Mohon tunggu...
Ihzra F Yusuf
Ihzra F Yusuf Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - tampan dan berani

menuju tak terbatas dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Ragam Motivasi dan Metode Belajar dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

17 Juli 2021   16:30 Diperbarui: 17 Juli 2021   17:28 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abstrak: Tujuan dipublikasikannya artikel ini adalah untuk mengetahui metode belajar yang implementasinya dapat mengkonsolidasi pengetahuan melalui motivasi dalam infrastruktur pembelajaran kondusif. Seringkali problematika pendidikan selalu berputar pada prinsip motivasi atau semangat belajar dari siswa sehingga parameter pengukuran hasil belajar dapat diketahui melalui katalis pembelajaran yakni motivasi siswa dalam mengerjakan tugas. Untuk menyikapi konektivitas dalam permasalahan motivasi belajar, maka perlu diketahui kondisi situasional apa yang menyebabkan motivasi belajar siswa berkurang. Variabel yang ingin dicari pada artikel ini adalah analisis ragam motivasi belajar dan juga metode belajar yang pengaplikasiannya dapat mengembangkan proses pembelajaran.

Kata kunci: Infrastruktur Pembelajaran, Hasil Belajar, Metode Belajar dan Motivasi Belajar.

PENDAHULUAN

            Motivasi adalah motor penggerak dari kepribadian kognitif tiap manusia dan tiap manusia memiliki hal ini sejak manusia berpikir secara rasional. Untuk menyikapi progress kehidupan, manusia perlu mengevaluasi diri terhadap apa yang dapat dilakukan untuk melakukan pengembangan diri, sehingga manusia akan terdorong melakukan sesuatu demi memenuhi kebutuhan dan kepuasan dari apa yang telah dikerjakannya. Dalam pandangan lain,  motivasi datang dari kemauan manusia untuk mengubah kehidupan sesuai jalan yang dipilihnya dalam rangka menggapai hasil yang memuaskan.

            Para peneliti berpendapat bahwa ada dua tipe motivasi: intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi secara intrinsik adalah keinginan untuk melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan kepuasan dan melihat nilai pencapaiannya. Sementara itu, motivasi secara ekstrinsik adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dengan alasan kausalitas, karena melakukan tersebut akan menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Dalam realitasnya, sulit untuk mengkategorikan motivasi seseorang berdasarkan tipenya, apakah murni ekstrinsik atau intrinsik. Sehingga berdasarkan asumsi ini sulit untuk mengetahui asas motivasi seseorang. Konseptualitas abstrak dari motivasi terus memberikan misteri yang membuat peneliti seiring berkembangnya zaman terus mengkaji sikap psikologis manusia, nilai motivasi termasuk ke dalamnya.

Atmosfer Pembelajaran di Kelas dan Infrastruktur Pembelajaran

            Lingkungan sosial dalam ruangan belajar juga jadi pengaruh besar dalam memicu semangat dalam belajar atau motivasi belajar. Ketika dihadapi dengan kondisi lingkungan sosial buruk seperti adanya toxic personality, sikap represif dari guru, perundungan antar siswa, keterbatasan ruang interaksi sosial di kelas dapat menurunkan motivasi belajar, sehingga iklim pembelajaran pun akan menjadi tidak kondusif, dan kemampuan siswa dalam menyerap materi berkurang. Sebaliknya, jika kondisi lingkungan sosial kelas tersebut mempunyai atmosfer belajar yang kondusif, maka motivasi belajar siswa meningkat (Arifin et al., 2018).

            Ternyata, desain dari pembelajaran di dalam kelas mempunyai unsur uniknya tersendiri, dan hal inilah yang memengaruhi gambaran motivasi secara umum. Menurut Pintrich (dalam Panadero, 2017) berpendapat bahwa setidaknya terdapat lima model dalam prinsip infrastruktur pembelajaran serta motif motivasi yang diraih.

Motivasi Efikasi Diri

            Secara mendasar, motivasi yang mengacu pada efikasi diri menyatakan bahwa jika siswa mengekspektasikan dirinya akan belajar lebih baik, mereka akan berusaha lebih keras, berinteraksi, dan menunjukkan hasil yang lebih baik. Sebaliknya, jika siswa merasa tidak percaya diri untuk melakukan sesuatu, mereka akan lebih mudah menyerah dan merasa bahwa tugasnya itu mustahil untuk dikerjakan. Inilah alasan mengapa impelementasi Kurikulum 2013 (K-13) lebih mengedepankan diversifikasi terhadap subjek belajar seperti mengklasifikasikan IPA dan IPS. Ketika siswa dihadapi pada pandangan bahwa dirinya merasa inferior dan menjadi kalangan minoritas dalam satu kelas, hal ini akan membuatnya sulit untuk menjaga efikasi diri ketika tidak melihat model atau tekanan sebaya (peer-pressure).

            Seringkali ditemukan banyak siswa yang terlalu percaya diri terhadap kemampuannya sehingga membuat dirinya sulit berkembang. Oleh karena itu, dalam infrastruktur pembelajaran kelas, Pintrich menyarankan untuk memberikan feedback terhadap kompetensi siswa.

            Secara umum, siswa yang merasa dirinya terlalu pintar dan terlalu percaya diri menjadi kekhawatiran utama berkurangnya motivasi belajar, padahal ketika dihadapi dengan problematika baru, siswa yang terlalu percaya diri ini akan kesulitan untuk menyelesaikannya dan justru menjadi tambah tidak bersemangat karena efikasi terhadap dirinya berkurang. Dalam dunia yang penuh dengan perkembangan informasi, hal semacam ini dapat menjadi masalah, diperlukan konsep analisis teknikal dari sisi pengajar.

Motivasi Personal dan Situasional

            Keinginan personal memfokuskan pada karakter individual untuk merasa tertarik dan menikmati proses dalam aktivitas atau topik tertentu. Tentu saja, apabila tenaga pengajar dapat mengetahui keinginan individual tiap siswa dan memberikannya hadiah berdasarkan keinginannya adalah cara terbaik untuk meningkatkan motivasi belajarnya. Kemudian juga apabila siswa tersebut diizinkan untuk mengikuti keinginan personalnya, hal ini dapat memotivasi mereka untuk belajar lebih, seperti misalnya siswa yang ingin masuk ke dalam studi ilmu kedokteran, guru dapat meningkatkan motivasi belajarnya dengan memberi hadiah berkonsultasi tentang universitas yang mempunyai ilmu kedokteran terbaik.

            Di sisi lain, keinginan secara situasional adalah keadaan yang membuat siswa tertarik untuk belajar karena dalam prosesnya menemukan pembelajaran yang memikat rasa keingintahuan mereka. Dalam hal ini, motivasinya datang secara intrinsik, dimana keinginan untuk belajar berpusat dari siswa itu sendiri. Bagi tenaga pengajar, dengan mengenalkan konsep mendalam dari topik yang memikat perhatiannya dapat membuat siswa lebih termotivasi lagi untuk belajar secara mendalam.

Motivasi Perhitungan Berdasarkan Nilai

            Siswa tentunya ingin mengerjakan tugas yang diberikan karena tugas-tugas tersebut mempunyai "nilai" dan bukan rangka "untuk membuat siswa sibuk." Terdapat empat faktor kepentingan ditinjau dari motivasi perhitungan nilai: ketertarikan intrinsik, kegunaannya dalam kehidupan, skala kepentingannya, dan harga yang harus dibayar. Keempat faktor tersebut tidak ortogonal, karena parameter utamanya adalah harga yang harus dibayar untuk meraih hasilnya, ketika siswa melihat "goal" yang dicapainya adalah sesuatu yang besar dan sepadan dengan harganya, determinasi diri untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut juga akan menjadi semakin tinggi, tentu saja meningkatkan motivasi belajar siswa. Versi lainnya dari perhitungan nilai adalah Expectancy Value Theory (Teori Pengharapan Nilai) yang dapat memotivasi siswa untuk menyelesaikan sekolahnya dengan rajin dan mengetahui motivasi akademik ketika siswa diberikan gambaran terhadap kesuksesan.

            Bagi tenaga pengajar, meningkatkan proposisi nilai dari interaksi bersama dengan siswa berarti menekankan ke siswa tentang kenapa mereka harus belajar dan bagaimana pengetahuannya dapat menyelamatkan mereka untuk maju ke depan (pengaktualisasian diri), ini penting untuk mengkonsolidasi motivasi anak didik.

Orientasi Pada Hasil dan Tujuan

            Berdasarkan taksonomi dari Ford dan Nichols tentang tujuan manusia (dalam Talevich et al., 2017), terdapat tujuan afektif yang berarti dengan tujuan spesifik untuk memperoleh kesenangan; kognitif dengan tujuan pemahaman dan kreativitas intelektual; organisasi subjektif dengan tujuan penghubungan (connectedness) dan aliran (transcendence); hubungan sosial asertif dengan tujuan determinasi diri; hubungan sosial integrative dengan tujuan tanggung jawab sosial; dan tugas dengan tujuan kreatifitas.

RAGAM GAYA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR

Gamifikasi

            Metode belajar gamifikasi menerapkan komponen -- komponen layaknya permainan ke dalam situasi pembelajaran. Variasi dalam metode belajar gamifikasi ini beragam, bisa dengan cara mengambil kartu untuk menjawab kuis, atau melakukan permainan klasik dan mengintegrasikannya ke dunia pendidikan.

Anjani, Fatchan, & Amirudin (2019) berargumen bahwa metode pembelajaran gamifikasi dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan juga hasil belajar siswa. Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Sailer et al. (2017) berpendapat bahwa hanya penggunaan elemen-elemen layaknya permainan dan mengintegrasikannya ke dunia nyata yang dapat memenuhi kebutuhan psikologis manusia, namun jika ditinjau dari peningkatan motivasi seseorang tidak terlalu berarti. Justru, timbulnya perasaan gratifikasi adalah salah satu bagian yang memotivasi terutama motivasi belajar, karena terpaku pada hal ekstrinsik.

Pembelajaran Kooperatif

            Pembelajaran kooperatif menggagas sistematika pembelajaran yang berbasis kerjasama atau diskusi dalam bentuk kelompok. Sebagai makhluk sosial, siswa tentu menyukai pembelajaran kooperatif karena interaksi sosial yang dihasilkannya lebih banyak dan dengan bekerjasama dapat memotivasi mereka.

Model Discovery Learning

            Model discovery learning mirip dengan pembelajaran kooperatif namun pencarian materi dilakukan secara individual. Unsur intrinsik yang ada dalam discovery learning dapat meningkatkan motivasi, yaitu ketika siswa menikmati prosesnya dalam mencari tahu lebih dalam.          

Analisis Ragam Motivasi dan Metode Belajar Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

 

Abstrak: Tujuan dipublikasikannya artikel ini adalah untuk mengetahui metode belajar yang implementasinya dapat mengkonsolidasi pengetahuan melalui motivasi dalam infrastruktur pembelajaran kondusif. Seringkali problematika pendidikan selalu berputar pada prinsip motivasi atau semangat belajar dari siswa sehingga parameter pengukuran hasil belajar dapat diketahui melalui katalis pembelajaran yakni motivasi siswa dalam mengerjakan tugas. Untuk menyikapi konektivitas dalam permasalahan motivasi belajar, maka perlu diketahui kondisi situasional apa yang menyebabkan motivasi belajar siswa berkurang. Variabel yang ingin dicari pada artikel ini adalah analisis ragam motivasi belajar dan juga metode belajar yang pengaplikasiannya dapat mengembangkan proses pembelajaran.

Kata kunci: Infrastruktur Pembelajaran, Hasil Belajar, Metode Belajar dan Motivasi Belajar.

PENDAHULUAN

            Motivasi adalah motor penggerak dari kepribadian kognitif tiap manusia dan tiap manusia memiliki hal ini sejak manusia berpikir secara rasional. Untuk menyikapi progress kehidupan, manusia perlu mengevaluasi diri terhadap apa yang dapat dilakukan untuk melakukan pengembangan diri, sehingga manusia akan terdorong melakukan sesuatu demi memenuhi kebutuhan dan kepuasan dari apa yang telah dikerjakannya. Dalam pandangan lain,  motivasi datang dari kemauan manusia untuk mengubah kehidupan sesuai jalan yang dipilihnya dalam rangka menggapai hasil yang memuaskan.

