Mohon tunggu...
Ira SagitaDewi
Ira SagitaDewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mempelajari dan mencoba hal-hal baru

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengapa Pencatatan Perkawinan Penting untuk Dilakukan?

29 Maret 2023   20:35 Diperbarui: 29 Maret 2023   21:28 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa sih Hukum Perdata Islam di Indonesia?

Hukum perdata islam di Indonesia adalah salah satu hukum positif yang berlaku dan berkembang di Indonesia yang berkaitan dengan hukum perkawinan, kewarisan, dan pengaturan masalah kebendaan, dan hak-hak atas benda, aturan jual beli, pinjam meminjam, persyarikatan (kerjasama), pengalihan hak dan segala yang berkaitan dengan transaksi yang sumber hukumnya bukan hanya merujuk pada hukum positif Indonesia namun juga merujuk pada hukum syar'i atau Islam. Hukum ini juga mengatur segala hal yg berkaitan dengan hukum yg mengatur hubungan orang perorangan di kehidupan masyarakat yg sesuai dengan syariat islam yg ada di indonesia.


Prinsip Perkawinan Menurut UU No. 1 tahun 1974 dan KHI

Prinsip asas perkawinan menurut UU No. 1/1974 adalah: (1) Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal,(2) Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing, (3) Asas monogami, (4) Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya, (5) Mempersulit terjadinya perceraian, (6) Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang.

Prinsip Pertama dan Keempat , Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dan Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya yaitu dijelaskan dalam Q.S. Al-Rum:21 berbunyi; "Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya diantara mu rasa kasih saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya bagi kaum yang berfikir". Prinsip kedua, Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing terdapat penjelasan dalam QS. an-Nisa: 3 yang berbunyi; "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinlah dengan wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga, empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil maka kawinlah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya".

Prinsip kelima sesuai dengan Hadits Rasul yang berbunyi: "Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian". (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi). Dan, Asas keenam sejalan dengan firman Allah: "(karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan dan bagi para wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan" Dari sisi ini bisa dipahami, perkawinan sebagai langkah awal untuk membentuk keluarga yang selanjutnya kumpulan keluarga inilah yang akan membentuk warga masyarakat yang pada kompilasi hukum Islamnya membentuk sebuah negara. 

Dapatlah dikatakan jika perkawinan itu dilangsungkan sesuai dengan peraturan agama dan perundang-undangan maka bisa dipastikan akan terbentuk keluarga-keluarga yang baik.

Pentingnya Pencatatan Perkawinan

Pencatatan pernikahan sangatlah penting sesuai dengan peraturan yang berlaku terutama di Indonesia. Pernikahan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama itu tidak punya kekuatan hukum, sehingga jika suatu saat mereka berdua punya permasalahan yang berkenaan dengan rumah tangganya seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, warisan, perebutan hak asuh anak dan lainnya, pihak kantor urusan agama dan pengadilan agama tidak bisa memutuskan bahkan tidak bisa menerima pengaduan mereka berdua yang sedang punya masalah. Seorang anak yang terlahir dari keluarga yang dilaksanakan melalui kawin siri juga tidak mendapatkan pengakuan sebagai anak yang sah karena dianggap sebagai anak luar nikah dan akibatnya sang anak tidak mendapatkan akte kelahiran juga sulit untuk mendapatkan hak warisnya.

Akibat yang dapat terjadi jika perkawinan tidak dicatatkan yaitu, secara sosiologis pasti akan terjadi ketidak nyamanan dalam lingkungan masyarakat salah satunya banyak warga yang menggunjing dan memberikan pandangan yang negatif terhadap pernikahan tersebut. Secara yuridis perkawinan yang tidak dicatatkan akan sangat merugikan pihak perempuan dan anak karena tidak dapat memperoleh hak-hak dalam perkawinan sebab tidak terjamin oleh hukum karena tidak tercatat sesuai Undang-Undang yang berlaku. Secara religius apabila pernikahan tersebut putus atau terjadi perceraian maka pihak istri tidak dapat menuntut hak gono-gini nya juga sang anak tidak dapat mendapatkan hak waris dari sang ayah.


Pendapat Ulama dan KHI Mengenai Pernikahan Wanita Hamil

Mayoritas ulama Jumhur cenderung membolehkan dan sebagian ulama menolaknya. Menurut Imam Syafi'i, hukumnya sah menikahi wanita hamil akibat zina, baik yg menikahi itu laki-laki yang menghamilinya maupun bukan yg menghamilinya. Dengan alasan wanita hamil akibat zina tidak termasuk golongan wanita yg diharamkan dinikahi.
Menurut Imam Hanafi, hukumnya sah menikahi wanita hamil yg menikahinya laki-laki yg menghamilinya, karna wanita hamil akibat zina termasuk golongan wanita-wanita yang haram dinikahi. Dalil nashnya terdapat dalam (QS. An Nisa: 22,23, dan 24).  Menurut Imam Malik, hukum tidak sah menikahi wanita hamil akibat zina, meskipun yg menikahi laki-laki yg menghamilinya. Bila akad tetapi dilakukan, akadnya fasid dan wajib difasakh.

Ketentuan hukum perkawinan wanita hamil dalam Pasal 53 KHI memperbolehkan menikahi wanita hamil. Boleh dalam hal ini diartikan bahwa diperbolehkan menikahi tetapi hanya dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya, sebagaimana tercantum dalam ayat (1). Dalam Kompilasi Hukum Islam ditetapkan bahwa seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya, tanpa harus menunggu kelahiran anak yang ada dalam kandungannya terlebih dahulu.


Hal-hal Yang Dilakukan Untuk Menghindari Perceraian

1. Saling menjaga komunikasi dengan pasangan
Dengan adanya komunikasi yang baik merupakan kunci utama suatu hubungan dan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, pasangan harus lebih terbuka dan jujur mengenai permasalahan rumah tangga.

2. Menghargai dan memperlakukan pasangan dengan baik
Menghargai dan memperlakukan pasangan dengan baik harus dilakukan dalam rumah tangga jangan pernah menyinggung atau merugikan pasangan

3. Menghindari tindakan kekerasan
Faktor yang bisa menyebabkan perceraian salah satunya adalah terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Jangan sekali-kali melakukan kekerasan jika ingin rumah tangga awet dan langgeng.

4. Menghindari sikap egois
Jangan selalu memikirkan kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan pasangan. Dengan saling pengertian dapat menjada keharmonisan rumah tangga.

5. Memperbaiki kesalahan dengan jujur dan tulus
Jika terjadi konflik atau salah paham dengan pasangan, sebaiknya cepat berbaikan dan meminta maaf, memperbaiki kesalahan dengan jujur dan tulus. Jangan menyimpan dendam atau kemarahan yang bisa mengganggu keharmonisan rumah tangga.


HUKUM KEWARISAN ISLAM

Buku tulisan  Dr. H. Akhmad Haries, S.Ag., M.S.I yang memiliki judul "HUKUM KEWARISAN ISLAM (Edisi Revisi)" mendeskripsikan  Kajian Hukum Kewarisan yang difokuskan pada pembahasan Hukum perkawinan dan kewarisan. Dimulai dari tinjauan tentang Hukum Kewarisan Islam, Macam ahli waris, Penyelesaian warisan, Perhitungan warisan yang menyimpang, Perhitungan waris dalam kasus tertentu, Hukum waris dan wasiat, Kewarisan dalam KHI, dan Gagasan pembaruan warisan. Dengan tercetaknya buku ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya menjadi bahan pembelajaran bagi para akademisi, praktis hukum dan masyarakat umum yang ingin mempelajari setiap kajian Hukum Kewarisan Islam dalam ruang lingkup hukum kewarisan. Hukum Kewarisan Islam dalam kajian fiqh menjadi salah satu disiplin ilmu. Hukum Kewarisan Islam dalam makna yang luas sebagai seluruh Kalamullah dan sabda Rasulullah SAW mencakup perintah dan larangan. Adanya perintah dan larangan tertentu menunjukkan adanya  tata tertib di dalam alam ciptaan-Nya, sehingga Hukum Islam memiliki kajian yang sangat luas seperti hukum perkawinan dan hukum waris.  

Buku Hukum Kewarisan Islam (Edisi Revisi) ini berisikan tentang gambaran umum hukum kewarisan islam, sumber hukum kewarisan Islam, asas-asas kewarisan, syarat, rukun dan penghalang kewarisan, macam-macam ahli waris dan cara pembagiannya, penyelesaian pembagian warisan apabila ahli waris hanya terdiri dari Ashabul Furudh (penyelesaian dengan cara 'au dan radd), perhitungan pembagian warisan yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku, perhitungan pembagian warisan bagi ahli waris yang mempunyai kasus tertentu, hibah, wasiat, dan wasiat wajibah, kewarisan dalam kompilasi hukum Islam (KH), dan beberapa gagasan pembaharuan dalam pembagian warisan. Yang mana dari setiap Bab terdapat sub-sub bab dan penjelasannya masing-masing.

Setelah membaca buku yang berjudul "Hukum Kewarisan Islam (Edisi Revisi)" yaitu saya mendapatkan inspirasi mengenai bagaimana pembagian waris yang benar, adil, dan sesuai hukum agama islam di Indonesia. Dengan adanya buku ini saya dapat memahami macam-macam pembagian warisan yang sebelumnya saya hanya sekedar tahu bahwa terdapat syarat pembagian warisan tapi sekarang saya jauh lebih paham mengenai siapa saja dan berapa bagian-bagian warisan yang didapat sesuai hukum Islam.

Ira Sagita Dewi 212121117

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun