“In, kamu cepetan buang sampahnya ini ke depan, terus beresin tikar sama karpet yang di ruang tamu. Semua digelar yang rapi ya nanti keburu pada datang” suara ibu terdengar dari arah dapur dengan iringan backsound wajan yang berkelahi dengan sutil kayu dan desisan minyak panas yang bergelut bersama irisan cabe, bawang beserta kambrat-kambratnya.
“enggih, ntar lagi” hanya itu jawaban suara cempreng dari arah ruang tengah.
“In, cepetan sekarang jangan nanti-nanti donk” kembali Ibu mengeluarkan aba-aba dengan sedikit penekanan intonasi dan menaikkan kunci nada dasar.
“siyaappppp!!!” secepat kilat iin berlari ke belakang, memasukkan sampah ke dalam plastik besar, menalikan kedua kupingnya dan secepat kilat menghilang dengan ajian ngglundhung yang super ampuh.
***
“sampahnya mpun beres , terus tadi apalagi ya?” tiba-tiba saja mahluk kucel itu sudah muncul di samping ibu yang sedang menuangkan masakan entahlah ke dalam mangkok-mangkok besar.
“nah kan, makanya to kalau Ibu ngomong itu didengerin, baru juga lima menit yang lalu kamu udah lupa, gimana coba kalau hidung kamu gak nempel pasti juga ketinggalan terus” oke, komentar yang gak pas dengan kontennya memang terkadang muncul kalau ibu lagi gemes.
“yeee….gak mungkin lah bu’, kalau hidung sih gak bakal lupa nempel, kan lemnya permanen” sahut iin sambil pegang hidung yang memang hanya kelihatan kalau dilihatnya dari jarak dekat.
“itu nduk, karpet sama tikarnya buruan digelar”
“oh….baeklah” seperti biasa iin pun segera melakukan aksinya dengan semangat tinggi, penuh dedikasi, tanpa provokasi dan saling benci seperti derita mahluk manusia masa kini.
***