"Eengggak ada" jawabku dengan suara terbata,
"Mencari rumah teman" elakku
Aku jadi malu, dan aku merasa wajahku memerah karena malu.
"Mari singgah ke rumahku" ajaknya sambil membuka pintu mobilku, dan aku tak bisa menolak.
Tidak berapa lama, aku dia perkenalkan kepada ibunya dan kedua adiknya, dan ternyata dua hari tidak masuk karena harus menjaga ibunya yang sakit, sedangkan kedua adiknya sedang ujian sekolah, sedangkan ayahnya sudah lama meninggal, jadi dia kini menjadi penanggung jawab untuk ibu dan kedua adiknya, aku jadi terharu, di balik kekakuan dia, banyak sisi baik dalam dirinya, dan itu yang membuat aku tertarik.
Sejak pertemuan itu, kedekatanku dengan Pak Royhan pun semakain dekat, aku tak peduli tentang omongan orang yang selalu bercerita tentang kekurangan Pak Royhan, mereka membandingkan keadaanku dengannya, mereka mengatakan kalau aku tidak sederajat dengannya, namun aku membantahnya, aku merasa dia telah membuka pandanganku, bahwa mengenal seseorang jangan dari luarnya saja, setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan, kekuranganku adalah kelebihannya, dan kekurangannya adalah kelebihanku, aku merasa bahwa Pak Royhan adalah pilihan Allah untukku, walau Pak Royhan berkata "kalau dia tak pantas menjadi pendampingku", namun aku akan berjuang agar aku pantas menjadi pendampingnya, kini dengan rido dari bunda dan ibunya Pak Royhan, kami bisa melewati semua onak dan duri dalam sebuah bingkai yang bernama pernikahan, terima kasih sudah menjadi pendampingku, menjadi lelaki kedua dalam perjalanan hidupku, menjadi seseorang yang dengan sabar mendengarkan keluh kesahku, menjadi seseorang yang senantiasa mendengarkan ocehanku yang tak berujung, menjadi imam dunia akhiratku, semoga cinta kasih ini abadi sampai jannah, amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H