Manusia memang cenderung cepat menghakimi manusia lainnya jika dirasa 'tidak sama'. manusia juga berdiri dalam ego dan kehendaknya masing-masing.
Terkadang tanpa sadar manusia yang mengaku baik dan beradab justru melakukan perbuatan yang paling tak beradab, hanya karena memandang itu adalah hal biasa yang memang sudah sepantasnya dilakukan.
***
Pada akhirnya, kita semua sebenarnya adalah badut. Badut yang seringkali bersembunyi dalam riasan-riasan tebal untuk menyembunyikan segala rupa perasaan, badut yang tampak bahagia dan selalu tersenyum meski jiwa raganya remuk redam.
Badut yang tak punya kuasa untuk menyerukan kesedihan mendalam karena itu bukan tugasnya. Badut yang selalu rentan hatinya dari keambyaran yang mengancam.
Dalam film ini, Gotham digambarkan sebagai kota yang penuh dengan kekacauan dimana pertentangan kelas antara si miskin dan si kaya tebentang lebar. Di mana hidup bagaikan neraka bagi mereka yang tidak punya uang dan kuasa. Di mana empati dan simpati tak lagi bermakna dalam relasi antar manusia.
Muncullah Joker yang berani menjungkirbalikkan tatanan dan menginspirasi massa untuk semakin beringas hingga bertindak di luar batas. Dalam diam saya merapal doa semoga gambaran Kota Gotham tak akan pernah terjadi pada negeriku ini.
***
Saya tak akan bilang bahwa banyak pesan moral yang bisa didapat dari film ini. Tapi setidaknya ada sebuah tolok ukur sederhana yang bisa dijadikan patokan.
Jika kita keluar bioskop dengan perasaan yang gamang, sedikit depresi dan merasa tidak nyaman, setidaknya kita masih bisa berlega hati. Setidaknya itu adalah sebuah pertanda kecil bahwa nurani kita terusik dan belum mati.
Akhirnya, semoga kita tidak akan pernah menjadi bagian dari orang-orang yang menciptakan JOKER-JOKER baru di kehidupan nyata nantinya. Mari sama-sama mengingat dan belajar kembali untuk menjadi manusia yang memanusiakan manusia lainya.