"kak, boleh duduk sini?" tanyaku dengan penuh harapan dan suara yang tenang (aku berusaha tenang).
"Buat apa.......?" Jawab kakakku yang nomer satu (sambil tertawa).
"Kamu di belakang sana, main sama Aisyah!" jawab kakakku yang nomer dua. (Aisyah adalah anak Bi Sumi pembantu kami yang bertugas memasak).
"Aku mau di sini boleh ya Kak?" ratapku dengan suara yang merajuk.
"Enggak ya enggak...." Jawab mereka hampir bersamaan.
Aku beranjak dari kumpulan mereka, kembali aku bermain dengan Aisyah (bermain boneka sambil menonton TV). Hatiku sedih sekali, aku ingin menjerit dan bahkan ingin berteriak sambil memberitahu kalau aku adalah adik mereka, bagian dari keluarga mereka, bukan bagian keluarga Bi Sumi.
Tapi.....harapan itu akan percuma, karena Ayah Bunda akan membela mereka, bahkan Bunda akan memanggil Bi Sumi agar mengajakku ke belakang untuk bermain sama Aisyah, suka atau tidak suka aku harus menurut sama Bunda.
Kami seolah dipisahkan oleh ayah dan bunda, aku yang hidup sederhana dan dalam didikan Bi Sumi dan Mang Kursim, sedangkan ke lima kakakku hidup berkecukupan. entah apa yang ada dalam pikiran ayah dan bunda, sampai-sampai kakakku bilang kalau aku anak yang tidak di harapkan.
Tuhan....apa salahku hingga aku mangalami hidup yang seperti ini, aku sedih dan aku tidak tahu dimana letak kesalahanku.
Aku jalani hari-hariku bersama Aisyah anaknya Bi Sumi, aku tak pernah mendapat belaian dari ayah dan bunda, terlebih bunda yang sangat sibuk dengan pekerjaan dan kegiatan sosial lainnya.
Bukan hanya masalah pengasuhan tetapi masalah pendidikan pun aku berbeda, setamatnya aku dari jenjang Sekolah Dasar, aku maunya melanjutkan sekolah yang pavorit, tetapi........harapanku hanya harapan belaka, karena sudah aku perjuangkan juga. dan disuatu sore......ketika kami sedang menonton TV di ruang keluarga, ada Ayah, Bunda, juga kakakku.