Oleh iin solihin : Ketua Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN) Bogor
Terkuaknya kasus dugaan pungutan liar (Pungli) dalam pengurusan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh Badan Pengelolaan dan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor, menuai kecaman.Â
 Kecurangan terkait BPHTB tidak sesuai peraturan daerah (Perda) Kabupaten Bogor nomor 15 tahun 2010 serta Peraturan Bupati (Perbup) nomor 78 tahun 2010 dan UU nomor 28 tahun 2010 tentang BPHTB.
Menyikapi itu, Ketua DPD Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) Bogor Raya, Iin Solihin mengatakan, secara hirarki peraturan harus berjenjang dan aturan turunan tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya,Â
Namun Hebat nya BAPPENDA Kabupaten Bogor bisa memproduksi aturan Tehnis yang bertentangan dengan Perda dan UU serta perpres dalam penerapan nya, Namun perlu diketahui masyarakat oknum-oknum tersebut sangat kebal hukum, terbukti sampai kini belum ada yang berani memenjarakan mereka, untuk itu pihak arun akan mencoba 1 langkah lagi yaitu melaporkan nya ke pada KPK-RI.. nanti kita liat hasil nya, karena masyarakat terus memantau semua ini.Â
"Saya ambil contoh UU nomor 28 tahun 2009 pasal 87 ayat 2 poin a menyebutkan jika penetapan pajak BPHTB Â dari "jual beli dari harga transaksi" dan Pasal 90 (1) Saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ditetapkan untuk: a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani nya akta jual beli,"Â
Menurutnya, ini selaras dengan Peraturan Daerah No 15 tahun 2010, namun ketika dalam pelaksaan tehnis nya hasil dari beberapa Laporn masyarakat kepada ARUN dan ditindak lanjuti Dengan investigasi tidak selaras, kasus kurang bayar yang menjadi modus operandi oknum terkait membuat terkejut karena penetapan oleh BAPPENDA Kabupaten Bogor, adalah didasari Harga Pasar dan atau harga taksiran.
Unik nya lagi penetapan tersebut dapat dinegosiasikan, bisa masyarakat bayangkan penetapan hasil perhitungan dapat dinegosiasikan pembayarakan nya, bukan kah ini sama saja tidak ada kepastian hukum dan akan merusak dan membuat rancu sistem keuangan serta akan menjadi kendala dalam menginventarisir pemasukan pemerintah dari sektor tersebut, dan banyak lagi dampak negatif lain nya.
"Sementara, pihak Bappenda berdasarkan hal tersebut mengatakan saat kami meminta klarifikasi, pihak
bappenda berlindung dengan PERBUP No 78 th 2010 tegasnya, Iin juga berpesan, yang harus masyarakat ketahui jika benar peraturan bupati tersebut memberatkan karena mark-up dari NJOP variatip namun bisa mencapai 300%.
Dalam hal ini pemerintah pusat pun justru sedang membidik aturan-aturan yang berlawanan untuk dihapuskan karena mempersulit investasi masuk, namun dari apa yang kami pelajari tidak ada satupun dari PERDA yang bertentangan dengan UU/Permen, maka dalam hal terkait presiden instruksikan Mendagri untuk mengevaluasi regulasi yang tidak sejalan.
Dan ini merupakan Pidana penyalah gunaan kewenangan yang berakibat merugikan masyarakat, Namun KKN seperti nya sudah hal hang ladzim di instansi BAPPENDA ini, satu contoh Kepala Bappenda kab.bogor (Ad)dengan terang-terangan melibatkan anak dan menantunya untuk berperan aktif diinstansi tersebut dengan mengangkat nya menjadi tenaga Honorer awalnya dan pemerintah daerah diam seribu bahasa, dampak nya hal ini pun dicontoh oleh Kepala dinas Perdagin kab.Bogor (DC) yang juga melibatkan anak nya diinstansi yang dipimpin nya, jika hal-hal ini dibiarkan maka sama saja mengankangi Hukum yang ada dan mengembang membiakkan KKN dengan subur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H