Esoknya, Bapak tersenyum melihat aku duduk sendiri dengan mata yang lebab, karena semalam kurang tidur, aku bisa melihat bapak terlihat sedih, tapi masih menyimpan harapan, kalau aku harus menjawab secepatnya.
Setiap berpapasan dengan Bapak, aku berusaha menghindar agar aku tak di tanya, perihal pertanyaan Bapak kemaren. semakin aku menghindar semakin aku bingung, harus jawab bagaimana. Dari jendela kamar aku melihat bapak duduk di kursi teras, pandangannya jauh ke depan tanpa isi, aku tahu Bapak gelisah, menunggu jawabanku.
Tuhan, beri aku jalan terbaik, beri aku keputusan yang tidak menyakiti siapappun.
Dengan berat hati, akhirnya aku memberikan jawaban, dan mengijinkan Bapak untuk menikah lagi
"Pak, Bapak boleh menikah lagi, kalau itu yang terbaik", sahutku di suatu sore.
"Benarkah teh?" tanya Bapak seolah tak percaya dengan jawabanku.
"Ya, Pak", sahutku (walau aku tahu, hati kecilku tak mengijnkan, aku di bayang-bayangi oleh banyak cerita, kalau ibu tiri hanya cinta pada Bapakku saja, seperti syair lagu) hemmm.
Bapakku memeluk erat, dan aku bisa merasakan kalau hati dan perasaan Bapak sedang bahagia.
Di suatu sore, kami kedatangan tamu, dua orang bapak dan seorang perempuan yang berpenampilan sederhana, aku tidak tahu apa yang mereka obrolkan di ruang tamu, yang aku tahu bi oyok membuat teh dan menyajikan kue buat tamu itu.
Tak berapa lama, aku di panggil Bapak, dan mengenalkan tamu-tamu itu. Dan dugaanku tepat, mereka adalah keluarga dari perempuan yang akan menikah dengan Bapak. Entah apa perasaanku, senang, sedih, atau bagaimana. Aku hanya tersenyum dengan perasaan gak karuan. aku hanya berdoa, Tuhan berikan aku kekuatan , dan seandainya ini yang terbaik, semoga Bapak bahagia.
Setelah kedatangan tamu di sore itu, tidak berapa lama Bapak menikah dengan seorang perempuan yang ada di bagian tamu sore itu.