Saya berangkat ke Tiongkok pada tahun 2016, untuk tugas belajar program doktoral (S3) di Nanjing Normal University (NNU). Sebelum tiba di Tiongkok, tepatnya di Kota Nanjing, saya mendapat pesan dari kawan baik lewat mediasosial. Isi pesan itu adalah mengingatkan harus hati-hati tentang kurikulum pendidikan di Negeri Tiongkok.
Dalam pesan itu disebutkan bahwa kurikulum pendidikan Tiongkok sangat bertentangan dengan kurikulum pendidikan Indonesia dan negara-negara di Benua Amerika dan Australia. Setelah membaca pesan tersebut, sebenarnya pikiran saya jadi di antara percaya dan tidak tapi dibalik kondisi itu ada dorongan yang semakin membuat saya termotivasi untuk lebih mendalami kurikulum pendidikan Tiongkok.
Saya saat ini hampir dua tahun berguru di NNU Tiongkok, ternyata pesan dari medsos dua tahun lalu tersebut tidak terbukti. Kurikulum pendidikan Negeri Tirai Bambu ini telah banyak berubah sejak reformasi pendidikan tahun 1980an. Mereka mencoba mencari bentuk kurikulum dengan berguru ke berbagai belahan dunia.
Hasil reformasi pendidikan itu telah mengubah banyak kurikulum pendidikan Tiongkok, bahkan ahli pendidikan Tiongkok dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar, 2018 di Kota Nanjing menyatakan bahwa kurikulum pendidikan 'barat' lebih banyak mempengaruhi kurikulum dan sistem pendidikan Tiongkok hingga saat ini.
Pengaruh Barat tidak hanya masuk kepada kurikum pendidikan saja tapi juga telah masuk ke dalam praktek-praktek pembelajaran di kelas. Berbagai model pembelajaran, metode, dan strategi  dari negara-negara Eropa, Amerika, dan Australia telah banyak diadopsi. Lebih mencengangkan adalah di provinsi yang mayoritas penduduknya muslim diperbolehkan mengadaptasi kurikulum dari negara-negara Islam.
Meskipun begitu, para ahli pendidikan Tiongkok tidak menolak fakta bahwa ada faktor kekuasaan (politik) yang mempengaruhi reformasi kurikulum dan sistem pendidikan Tiongkok.
Sebagaimana telah diketahui oleh seluruh dunia bahwa sistem kekuasaan Tiongkok dikuasai oleh ideologi komunis maka kekuatan ideologi itu pun banyak mempengaruhi kurikulum dan sistem pendidikannya.
Bukti pengaruh itu diantaranya ideologi komunis masuk ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Artinya pengajaran ideologi tersebut masuk ke setiap jenjang dan satuan pendidikan yang ada di Tiongkok, tidak terkecuali di provinsi yang penduduknya mayoritas muslim.
Ideologi komunis masuk ke dalam kurikulum dengan diberi nama mata pelajaran moral dan etik-estetika. Semua siswa dan mahasiswa Tiongkok wajib belajar mata pelajaran tersebut.
Bagi siswa dan mahasiswa asing tidak perlu khawatir mengenai pelajaran tersebut, sebab sifatnya opsional. Siswa dan mahasiswa asing tidak wajib mengikuti tapi boleh memilih diganti dengan pelajaran peminatan.
Ini pun sekaligus menepis adanya anggapan bahwa siswa dan mahasiswa Indonesia di Tiongkok mendapat pengajaran ideologi komunis. Anggapan itu tidak benar dan cenderung menyudutkan pelajar Indonesia yang ada di Tiongkok.