            Para peneliti berpendapat bahwa ada dua tipe motivasi: intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi secara intrinsik adalah keinginan untuk melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan kepuasan dan melihat nilai pencapaiannya. Sementara itu, motivasi secara ekstrinsik adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dengan alasan kausalitas, karena melakukan tersebut akan menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Dalam realitasnya, sulit untuk mengkategorikan motivasi seseorang berdasarkan tipenya, apakah murni ekstrinsik atau intrinsik. Sehingga berdasarkan asumsi ini sulit untuk mengetahui asas motivasi seseorang. Konseptualitas abstrak dari motivasi terus memberikan misteri yang membuat peneliti seiring berkembangnya zaman terus mengkaji sikap psikologis manusia, nilai motivasi termasuk ke dalamnya.

Atmosfer Pembelajaran di Kelas dan Infrastruktur Pembelajaran

            Lingkungan sosial dalam ruangan belajar juga jadi pengaruh besar dalam memicu semangat dalam belajar atau motivasi belajar. Ketika dihadapi dengan kondisi lingkungan sosial buruk seperti adanya toxic personality, sikap represif dari guru, perundungan antar siswa, keterbatasan ruang interaksi sosial di kelas dapat menurunkan motivasi belajar, sehingga iklim pembelajaran pun akan menjadi tidak kondusif, dan kemampuan siswa dalam menyerap materi berkurang. Sebaliknya, jika kondisi lingkungan sosial kelas tersebut mempunyai atmosfer belajar yang kondusif, maka motivasi belajar siswa meningkat (Arifin et al., 2018).

            Ternyata, desain dari pembelajaran di dalam kelas mempunyai unsur uniknya tersendiri, dan hal inilah yang memengaruhi gambaran motivasi secara umum. Menurut Pintrich (dalam Panadero, 2017) berpendapat bahwa setidaknya terdapat lima model dalam prinsip infrastruktur pembelajaran serta motif motivasi yang diraih.

Motivasi Efikasi Diri

            Secara mendasar, motivasi yang mengacu pada efikasi diri menyatakan bahwa jika siswa mengekspektasikan dirinya akan belajar lebih baik, mereka akan berusaha lebih keras, berinteraksi, dan menunjukkan hasil yang lebih baik. Sebaliknya, jika siswa merasa tidak percaya diri untuk melakukan sesuatu, mereka akan lebih mudah menyerah dan merasa bahwa tugasnya itu mustahil untuk dikerjakan. Inilah alasan mengapa impelementasi Kurikulum 2013 (K-13) lebih mengedepankan diversifikasi terhadap subjek belajar seperti mengklasifikasikan IPA dan IPS. Ketika siswa dihadapi pada pandangan bahwa dirinya merasa inferior dan menjadi kalangan minoritas dalam satu kelas, hal ini akan membuatnya sulit untuk menjaga efikasi diri ketika tidak melihat model atau tekanan sebaya (peer-pressure).

            Seringkali ditemukan banyak siswa yang terlalu percaya diri terhadap kemampuannya sehingga membuat dirinya sulit berkembang. Oleh karena itu, dalam infrastruktur pembelajaran kelas, Pintrich menyarankan untuk memberikan feedback terhadap kompetensi siswa.

            Secara umum, siswa yang merasa dirinya terlalu pintar dan terlalu percaya diri menjadi kekhawatiran utama berkurangnya motivasi belajar, padahal ketika dihadapi dengan problematika baru, siswa yang terlalu percaya diri ini akan kesulitan untuk menyelesaikannya dan justru menjadi tambah tidak bersemangat karena efikasi terhadap dirinya berkurang. Dalam dunia yang penuh dengan perkembangan informasi, hal semacam ini dapat menjadi masalah, diperlukan konsep analisis teknikal dari sisi pengajar.

Motivasi Personal dan Situasional

            Keinginan personal memfokuskan pada karakter individual untuk merasa tertarik dan menikmati proses dalam aktivitas atau topik tertentu. Tentu saja, apabila tenaga pengajar dapat mengetahui keinginan individual tiap siswa dan memberikannya hadiah berdasarkan keinginannya adalah cara terbaik untuk meningkatkan motivasi belajarnya. Kemudian juga apabila siswa tersebut diizinkan untuk mengikuti keinginan personalnya, hal ini dapat memotivasi mereka untuk belajar lebih, seperti misalnya siswa yang ingin masuk ke dalam studi ilmu kedokteran, guru dapat meningkatkan motivasi belajarnya dengan memberi hadiah berkonsultasi tentang universitas yang mempunyai ilmu kedokteran terbaik.

            Di sisi lain, keinginan secara situasional adalah keadaan yang membuat siswa tertarik untuk belajar karena dalam prosesnya menemukan pembelajaran yang memikat rasa keingintahuan mereka. Dalam hal ini, motivasinya datang secara intrinsik, dimana keinginan untuk belajar berpusat dari siswa itu sendiri. Bagi tenaga pengajar, dengan mengenalkan konsep mendalam dari topik yang memikat perhatiannya dapat membuat siswa lebih termotivasi lagi untuk belajar secara mendalam.

Motivasi Perhitungan Berdasarkan Nilai

            Siswa tentunya ingin mengerjakan tugas yang diberikan karena tugas-tugas tersebut mempunyai "nilai" dan bukan rangka "untuk membuat siswa sibuk." Terdapat empat faktor kepentingan ditinjau dari motivasi perhitungan nilai: ketertarikan intrinsik, kegunaannya dalam kehidupan, skala kepentingannya, dan harga yang harus dibayar. Keempat faktor tersebut tidak ortogonal, karena parameter utamanya adalah harga yang harus dibayar untuk meraih hasilnya, ketika siswa melihat "goal" yang dicapainya adalah sesuatu yang besar dan sepadan dengan harganya, determinasi diri untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut juga akan menjadi semakin tinggi, tentu saja meningkatkan motivasi belajar siswa. Versi lainnya dari perhitungan nilai adalah Expectancy Value Theory (Teori Pengharapan Nilai) yang dapat memotivasi siswa untuk menyelesaikan sekolahnya dengan rajin dan mengetahui motivasi akademik ketika siswa diberikan gambaran terhadap kesuksesan.

            Bagi tenaga pengajar, meningkatkan proposisi nilai dari interaksi bersama dengan siswa berarti menekankan ke siswa tentang kenapa mereka harus belajar dan bagaimana pengetahuannya dapat menyelamatkan mereka untuk maju ke depan (pengaktualisasian diri), ini penting untuk mengkonsolidasi motivasi anak didik.

Orientasi Pada Hasil dan Tujuan

            Berdasarkan taksonomi dari Ford dan Nichols tentang tujuan manusia (dalam Talevich et al., 2017), terdapat tujuan afektif yang berarti dengan tujuan spesifik untuk memperoleh kesenangan; kognitif dengan tujuan pemahaman dan kreativitas intelektual; organisasi subjektif dengan tujuan penghubungan (connectedness) dan aliran (transcendence); hubungan sosial asertif dengan tujuan determinasi diri; hubungan sosial integrative dengan tujuan tanggung jawab sosial; dan tugas dengan tujuan kreatifitas.

RAGAM GAYA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR

Gamifikasi

            Metode belajar gamifikasi menerapkan komponen -- komponen layaknya permainan ke dalam situasi pembelajaran. Variasi dalam metode belajar gamifikasi ini beragam, bisa dengan cara mengambil kartu untuk menjawab kuis, atau melakukan permainan klasik dan mengintegrasikannya ke dunia pendidikan.

Anjani, Fatchan, & Amirudin (2019) berargumen bahwa metode pembelajaran gamifikasi dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan juga hasil belajar siswa. Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Sailer et al. (2017) berpendapat bahwa hanya penggunaan elemen-elemen layaknya permainan dan mengintegrasikannya ke dunia nyata yang dapat memenuhi kebutuhan psikologis manusia, namun jika ditinjau dari peningkatan motivasi seseorang tidak terlalu berarti. Justru, timbulnya perasaan gratifikasi adalah salah satu bagian yang memotivasi terutama motivasi belajar, karena terpaku pada hal ekstrinsik.

Pembelajaran Kooperatif

            Pembelajaran kooperatif menggagas sistematika pembelajaran yang berbasis kerjasama atau diskusi dalam bentuk kelompok. Sebagai makhluk sosial, siswa tentu menyukai pembelajaran kooperatif karena interaksi sosial yang dihasilkannya lebih banyak dan dengan bekerjasama dapat memotivasi mereka.

Model Discovery Learning

            Model discovery learning mirip dengan pembelajaran kooperatif namun pencarian materi dilakukan secara individual. Unsur intrinsik yang ada dalam discovery learning dapat meningkatkan motivasi, yaitu ketika siswa menikmati prosesnya dalam mencari tahu lebih dalam.          

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun