Keberadaan mahluk jomblo juga tidak selalu disebabkan karena tidak laku. Banyak diantara mereka yang memilih jalan hidup itu secara sadar sebagai sebuah pilihan hidup. Memang sifatnya lebih temporer, karena di waktu yang tepat nanti mereka mungkin akan bertemu dengan pasangannya atau memutuskan untuk menemukan orang lain sebagai pasangannya. Jadi stereotype jomblo itu mahluk yang teralienasi karena ndak laku, tolong disingkirkan dari otak besar dan kecil njenengan.
***
Sebagai mahluk yang siklus hidupnya selalu bertemu dengan orang lain, mbok ya mohon dengan sangat kalau guyon itu ngerti wayah lan panggonan, tahu tempat dan waktu. Tidak semua orang akan tertawa dengan sebuah materi komedi yang sama. Salah-salah nanti njenengan malah didakwa melakukan perbuatan tidak mengenyangkan dan tidak menyenangkan.
Mendadak saya ingat satu lagi curcolan kawan. Dia yang biasanya setrong menghadapi bullyan jombloisme, kapan itu mendadak lunglai. Mungkin saja karena kondisi sedang drop, mood sedang jatuh dan penat menghujat. Padahal bullyan itu cuma di dunia maya, namun efeknya terasa menembus jiwa raga. Tapi setelah melihat jenis candaannya yang sempat disekrinsyut, saya pun cuma bisa mantuk-mantuk. Memang ya, jempol manusia itu seringkali lebih nggegirisi dari pedang milik pendekar terkenal. Karena manusia tak berujud di dunia maya, maka mereka merasa sah-sah saja untuk terus menyakiti liyan. Mumpung gak ketemu muka.
***
Akhirnya, semua harus saya akhiri dengan satu pesan. Bahwa semua akan jomblo pada waktunya. Ndak usah dhisik-dhisikan, semua ada yang ngatur. Gusti Allah Maha Tahu, mana yang akan dianugerahi status jomblo selanjutnya. Makanya persiapkan mental dari sekarang, mental untuk hidup sorangan. Mungkin saja njenengan yang giliran berikutnya, atau malah njenengan. Hmm ..yang pasti sepertinya bukan saya sih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H