"Ibu berdo'a segala yang terbaik untukmu, Nak. Jangan lupa perbanyak baca sholawat, zikir 'ar-rahman, dan do'a dzun-nuun sebanyak 100 kali setiap salat." Beliau menasihatiku dengan yakin.
"Baik, Bu."
Aku tidak tahu takdir akan berjalan secepat ini. Nasihat beliau masih terngiang di kepalaku. Masih hidup dalam sanubariku. Lebih dari hembusan angin yang setiap waktu menampar wajahku. Seperti napas yang kuhirup tanpa jeda, sebesar itu pula peran beliau dalam hidupku. Berat? Jangan ditanya. Saat nyaris kulambaikan tangan, kesadaran siapa diriku masih bertahta di atas jalur putus asa. Aku mencoba untuk tersenyum dalam perihnya luka. Aku yakin Tuhan tidak akan meninggalkanku sendirian. Aku yakin Tuhan memiliki rencana indahnya untukku di masa depan. Semuanya hanya sekedar waktu. Dan kubiarkan diriku bermain dengan waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H