Mohon tunggu...
Indri Permatasari
Indri Permatasari Mohon Tunggu... Buruh - Landak yang hobi ngglundhung

Lebih sering dipanggil landak. Tukang ngglundhung yang lebih milih jadi orang beruntung. Suka nyindir tapi kurang nyinyir.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Akankah Kita Turut Andil Menciptakan "Joker-joker" Baru di Kehidupan Nyata?

5 Oktober 2019   13:22 Diperbarui: 8 Oktober 2019   12:21 1585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar wmagazine.com

"The worst part of having mental illnes is people expect you to behave as if you don't"

***

Meski sudah banyak yang membahas film ini dengan ulasan-ulasan yang apik, izinkanlah saya untuk tetap menuliskan segenap uneg-uneg yang saya rasakan setelah kelar menonton Joker untuk kedua kalinya.

Tenang saja, karena ini bukan review maka saya berusaha untuk tidak menulis spoiler yang potensial merusak kesenangan bagi njenengan yang mungkin belum menontonnya.

***

Niatan awal saya ngglundhung ke bioskop adalah semata demi menziarahi hobi lawas untuk menonton film-film bernuansa gelap yang akan membuat saya merasa gamang dan tidak nyaman setelah keluar dari sinema. Dan sepertinya gayung bersambut, ternyata hari itu ada Joker yang baru tayang sehari sebalumnya.

Sebenarnya tak banyak yang saya harapkan, meski setelah sedikit mengintip sana-sini banyak yang memberi rating bagus terhadap hasil karya Todd Phillips ini.

Tapi bagaimana ya, semakin lama durasi saya duduk di dalam sinema, semakin saya tercekam dalam bungkam. Sepertinya begitu juga dengan para penonton yang lainnya. Sinema terasa suwung meski kenyataannya hampir semua kursi terisi penuh.

***

Adegan demi adegan saya lewati dalam sunyi yang ganjil. Ibarat menyesap nikmatnya kopi dengan rasa pahit yang cenderung mencandu. Semua scene yang tersaji dalam layar lebar seolah adalah sebuah fakta yang direkonsiliasikan dengan apik menjadi sebuah fiksi. Hingga kadang menjadikan batas antara kenyataan dan imaji menjadi bias.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun