Mohon tunggu...
Indri Permatasari
Indri Permatasari Mohon Tunggu... Buruh - Landak yang hobi ngglundhung

Lebih sering dipanggil landak. Tukang ngglundhung yang lebih milih jadi orang beruntung. Suka nyindir tapi kurang nyinyir.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[LOMBAPK] Cantiknya Toleransi di Asrama Putri

23 Januari 2017   07:47 Diperbarui: 25 Januari 2017   08:56 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian dalam rumah kos kami lumayan besar. Total ada lebih dari 30 kamar, dengan 6 kamar mandi, dimana 1,5 diantaranya tidak bisa dipakai. Kalau bingung kenapa ada bilangan setengah disini, berarti njenengan memang kurang lantip dalam berimajinasi.

Ngko sik sebentar. Ini koq saya malah cerita kondisi kamar mandi to, lha terus cerita toleransinya ada dimana? Aishh..ini juga, njenengan itu mainstream, tipikal priyayi kebanyakan yang ndak sabaran. Pinginnya koq semua hal harus ada korelasinya, padahal kan memang iya ya.

***

Dengan rasio seperti itu, otomatis kamar mandi bisa berubah menjadi padang kurusetra ketika jam kuliah pagi, apalagi semua penghuni yang bergender perempuan dikenal lebih ribet dan makan waktu dalam ritual bebersih diri. Tapi apa yang terjadi? Selama kurun waktu setengah dasawarsa mondok disana, belum pernah ada kejadian cakar-cakaran dan jambak-jambakan gara-gara rebutan kamar mandi.

Ketika rush hour dan semua ingin jadi yang nomor satu masuk kamar mandi, seketika itu pula roh tepa selira merasuk ke dalam sukma masing-masing. Alih-alih rebutan, yang terjadi malah saling menyilakan. Ndak yang sepuh maupun yunior. Supaya ndak chaos setelah itu, ya tinggal nitip perkakas mandinya di dalam, sekaligus buat penanda bahwa ini kamar mandi ada yang ngantri lho.

Oh ya, biar acara nunggunya tidak membosankan, biasanya kita duduk bareng di lincak panjang dekat sumur dengan muka rembes berkalung handuk. Ada yang ngerumpi, njahilin yang lagi nyuci, nunut nonton gossip di tivi, baca komik yang sudah diulang lima kali, telpon pacar, sampai acapella ndangdutan versus campursari. Bagi yang diberi kesempatan mandi duluan pun tidak akan memanfaatkan dengan tidak bertanggung jawab. Mereka akan mandi dengan cepat, ringkas, mangkus sakil pokoknya. Sungguh guyub rukun dan menyenangkan sekali saat melempar kenangan ke masa itu, semua bisa terjadi karena sebuah hal, toleransi.

***

Kalau toleransi dikaitkan dengan perkara mandi hanya dianggap remeh, maka kita meningkat ke hal yang lebih seriyes, ibadah. Ini perkara yang ndak sepele kakak dan adek semua, ini perkara mutlak, yang sekarang kerapkali jadi muara keributan. Jadi begini, masih nyambung dengan cerita di atas. Kos kami yang berisi tiga puluhan lebih manusia berwujud perempuan itu terdiri dari berbagai ragam suku dan agama. Bayangkan dulu pelan-pelan ya dek, sudah? yakin mudeng kan maksud saya?

Nah, saat ramadhan tiba, mayoritas penghuni yang beragama islam pun merayakannya dengan suka cita. Dari sahur bareng, buka bareng sampai tarawih bareng. Yang menarik disini adalah saat sahur dan berbuka. Rata-rata kami yang puasa, tidak ada yang memasak di kos, jadi kami pergi ke warung untuk membeli makanan. Beberapa yang tidak beragama islam pun seringkali ikut makan bareng, bahkan di saat sahur sekalipun, meski harus berjuang untuk bisa melek pagi. Tak hanya sampai disitu, kadang mereka malah membelikan makanan berbuka yang dibagi-bagikan untuk teman-temannya di kos. Sebagai tambahan info saja, meskipun sama-sama muslimah, tapi kadar kealiman kami pun berlainan. Meski begitu, yang level paling alim pun akan dengan sangat menerima dengan tangan terbuka segala hal yang diberikan oleh temannya yang berbeda keyakinan. Kami biasa makan bersama, dengan piring dan gelas yang dicuci bareng-bareng dari sumur yang sama, di bawah atap rumah yang sama pula. Hal nikmat mana lagi yang hendak kami dustakan.

Itu soal ritual makan di bulan ramadhan. Untuk hal ibadah rutin shalat, teman yang berlainan agama pun tak segan mengingatkan kami agar segera menunaikan shalat sebelum habis waktunya. Begitu pun sebaliknya, saat yang beragama lain sedang khusyu beribadah, kami yang mayoritas akan menghormatinya tanpa pernah berusaha untuk mengganggu apalagi merusak dan membuat propaganda-propaganda busuk agar mereka dikeluarkan dari lingkungan.

Ngerti maksud saya kan dek? Iya kamu itu lho yang dari tadi sudah berkerut-kerut pingin ngamuk gara-gara baca ini. gini ya dek, kami itu berteman, bersahabat, saling menyayangi, bukan atas dasar persamaan suku, agama, ras, antar golongan, antar kota antar propinsi atau antar-antar yang lain. Kami saling mencintai atas dasar kemanusiaan. Titik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun