandingkan pendapat ini dengan teori Marginal Utility, Law of Diminishing Returns, dan Hukum Gossen dalam ilmu ekonomi).

Mazhab Baqir berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya, sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun