Mohon tunggu...
IIM IMANDALA
IIM IMANDALA Mohon Tunggu... Guru - Membuka cakrawala berpikir melalui menulis

Guru SLBN Cicendo Kota Bandung dan Sebagai Mahasiswa S3 Nanjing Normal University China

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak-anak Autis Tidak Dapat Diajari Membaca?

30 Agustus 2018   21:03 Diperbarui: 30 Agustus 2018   21:25 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tulisan ini berawal dari diskusi dengan beberapa mahasiswa S3 Nanjing Normal University (NNU) Tiongkok. Mereka beranggapan bahwa anak-anak autis di Tiongkok sangat mudah belajar membaca karakter/simbol bahasa mandarin. Dalam diskusi tersebut, dijelaskan pula bagaimana anak autis di Tiongkok belajar membaca karakter mandarin. Diperlihatkan pula suatu tayangan anak autis Tiongkok lancar membaca karakter mandarin.

Singkat cerita dari diskusi tersebut kami menyepakati bahwa proses belajar membaca anak-anak autis di Tiongkok dengan di Indonesia hampir sama. Berbagai model dan metode belajar membaca  yang digunakan juga hampir sama. Kondisi itu juga berdasarkan data empirik di Tiongkok dan Indonesia, implementasinya kepada semua spectrum autistik dan kepada level low functioning hingga high functioning autistic. Faktor pembedanya adalah pada taraf kecepatan proses penguasaan membaca.

Anak-anak autis di Tiongkok lebih cepat dapat membaca sebab mereka membaca karakter atau simbol bukan kepada phonetic sebagaimana pada huruf latin atau alphabetic. Membaca karakter atau simbol telah menjadi kemampuan dasar anak autis sebagaimana dinyatakan oleh Vacca (2007) bahwa anak-anak autis berpikir melalui gambar bukan melalui bahasa. Sifat simbolic juga sangat menguntungkan bagi anak autis yang sangat mengandalkan visual sebagai saluran utama untuk menerima informasi (Grandin, 1995).  Kondisi seperti demikian memudahkan anak autis Tiongkok untuk belajar membaca dibandingkan dengan anak autis yang belajar membaca dengan menggunakan alphabetics.

Berdasarkan diskusi itu dapat ditarik benang merahnya, yaitu anak-anak autis dapat diajari membaca huruf latin maupun karakter simbolik. Kemampuan membaca tersebut tentunya tergantung kepada karakteristik setiap anak autistik (Evans, 2007) sehingga cara mengajari membaca bagi mereka tentunya sangat unik dan kondisional.

Berikut ini disajikan beberapa hasil kajian berkaitan dengan pengajaran membaca untuk anak autis. Kajian ini diharapkan menjadi data untuk memperluat keyakinan kepada setiap orang tua dan pendidik/guru untuk tetap yakin dan konsisten mengajarkan membaca kepada anak-anak autis.

1. Jadikan belajar membaca menjadi aktivitas yang menyenangkan melalui material visual.

Menata ruang kelas dan tempat belajar lainnya dengan menambahkan simbol-simbol visual yang dapat dibaca anak-anak autis dapat membantu meningkatkan kemampuan membacanya. Melalui penataan seperti demikian maka belajar membaca tidak selalu harus duduk di kursi secara kaku tapi dapat dilakukan melalui bermain dan mengamati langsung berbagai simbol yang dapat dibaca dan dirangkai menjadi bacaan.

Grandin (1995) menyatakan bahwa gambar adalah bahasa pertama anak-anak autis, sedangkan kata-kata adalah bahasa keduanya. Gambar menjadi media untuk komunikasi anak autis, misalnya mereka sering menunjuk gambar sesuatu yang diinginkannya. Anak-anak autis melakukan itu karena secara mandiri mengamati berbagai hal dan tertarik dengan gambar-gambar. Berawal dari pengamatan itu ia akan menghubungkan dengan benda kongkritnya. Melalui proses seperti itu mereka mengenal nama-nama benda yang diamatinya. Gambar yang diamati dan dipahami nama gambar tersebut maka gambar menguatkan kemampuan bahasa anak autis.

Gambar yang paling mudah dipelajari oleh anak adalah gambar benda sebab wujudnya sering ditemui dan anak dapat menggambar sendiri atau mewarnainnya. Apa bila proses ini terus dibimbing maka anak akan mampu membaca berbagai rangkaian gambar, tidak hanya gambar benda tapi juga gambar kata kerja dan gambar situasi. Selain itu gambar-gambar juga dapat disusun menjadi urutan cerita yang dapat mendukung kepada kemampuan membaca. Setelah proses demikian dapat ditingkatkan pada tahap mengenalkan tulisan atau huruf dari gambar kata benda tertentu, demikian seterusnya dilakukan pula untuk mengenal dan membaca tulisan gambar kata kerja.

Perlu diingat dalam proses itu semua materi pengjaran membaca harus diutamakan pada sesuatu yang kongkrit dan berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari anak-anak autis agar mereka tidak kesulitan untuk berimajinasi. Abisgold (2007) menyatakan bahwa anak-anak autis mengalamai hambatan dalam kemampuan imaginatif sehingga sulit memahami konsep abstrak dan kesulitan memaknai sesuatu sesuai dengan fungsinya. Jika materinya menuntut imajinasi maka anak-anak autis cenderung menolak untuk belajar. Oleh karena itu belajar dengan anak autis dapat dimulai dari sesuatu yang disukai oleh mereka (Abisgold, 2007).

2.  Menggunakan pendekatan phonetics.

Penggunaan pendekatan phonetic atau bunyi bahasa sangat bermanfaat bagi anak-anak autis karena melalui pendekatan ini mereka dibangkitkan kesadaran bunyi bahasanya yang dikaitkan dengan pengenalan huruf (Smith, 2007). Glaser (2007) juga meyakini hal tersebut karena bunyi bahasa atau fonem dapat meningkatkan kosa kata. Meskipun begitu akan ditemui perbedaan cara atau strategi untuk setiap anak autis pada saat belajar membaca menggunakan pendekatan ini. Ada yang belajar melalui label-label pada perlengkpan rumah, logo perusahaan, logo chanel televisi, ada yang tertarik dengan kamus, brosur, dan lain-lain.

Grandin (1995) juga berpendapat bahwa kita akan menjumpai beberapa anak autis yang lebih mudah belajar membaca melalui bunyi bahasa (phonic) dan ada pula yang belajar membaca dengan cara membaca kata secara keseluruhan (tidak mengeja). Beberapa pendidik yang mengajar membaca melalui phonetics biasanya memulai dari kata atau tulisan yang disukai oleh anak. Dari kata atau tulisan tersebut kemudian diurai setiap hurufnya dan diucapkan fonemnya (bunyinya). Kartu kata bergambar dapat membantu proses tersebut.

Bagi anak yang membaca kata secara keseluruhan akan mengingat bentuk tulisan dari kata tersebut dan membedakan dengan tulisan-tulisan lainnya. Setelah itu pengajar dapat mengurainya berdasarkan suku kata hingga diurai menjadi huruf, kemudian dirangkai lagi menjadi kata yang utuh. Penggunaan kartu kata pada proses ini pun sangat bermanfaat.

3.  Menggunakan social stories, dan komik singkat

Penelitian tentang social stories dan komik singkat ini pernah dilakukan oleh Myles dan Rogers (2001). Hasil penelitian itu menyatakan bahwa pada umumnya anak-anak autis kesulitan menggunakan pendekatan social stories dan komik singkat karena cenderung imajinatif sedangkan anak-anak autis memiliki hambatan dalam kemampuan imajinasi. Hanya ada beberapa kasus yang mampu beradaptasi dengan pendekatan ini.

Sebenarnya Gray (1995) telah mengungkapkan beberapa tips menggunakan pendekatan social stories dan komik singkat kepada anak autis ini, yaitu harus memperhatikan faktor usia anak, derajat hambatan yang dimiliki (high atau low function), pengajar harus pandai mentransformasi situasi bastrak menjadi kongkrit, dan situasi gangguan dari lingkungan sekitar harus diminimalkan. Cerita yang diangkat harus berkaitan langsung dengan anak dan dibantu dengan ilustrasi gambar sesuai konteks cerita.

Untuk menutup tulisan ini akan disajikan sepuluh hal yang dapat meningkatkan kemampuan membaca anak-anak autis. Sepuluh hal ini harus terus diingat agar para pendidik terus semangat dan konsisten dalam mendidik mereka.

  • Buatlah perencanaan pengajaran membaca yang dapat mendorong anak untuk aktif, kreatif, otentik, dan terstruktur.
  • Bangun mindset dalam diri bahwa anak autis juga dapat belajar
  • Perlihatkan antusias untuk semangat belajar dan mengajar anak-anak autis
  • Mulai dari yang anak sukai/tertarik
  • Ciptakan pembelajaran yang multisensoris
  • Memahami kebutuhan belajarnya
  • Bekerja sama dengan teman sejawat
  • Berikan kesempatan yang luas kepada anak untuk terus mencoba dan berlatih
  • Hubungkan materi pengajaran membaca dengan kondisi nyata diri anak.
  • Jika memungkinkan pengajaran membaca dapat diintegrasikan dengan seni berbahasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun