Beberapa penulis sempat menjadi favorit. Jika saya intip kompasiana, dan kebetulan tulisan baru penulis kesayangan muncul, maka saya akan bersemangat melahap semuanya. Siapakah para penulis itu? Hmm ya pokoknya ada lah, soalnya nanti kalau ada yang kelewat ditulis, saya bisa dipliriki lak an.
***
Tapi siapa sih yang puas hanya dengan mengintip. Awal tahun 2010, saya pun akhirnya memberanikan diri untuk ikut mendaftar. Apakah saya begitu inginnya menulis di kompasiana? Tentu saja tidak donk deh. Keinginan saya hanya satu, biar bisa ikutan komen. Sesederhana itu saja.
Entah butuh berapa lama menebar komen-komen random di beberapa lapak para penulis, saya pun memulai debut dengan menulis sepanjang kira-kira 100 kata saja. Iya, hanya seuprit kalimat saja, yang kalau dibaca sekarang ini rasanya pingin ngakak sambil ngglundhung guling-guling karena teringat begitu polosnya saya waktu itu. Tentu saja kegiatan menebar komen di hampir semua tulisan yang saya baca terus berlanjut.
Hasilnya? Sedikit demi sedikit saya pun akhirnya "dikenal" para penulis. Dikenal di sini tentu tidak secara harfiah. Masa itu media sosial belum terlalu massif, sehingga tidak terlalu banyak yang menggunakannya. Jadi, banyak dari kami yang dengan percaya dirinya bilang kenal penulis A, B, C karena sudah saling berbalas di kolom komen.
Masa-masa menyenangkan dimana interaksi antara penulis dan pembaca terjalin dengan akrab. Maka tak heran jika kolom komentar justru lebih panjang daripada tulisan itu sendiri.Ada kalanya terjadi diskusi serius terkait topik artikel, tapi lebih seringnya kolom komen beralih fungsi menjadi ruang chat yang bisa diakses setiap kompasianer. Riuh, ramai, menukar canda, saling bully, tapi menyenangkan. Istilah ndesonya, sharing and connecting gitu. Hal seperti ini sepertinya tak akan mungkin kembali terjadi pada kompasiana masa kini.
Sebagian dari sekian "penulis yang itu-itu saja" di masa awal-awal kompasiana justru tidak menampakkan diri sebagaimana di kehidupan nyatanya. Beberapa memilih untuk menjadikannya alter ego.
Namun bedanya, para alter ego ini tidak berhasrat untuk berbuat keburukan, justru menebar kebahagiaan. Tulisan-tulisan renyah yang membuat senyum mengembang ketika dibaca menjadi ciri khas mereka. Dulu bahkan banyak kawan yang  mengira saya anak usia sekolah karena tulisan saya yang sangat kekanak-kanakan. Apalagi dengan profil picture kartun yang semakin menguatkan.
***
Mari kita sudahi ziarah kenangan ini, karena saya jadi agak sedih. Betapa semua sudah berubah dan hampir tak bersisa. Maafkan jika saya terlalu kasar. Tapi kesan yang saya dapatkan sekarang ketika bermain kembali ke rumah sehat ini memang seperti itu.
Para -"kompasianer veteran"Â ,demikian saya menyebut para penulis jadul di kompasiana-, hampir sudah tidak pernah muncul lagi untuk menulis disini. Tentu saja dengan beragam alasan yang sangat bisa dimaklumi.