Salah satu penyebab utama dari kebakaran TPA dalah bahwa kebanyakan TPA di daerah ini hanya berupa open dump, dimana sampah hanya ditimbun tanpa adanya pengelolaan lebih lanjut.Â
Hal ini yang menjadikan timbunan sampah terus meninggi, yang mengakibatkan tinggi nya zat metana, yang ketika dihadapkan pada kemarau panjang akaibat el-nino di tahun 2023, menjadikannya sangat mudah terbakar.Â
Sebenarnya ada teknik lain yang dinamakan sanitary-landfill, dimana sampah tidak hanya ditumpuk, melainkan ditanam ke permukaan cekung yang kemudian ditimbun kembali dengan tanah. Teknik ini akan mengurangi terjadinya kebakaran sampah, karena gas metana akan sangat mudah terbakar apabila ter-ekspose dengan udara.
Penerapan sanitary-landfill membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit, dimana Pemda tidak mampu membiayai operasional nya. Meskipun pemerintah pusat telah mendukung Pemda dengan membangunkan fasilitas dan infrastruktur TPA di kabupaten/kota, Pemda tidak mampu mendanai sanitary-landfill tersebut, sehingga sampah hanya dikelola dengan metode open-dump.Â
Atas kendala pendanaan ini, sebenarnya pemerintah pusat telah menginisiasi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) melalui Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.Â
Dengan kebijakan ini, sampah di TPA akan dikonversi menjadi listrik yang dapat dibeli oleh PLN, sehingga Pemda dapat memiliki sumber pendanaan untuk mengelola sampah di wilayah nya masing-masing.Â
Dalam Perpres tersebut, pemerintah diharapkan melibatkan BUMN dan BUMD untuk mendukung pembangunan PLTSa. Namun dalam pelaksanaannya dijumpai berbagai kendala, terutama dari segi sinkronisasi regulasi yang membutuhkan penyempurnaan dari Perpres tersebut, yang sampai saat ini sedang dilakukan bersama oleh oleh Kemen ESDM dan KLHK.
Kebijakan untuk mengkonversi sampah menjadi listrik sehingga memiliki nilai ekonomi merupakan kebijakan yang perlu didukung demi pelestarian lingkungan dan ketahanan iklim yang berkelanjutan.Â
Namun pembangunan sebuah PLTsa membutuhkan kajian mendalam dalam jangka waku yang lama, dan investasi yang sangat besar, dimana BUMD di sebagian besar provinsi/kabupatan/kota belum memilii kemampuan untuk mendukung secara finansial. Padahal yang dibutuhkan saat ini adalah pengelolaan TPA yang lebih profesional dengan menggunakan teknik-teknik termutakhir.Â
Untuk jangka pendek, akan lebih baik jika pemerintah pusat mempertimbangkan keterbatasan fiskal dari mayoritas Pemda di Indonesia, dan mengutamakan terlebih dahulu bagaimana Pemda dapat memiliki ruang fiskal yang lebih luas dalam mendananai operasional TPA.Â
Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan menyediakan insentif fiskal bagi Pemda yang menunjukkan pencapaian target paling progresif sesuai Jakstrada nya masing-masing.Â