Sepanjang perjalanan, sambil melihat pemandangan kelapa sawit yang terhampar luas saya pun terus berpikir dan berkata-kata sendiri. "Kebun sawit yang begitu terhampar luas sepanjang perjalanan dari area Telupid sampai Tawau itu semua di olah oleh orang Indonesia, seandainya orang Indonesia dipulangkan oleh pemerintah dan tak boleh lagi bekerja sebabagai buruh sawit di Malaysia, maka semua perekonomian malayisa akan lumpuh" dalam pikiranku sambil terus menyetir mobil yang terus melaju.
Memang jika kita lihat semua perkebuanan sawit yang begitu luas semuanya digarap oleh orang Indonesia  terutama dari daerah Sulawesi dan Indonesia bagian timur. Mereka terpaksa harus bekerja sebagai buruh kelapa sawit dengan alasan hanya satu "untuk mencari sesuap nasi". Padahal jika hanya ingin menjadi buruh kasar seperti itu di Indonesia pun banyak dan kenapa mereka tidak mau mengolah apa yang ada di negerinya sendiri.Â
Sementara mereka bekerja di negeri orang yang pemerintah Malaysia sendiri tidak begitu peduli dengan pendidikan anak-anak Indonesia, pemerintah Malaysia hanya butuh tenaganya saja.
Sungguh sangat ironi memang, Indonesia yang begitu luas dan subur tetapi masyarakatnya tidak bisa mengolahnya sendiri dan malah memajukan negeri orang lain. Padahal jika dibandingkan dengan Indonesia dari kekayaan alam dan sumber daya manusia sebetulnya Malaysia tidak ada apa- apanya. Indonesia mempunyai sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang sangat bagus.Â
Terlihat begitu banyak orang Indonesia yang bekerja di bebarapa perusahaan bagus di negera- negara lain. Saya sering berbincang dengan orang Malaysianya  sendiri, sebetulnya mereka mengakui akan potensi orang Indonesia. katanya orang Indonesia pekerja keras, ulet dan mau bekerja apapun baik pekerjaan kasar maupun ringan
Di Malaysia yang mengerjakan bangunan, buruh-buruh sawit dan industri kreatif rata-rata dari Indonesia. Sementara orang Malaysia sendiri cenderung lebih memilih pekerjaan yang ringan seperti berdagang, menjadi pegawai kerajaan serta pegawai kantoran. Karena mereka merasa bahwa kerajaan sudah menjamin hidupnya dari mulai rumah, pendidikan dan tunjangan kurang mampu.
Warga Malaysia yang berpenghasilan kurang dari 1000 Ringgit, mereka mendapat bantuan dari pemerintah. Begitu pun sekolah, semua warga bisa bersekolah sampai jenjang SMA serta perguruan tinggi dengan mengajukan pinjaman dari kendaraan. Juga bantuan rumah yang disubsidi oleh pemerintah untuk warga yang berpenghasilan rendah.
Karena seperti yang dikatakan tadi, mereka hanya butuh tenaga untuk bekerja di perusahaan kelapa sawitnya dan tidak peduli dengan pendidikan anak-anak Indonesia. Benar-benar seperti pada zaman kolonialisme Belanda yang orang Indonesianya tidak boleh belajar dan pintar. Mereka berpikir jika orang Indoensia sekolah dan kemudian pintar maka tidak akan mau lagi bekerja sebagai buruh sawit untuk mereka.
Perjalanan mengantar soal cukup menguras tenaga karena lumayan menghabiskan waktu sampai 3 hari dua malam. Saya beserta tim terpaksa harus menginap. Banyak  sekali pelajaran  positif selama melaukan perjalanan mengantar soal ke seluruh CLC yang ada di Sabah dan jumlahnya mencapai  ratusan.  Begitu berat perjuangan teman -teman guru ladang untuk mencerdaskan anak bangsa. Â
Puluhan ribu orang Indoensia rela meninggalkan tanah air hanya untuk menjadi buruh kelapa sawit di negeri tetangga dengan alasan untuk mencari sesuap nasi. Padahal negerinya sendiri begitu luas dan subur.Â