"Saya dari desa, dan mungkin Bu Daniar tak pernah tahu nama desaku, jadi saya anggap tidak penting juga saya sebutkan" sahutnya sambil pandangannya jauh ke depan tanpa ekpresi.
Ya Allah, manusia model apa Pak Royhan ini, namun semakin lama aku semakin tertarik, dan ingin tahu lebih jauh lagi.
Percakapan kali ini tidak menghasilkan informasi apapun tentang dia, dan aku akan terus berusaha untuk mengetahui siapa dia sebenarnya.
                     ***
Sejak siang hingga sore hari hujan turun dengan derasnya, sambil menunggu hujan reda,  aku mengemasi beberapa berkas yang aku tumpuk di sudut ruangan, satu persatu aku baca dan aku pilah berkas yang harus aku simpan dan mana yang harus aku singkirkan, agar tidak tercampur baur antara berkas penting dan berkas yang kurang penting, di tumpukkan paling bawah aku melihat sebuah map berwarna biru tua yang menarik dan tangankupun meraih untuk aku baca, aku tertegun di dalamnya adalah CV nya Pak Royhan, ternyata dia sarjana teknik yang memiliki segudang prestasi, dan lulusan terbaik dari kampusnya, rasa penasarankupun mengajakku untuk membaca ke riwayat hidupnya, ternyata dia anak pertama dari tiga bersaudara, ayahnya pensiunan dari sebuah instansi dan ibunya seorang ibu rumah tangga, segera aku catat alamatnya, aku takut ketahuan, segera  aku rapikan kembali semuanaya, namun berkas Pak Royhan aku simpan rapi di laci meja kerjaku.
Semakin lama aku semakin tertarik dengan kedinginnnya, dengan segala kedisiplinannya, sehingga dia menghasilkan pekerjaan yang nyaris sempurna, aku jadi banyak belajar darinya.
                             ***
Sudah dua hari  aku kesepian, kehadiran Pak Royhan yang selalu kau tunggu, gelisah, resah, walau aku tahu, dia tak akan peduli denganku, aku mencoba menghubungi lewat ponsel pribadinya, namun hanya terdengar tut-tut-tut saja, tanpa ada keinginan untuk mengangkatnya, aku pun bertanya kepada rekan kerjaku, namun mereka tak ada yang tahu, yang ada mereka mengolok-olokku kalau aku kangen, hemmmm [memang ya].
Dua hari tak melihatnya, serasa dua minggu, dan aku berharap diapun merasakan perasaan yang sama kepadaku hemmm.
Sabtu pagi aku bergegas menuju garasi dan menghidupkan mesin, langkahku menuju dapur untuk sarapan dan menemui bunda untuk minta ijin ada acara ke rumah teman. Dengan ijin bunda dan bekal alamat Pak Royhan. Mobil aku lajukan ke arah alamat yang tertera di kertas putih ini, tidak sulit mencari alamat yang aku tuju dengan bantuan aplikasi dari ponsel aku bisa menemukan alamat yang aku cari, dan setelah beberapa menit kemudian, aplikasi berbunyi alamat yang anda tuju ada di sebelah kiri, segera aku tepikan mobilku, aku pandang dari jauh, sebuah rumah yang sederhana dan asri dengan halaman yang cukup luas,dan aku melihat Pak Royhan yang sedang menyiram beragam bunga yang tumbuh di halaman itu, di teras duduklah seorang ibu yang usianya tidak lebih tua dari bunda, dan ada dua anak perempuan yang sedang menyapu teras, ingin rasanya aku turun dan menyapanya, namun aku malu, apa kata orang, ada anak gadis menyatroni rumah seorang lelaki, aku tertunduk beberapa saat, dan aku terperanjak ketika sebuah suara yang menyapaku dengan lembut.
"Bu Daniar, ada disini, sedang mencari rumah siapa?" sapa Pak Royhan yang sudah berdiri di samping pintu mobilku.