"Ya ampun. Kok saya tidak tahu. Terima kasih ya, Nak. Kamu baik sekali." Bapak itu mengelus kepalaku.Â
"Sama-sama, Pak."
"Apa kamu sudah makan, Nak? Ayo kita mampir di warung makan. Biar bapak yang bayar."
"Tidak usah, Pak. Biar saya pergi saja. Nenek saya pasti menunggu di rumah."
"Kalau begitu, ikut bapak sebentar saja, ya."
Aku tidak dapat menolak. Pancaran mata bapak itu terlihat begitu tulus. Beliau mengajakku masuk ke minimarket. Menyuruhku untuk membeli makanan apapun yang aku sukai sebagai tanda terima kasih. Aku tidak enakan. Nenek mengajariku untuk tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tetapi beliau terus meyakinkan aku dengan ajakan tulusnya. Aku tak enak hati menolaknya. Mungkin ini rezeki dari Tuhan yang wajib aku syukuri.Â
Keluar minimarket, bapak itupun membelikan aku dua bungkus nasi goreng lengkap dengan ayam goreng yang besar-besar. Wah, sudah lama sekali aku tidak makan enak. Nenek pasti akan suka. Setelah berpamitan dan berterima kasih, aku pulang. Sampai di rumah benar saja, Nenek menangis karena aku pulang terlambat. Beliau memelukku erat. Pelukan satu-satunya orang yang mencintaiku dari jutaan manusia yang tak pernah melihatku.
Aku mengusap airmata yang membasahi pipi keriputnya. Kubuka nasi bungkus dan kusuapi nenek dengan penuh cinta. Hidupku memang susah. Tak seberuntung banyak anak-anak di luaran sana. Tapi sekali lagi aku tidak rugi karena berbeda dengan mereka. Aku sadar inilah hidupku. Anak terbuang yang dipungut nenek bisu. Yang tidak sekolah tapi aku punya sopan santun dan kejujuran. Neneklah yang mengajariku lewat pancaran matanya setiap kali bersamaku. Karena nenek aku paham, bahwa cinta tak bisa terucap hanya dengan kata-kata. Cinta akan lebih terlihat dari perilaku sehari-hari.Â
Aku, yang tak terlihat. Aku tak punya siapa-siapa dalam hidupku. Selain nenek bisu yang akupun tak tahu sampai kapan akan bersamaku. Bersyukurlah bagi siapa yang memiliki keluarga. Orangtua yang begitu penyayang. Bisa sekolah setinggi yang diinginkan. Tidak seperti aku, yang tak terlihat karena terbuang. Tetapi ada yang lebih penting dari itu. Yaitu sopan santun dan kejujuran. Kalau kita baik, Tuhan pasti akan lebih baik.
 Selesai..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H