Oh tentu saja, saya tak akan menafikan hal itu.
Tetapi pernahkan juga njenengan menyadari kalau banyak ikatan pernikahan kandas di tengah jalan karena kondisi ekonomi yang makin tak menentu dikarenakan dari awal memang sudah agak goyah.
Sekali lagi, curhatan ini adalah murni opini pribadi, pasti semuanya serba subyektif penuh asumsi. Kita boleh berselisih paham, tapi yang penting jangan saling mencaci biar ndak jatuh benci. soalnya kalo lama-lama benci nanti malah jadi cinta, repot deh.
Lepas dari semua itu, menurut saya sah-sah saja jika perempuan enggan menikah dengan lelaki mengajaknya untuk hidup susah. Bagaimanapun hidup menikah pasti akan memikul tanggung jawab lebih daripada hidup sendirian. Untuk itu harus ada usaha yang lebih juga untuk dapat membuat komitmen yang sudah dibuat tetap berjalan di atas rel yang semestinya.
Cinta memang selayaknya dijadikan fondasi dalam membangun rumah tangga. Tetapi perlu diingat bahwa romansa tidak akan bertahan selamanya. Realita hidup di tengah dunia yang makin materialistis, mau tak mau harus bisa mengubah cara pandang. Bahkan jargon kuat di masa lampau seperti makan ngga makan asal kumpul pun kian banyak ditinggalkan.
Makan dan minum, bayar tagihan listik, air dan pulsa, belanja bulanan, ongkos skin care, nonton bioskop, beli buku favorit, plesir tahunan. Hal-hal rutin yang membawa kebahagiaan-kebahagiaan kecil dan bisa dengan mudah dilakukan oleh para wanita single yang berpenghasilan sendiri ini mungkin akan menjadi sesuatu yang sulit mereka raih ketika mereka memutuskan untuk menikah dengan pria yang hanya mengajaknya hidup susah.Â
Sehingga wajar jika akhirnya mereka memilih untuk tetap melajang karena bagaimanapun semua itu tak mungkin bisa dibayar hanya dengan setumpuk kalimat aku mencintaimu.
Hidup susah tentu saja susah darling.
Jadi mungkin lebih baik hal itu diubah mulai dari sekarang dan ucapkan dengan lebih percaya diri pada kekasihmu  "Maukah engkau menikahiku dan kuajak engkau untuk hidup bahagia denganku"
Uhuk .......
***