Mohon tunggu...
iin nuraeni
iin nuraeni Mohon Tunggu... Guru - seorang ibu yang menyukai anak-anak, suka menulis, dan ingin terus belajar.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Takdir Cinta yang Kupilih

2 Oktober 2022   14:58 Diperbarui: 2 Oktober 2022   15:04 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ketika berbicara tentang pernikahan, Allah mengatakan bahwa pasanganmu ibarat pakaian untukmu. Sebuah pakaian bisa jadi pas atau kurang pas. Tapi bagaimanapun juga, pakaian akan menutupi, melindungi dan mempercantik ketidaksempurnaan."

Namaku Daniar, usiaku sudah beranjak dua puluh satu dan kuliahkupun hampir selesai, kegemaranku adalah membaca, menulis, dan kumpul bareng teman kampusku, dan kadang juga kumpul bareng teman SMA ku, perjalanan hidupku berjalan hampir sempurna, artinya aku memiliki keluarga yang sangat menyayangiku, Ayahku seorang pengusaha, sedangkan bunda adalah karyawan sebuah kantor perbankan ternama di daerahku, walaupun aku anak tunggal, namun ayah dan bundaku tak memanjakanku, mereka selalu berpesan agar aku menjadi anak yang mandiri, percaya diri, jujur, tangguh, dan senantiasa ada dalam koridor Islam, ayah dan bunda yang selalu memberikan nasehat sekaligus contoh bagaimana menjalani beragam problematika, aku sangat bersyukur dengan segala anugerah terindah ini.

Sejak kecil hingga aku hampir menyelesaikan kuliah, ayah dan bunda sangat memperhatikanku, sampai aku tak memiliki kesempatan untuk mengharapkan perhatian dan kasih sayang dari lelaki manapun, ayah adalah lelaki pertama yang mencintaiku tanpa syarat, dan akupun bermimpi memiliki suami yang penuh kasih dan sayang seperti ayah.

Hidup adalah sebuah perjalanan, suka dan duka akan datang silih berganti, dan kita harus memiliki jiwa yang besar dalam menghadapinya, pun denganku, ketika ayah harus kembali ke Sang Pemilik jiwa dan raga, kesedihan yang berkepannjangan dengan di tinggal oleh seseorang yang selalu memberikan motivasi dan inspirasi, seseorang yang begitu aku hormati, seseorang yang mencintaiku tanpa syarat, cinta pertamaku, dan sejak kepergian beliau, rasanya dunia ini begitu sepi. Begitupun dengan bunda, beliau sangat terpukul dengan kepergian belahan jiwa, tugasku kini adalah menemani dan menghibur bunda, dan aku bersyukur bunda memiliki kesibukan jadi bunda bisa sedikit menghilangkan kesedihan karena di tinggal ayah, dan dengan berjalannya waktu, dengan berbekal ilmu yang aku tempuh di perkuliahan aku bekerja di sebuah kantor pemerintahan di daerahku, walaupun masih bersetatus tenaga honorer, aku bersyukur Allah masih memberikanku kesempatan untuk terus berkarya.

                                                  ***

Setahun sudah aku berkerja dan selama itu pula aku mampu melaksanakan tugas-tugasku dengan baik, sampai akhirnya jabatankupun bisa merangkak dengan baik, dan di posisi inilah aku bertemu dengan Mas Royhan, teman sekantorku menganggap dia seseorang yang aneh, kaku, dan kolot.

Siang ini aku ada tugas keluar untuk survei lapangan terkait proyek perbaikan jalan, dan aku harus berkerjasama dengan Mas Royhan, sepanjang perjalanan aku tak mendengar sepatah katapun keluar dari mulutnya, dia hanya diam dan fokus ke depan, dan akupun tak ingin mengganggunya karena jalanan sedang macet, aku lihat dari kaca spion yang tergantung diatas kami, aku dapat melihat kalau dia adalah seorang pekerja keras, dan bertanggung jawab. Aku coba putar sebuah lagu kesukaanku uantuk mengurangi kekakuan diantara kami, dan selama aku memutarkan beberapa lagu, aku mendengar sebuah dendangan lagu walau perlahan sekali, ya mungkin sepontanitas saja, namun ketika dia merasa aku memperhatikanya, maka diapun berhenti dan aku melihat wajahnya yang putih memerah seolah merasa malu.

Bekerja dengannya memang sangat membosankan, tak ada percakapan apalagi gurauan, seringkali aku merasa bosan, dan aku mencoba mencairkan suasana dengan percakapan singkat...

"Pak, bapak bertempat tinggal dimana?" tanyaku penuh kehati-hatian.

"Ibu bertanya ke saya?" tanyanya, dan akupun hampir saja tertawa karena di  mobil hanya kami berdua, hemmm.

"Ya kesiapa lagi Pak" jawabku sembari menutup mulutku untuk menahan tawa.

"Saya dari desa, dan mungkin Bu Daniar tak pernah tahu nama desaku, jadi saya anggap tidak penting juga saya sebutkan" sahutnya sambil pandangannya jauh ke depan tanpa ekpresi.

Ya Allah, manusia model apa Pak Royhan ini, namun semakin lama aku semakin tertarik, dan ingin tahu lebih jauh lagi.

Percakapan kali ini tidak menghasilkan informasi apapun tentang dia, dan aku akan terus berusaha untuk mengetahui siapa dia sebenarnya.

                                          ***

Sejak siang hingga sore hari hujan turun dengan derasnya, sambil menunggu hujan reda,  aku mengemasi beberapa berkas yang aku tumpuk di sudut ruangan, satu persatu aku baca dan aku pilah berkas yang harus aku simpan dan mana yang harus aku singkirkan, agar tidak tercampur baur antara berkas penting dan berkas yang kurang penting, di tumpukkan paling bawah aku melihat sebuah map berwarna biru tua yang menarik dan tangankupun meraih untuk aku baca, aku tertegun di dalamnya adalah CV nya Pak Royhan, ternyata dia sarjana teknik yang memiliki segudang prestasi, dan lulusan terbaik dari kampusnya, rasa penasarankupun mengajakku untuk membaca ke riwayat hidupnya, ternyata dia anak pertama dari tiga bersaudara, ayahnya pensiunan dari sebuah instansi dan ibunya seorang ibu rumah tangga, segera aku catat alamatnya, aku takut ketahuan, segera  aku rapikan kembali semuanaya, namun berkas Pak Royhan aku simpan rapi di laci meja kerjaku.

Semakin lama aku semakin tertarik dengan kedinginnnya, dengan segala kedisiplinannya, sehingga dia menghasilkan pekerjaan yang nyaris sempurna, aku jadi banyak belajar darinya.

                                                          ***

Sudah dua hari  aku kesepian, kehadiran Pak Royhan yang selalu kau tunggu, gelisah, resah, walau aku tahu, dia tak akan peduli denganku, aku mencoba menghubungi lewat ponsel pribadinya, namun hanya terdengar tut-tut-tut saja, tanpa ada keinginan untuk mengangkatnya, aku pun bertanya kepada rekan kerjaku, namun mereka tak ada yang tahu, yang ada mereka mengolok-olokku kalau aku kangen, hemmmm [memang ya].

Dua hari tak melihatnya, serasa dua minggu, dan aku berharap diapun merasakan perasaan yang sama kepadaku hemmm.

Sabtu pagi aku bergegas menuju garasi dan menghidupkan mesin, langkahku menuju dapur untuk sarapan dan menemui bunda untuk minta ijin ada acara ke rumah teman. Dengan ijin bunda dan bekal alamat Pak Royhan. Mobil aku lajukan ke arah alamat yang tertera di kertas putih ini, tidak sulit mencari alamat yang aku tuju dengan bantuan aplikasi dari ponsel aku bisa menemukan alamat yang aku cari, dan setelah beberapa menit kemudian, aplikasi berbunyi alamat yang anda tuju ada di sebelah kiri, segera aku tepikan mobilku, aku pandang dari jauh, sebuah rumah yang sederhana dan asri dengan halaman yang cukup luas,dan aku melihat Pak Royhan yang sedang menyiram beragam bunga yang tumbuh di halaman itu, di teras duduklah seorang ibu yang usianya tidak lebih tua dari bunda, dan ada dua anak perempuan yang sedang menyapu teras, ingin rasanya aku turun dan menyapanya, namun aku malu, apa kata orang, ada anak gadis menyatroni rumah seorang lelaki, aku tertunduk beberapa saat, dan aku terperanjak ketika sebuah suara yang menyapaku dengan lembut.

"Bu Daniar, ada disini, sedang mencari rumah siapa?" sapa Pak Royhan yang sudah berdiri di samping pintu mobilku.

"Eengggak ada" jawabku dengan suara terbata,

"Mencari rumah teman" elakku

Aku jadi malu, dan aku merasa wajahku memerah karena malu.

"Mari singgah ke rumahku" ajaknya sambil membuka pintu mobilku, dan aku tak bisa menolak.

Tidak berapa lama, aku dia perkenalkan kepada ibunya dan kedua adiknya, dan ternyata dua hari tidak masuk karena harus menjaga ibunya yang sakit, sedangkan kedua adiknya sedang ujian sekolah, sedangkan ayahnya sudah lama meninggal, jadi dia kini menjadi penanggung jawab untuk ibu dan kedua adiknya, aku jadi terharu, di balik kekakuan dia, banyak sisi baik dalam dirinya, dan itu yang membuat aku tertarik.

Sejak pertemuan itu, kedekatanku dengan Pak Royhan pun semakain dekat, aku tak peduli tentang omongan orang yang selalu bercerita tentang kekurangan Pak Royhan, mereka membandingkan keadaanku dengannya, mereka mengatakan kalau aku tidak sederajat dengannya, namun aku membantahnya, aku merasa dia telah membuka pandanganku, bahwa mengenal seseorang jangan dari luarnya saja, setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan, kekuranganku adalah kelebihannya, dan kekurangannya adalah kelebihanku, aku merasa bahwa Pak Royhan adalah pilihan Allah untukku, walau Pak Royhan berkata "kalau dia tak pantas menjadi pendampingku", namun aku akan berjuang agar aku pantas menjadi pendampingnya, kini dengan rido dari bunda dan ibunya Pak Royhan, kami bisa melewati semua onak dan duri dalam sebuah bingkai yang bernama pernikahan, terima kasih sudah menjadi pendampingku, menjadi lelaki kedua dalam perjalanan hidupku, menjadi seseorang yang dengan sabar mendengarkan keluh kesahku, menjadi seseorang yang senantiasa mendengarkan ocehanku yang tak berujung, menjadi imam dunia akhiratku, semoga cinta kasih ini abadi sampai jannah, amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun