Kamu kan sudah besar, mengalah dong sama adik!
Pandemi mengajarkan kita untuk lebih memahami karakter anak. Kita juga lebih mengetahui seberapa peran kita sebagai orang dewasa dalam memberikan peran stimulasi perkembangan yang sebelumnya dipegang oleh sekolah.Â
Bertengkar adalah rutinitas yang akan selalu hadir mengisi hari. Kakak yang tidak mau mengalah untuk kesekian kalinya dan adik yang selalu memaksa agar permintaannya selalu dituruti. Orangtua hanya bisa menguatkan kesabaran menghadapi keadaan tersebut. Pusing sudahlah pasti.
Penyebabnya sepele hanya karena berebut mainan. Sudah tidak terhitung lagi seberapa banyaknya mainan yang ada dalam keranjang, namun tetap saja berapapun banyak dan beragamnya jenis mainan yang ada, kakak dan adik akan berebut mainan yang sama.Â
Kalau sudah begini tidak ada yang mau berbagi ataupun mengalah. Pada akhirnya munculah suara teriakan disambung suara tangisan yang memekakkan hati dan pikiran.
Bukan hal yang menyenangkan memang menghadapi pertengkaran, terlebih pada anak-anak yang masih berusia dini, dimana karakteristik anak usia dini adalah sifat egosentrisnya yang tinggi. Maka tidak mengherankan jika pertengkaran sering terjadi antara kakak dan adik.
Jika dilogika tentulah kita mengharapkan kakak untuk mengalah terhadap adiknya dengan alasan yang sangat wajar, yaitu karena ia lebih besar dan adik masih kecil. Lebih besar dianggap sudah sewajarnya untuk selalu mengalah pada adiknya.Â
Tapi di sisi lain terdapat perasaan jengkel karena adiknya mengambil alih kebahagiaan yang sebelumnya dimiliki oleh kakak. Secara spontan adik juga memperlihatkan kemenangan di depan kakaknya, seolah-olah hak menjadi seorang anak hilang karena hadirnya seorang adik di tengah-tengah kehidupannya.
Kakak selalu dituntut memberikan semuanya pada adiknya, sehingga perasaan iri dan pilih kasih menancap dalam hatinya. Bentuk iri hati pada kakak terluapkan dalam berbagai bentuk perilaku, sehingga kemarahan orangtua sudahlah pasti terjadi. Kakak selalu menjadi pelampiasan kemarahan. Akhirnya suasana rumah menjadi berubah dan sangat tidak menyenangkan.
Itulah mengapa perlu adanya pemahaman orangtua terhadap karakter anak. Ada baiknya orangtua menjelaskan kepada anak situasi khusus yang telah terjadi dalam kehidupan mereka.Â
Beri kasih sayang dan cinta yang adil, walaupun hal tersebut hanyalah sebuah perhatian kecil, tanpa disadari hal tersebut sangatlah berkesan dalam diri anak.Â
Pemahaman kecil tersebut dapat membentuk pola pikir anak tentang konsep berbagi dan bersikap adil. Selain itu juga membiasakan untuk mendengar terlebih dahulu penjelasan yang ingin disampaikan, jangan terburu-buru untuk memarahi anak ataupun langsung memberikan hukuman.
Jika kakak diberi kepercayaan untuk menjaga adik dan tidak sengaja telah melakukan suatu kesalahan, marah memang tindakan yang tepat, agar anak mengerti kesalahan yang terjadi.Â
Namun tidak semuanya menjadi salahnya kakak, sehingga menjadi bahan kemarahan yang tidak ada hentinya. Latih diri untuk dapat mengendalikan emosi, latih juga hati anak agar mampu mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas amanah yang dimiliki.Â
Seiring kedewasaannya, kita akan tahu bahwa peran kita hanya sebagai motivator dan fasilitator saja, hanya sebatas mengarahkan anak untuk dapat berkembang menjadi lebih baik. Dan pada saatnya nanti kita sadari dalam diri seorang anak terdapat sebuah bakat kepemimpinan yang sangat besar yang telah tertanam sedari dini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H