Mohon tunggu...
Ihya Rizky Audia
Ihya Rizky Audia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya seorang Mahasiswi S1

Saya seorang Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Bahasa Dan Sastra Arab

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politisasi Agama dalam Pemilihan Umum di Indonesia

15 Juli 2024   00:22 Diperbarui: 16 Juli 2024   11:36 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia politik, hampir segala aspek kehidupan bisa dijadikan isu, mulai dari kekuatan bahkan senjata untuk melawan musuh. Bahkan, lingkungan demokratis yang juga memberikan ruang yang luas bagi masyarakat untuk berperilaku, mengekspresikan diri, dan bertindak ekspresif. Selain itu,  adanya topik dalam kehidupan masyarakat ditujukan untuk meraih simpati dan dukungan pragmatis. Di dunia politik juga, agama sering menjadi topik yang cukup sensitif. Dan terdapat politisasi dalam dunia keagamaan yang menyebabkan polarisasi masyarakat. Keadaan yang seperti ini harus mendapat perhatian bersama supaya mengurangi dampak negatif politisasi agama yang dapat mengancam kehidupan masyarakat dan negara. Nah, apakah politisasi itu? Politisasi adalah adalah sebuah konsep dalam ilmu dan teori politik yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana gagasan, entitas, atau kumpulan fakta diberi nada atau karakter politik , dan akibatnya ditugaskan pada gagasan dan strategi kelompok tertentu.

Terjadinya Isu

Pemilihan presiden pada tahun 2014 merupakan bukti sejarah provokasi identitas agama, memicu ketegangan sosial dalam masyarakat dan melahirkan kelompok-kelompok gerakan mayoritas Islam yang menentang perekonomian oligarki. Misalnya dalam pernyataan Mahfud MD pada koferensi pers tim kampanye Prabowo-Hatta Rajasa pada Mei 2014. Dalam koferensi pers tersebut beliau mengatakan, jika calon pasangan terlihat lemah maka calon pasangannya juga memiliki sedikit kelemahan dibandingan lawan dari pasangan calon yaitu Jokowi-Jusuf Kalla. Selain itu, Mahfud MD juga mencoba mendalami tentang fiqih Islam. Tentu saja, adanya hal ini membawa dampak negatif di dunia politik bagi Indonesia. Hal ini dapat dikatakan bahwa kampanye politiknya menggunakan simbol-simbol agama untuk mengarahkan massa, mendapatkan kekuasaan, dan menjadikan keagamaan itu untuk kepentingan politik bukan untuk kepentingan agama.

Pada Pilres 2019, para pasangan calon presiden menggandeng salah satu tokoh agama untuk dijadikan bahan kekuatan dalam memenangkan pemilihan suara. Dan didalamnya terjadu ijtima' juga. Adapun pada Juli 2018 terjadi pertemuan antara politikus dan ulama, adanya pertemuan tersebut menghasilkan keputusan bahwa rekomendasi ulama pada kubu Prabowo yang muncul sebagai calon presiden dan calon wakil presiden diisi oleh dua usulan nama yaitu, Abdul Somad Batubara dan Salim Segaf Al-Jufri. Keputusan ini berdasarkan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) didukung dengan partai politik yaitu, PKS, PAN, Partai Gerindra, Partai Berkarya, dan PBB. Keputusan tersebut biasanya dipadukan dengan keilmuan dari segi ranah fiqh, Al-Qur'an dan Hadis dan yang lainnya untuk mendapatkan pernyataan religius yang kuat. Kelompok GNPF-U sebelumnya hanya mengawasi fatwa MUI kemudian lahir untuk merespon terhadap kasus penistaan agama. Isu-isu politik pun terjadi pada kelompok ini, dan pada akhirnya nama yang diterima oleh partai koalisi adalah Sandiaga Uno. Sempat juga Arifin Ilham atau Aa Gym menjadi ulama yang direkomendasikan untuk kubu tersebut. Namun, keduanya pun tidak terwujud. Di sisi lain pihak Jokowi sebagai calon presiden juga berhasil mengganndeng seorang tokoh ulama yaitu KH. Ma'ruf Amin. Tentu ini bukti fenomena politisasi agama yang terjadi di Indonesia saat awal penetapan calon presiden dan calon wakil presiden.

Pengaruh Agama dalam Melaksanakan Pemilihan Umum

https://agdesign.me/
https://agdesign.me/

Terdapat pemilu legislatif di Indonesia yang merupakan momen sejarah bagi negara berkehidupan demokrasi. Tepatnya pada tahun 2024, terjadi 3 pemilu dengan serentak di Indonesia yaitu, pemilu presiden, pemilu parlemen, dan pemilu gubernur. Dalam hal ini, agama memiliki pengaruh besar terhadap pemilihan umum/pemilu di Indonesia. Karena adanya agama dapat menjadi inspirasi kerjasama, akan tetapi jika agama digunakan dalam dunia politik itu menjadi sebuah tantangan bagi Indonesia. Negara hanya bisa membantu umat beragama dalam menjalankan agamanya. Negara tidak bisa memaksakan pendidikan agama. Adapun pengertian dari politisasi agama adalah manipulasi politik terhadap pemahaman dan pengetahuan/keyakinan agama melalui propaganda, kampanye, sosialisasi publik, yang diberitakan sedemikian rupa sehingga pemahaman, tema diubah dan terkesan religius.

Agama merupakan suatu hal yang berpengaruh dalam interaksi manusia, oleh karena itu agam sering disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Politisasi agama dapat menimbulkan pembagian masyarakat-masyarakat dan terbentuknya kubu-kubu tertentu yang dapat merugikan demokrasi. Pada dasarnya, politik agama adalah hal yang wajar asalkan dilakukan sesuai dengan batasan tertentu, karena agama itu sangat erat jika berkaitan dengan politik. Salah satu contoh dari permasalahan dalam komunitas akibat dari politisasi agama yang melepaskan moralitas politik ini adalah antogonisme sosial yang dalam konsepnya mereka sebut dengan hemegoni politik pada ambang batas, yang mana dalam relasi antagonistik mereka, setiap tokoh politik selalu berusaha menerapkan dan mengaplikasikan identitas mereka.

Dampak Negatif Politisasi Agama

Dampak negatif dari politisasi agama bermula dari politisasi  agama yang melampaui batas dari segi tata kramanya. Diantaranya yaitu munculnya kejadian negatif yang dapat memecah persatuan bangsa dan nasioanalisme dan adanya rasa curiga terhadap sesama. Jika tidak ada politisasi, maka perlu diberikan pemahaman kepada umat Islam untuk menjaga toleransi beragama, menghargai penganut agama lain tanpa menghina atau melecehkan, dan tidak memanfaatkan agama untuk kepentingan politiknya sendiri. Jika berbicara politisasi agama, masyarakat harus menghindarinya, agar politik tidak hanya terdorong oleh nama agama. Karena akibat dari politisasi agama tersebut menimbulkan perbedaan sosial dan politik.

Pada dasarnya dampak negatif politisasi agama ada yang dirasakan sebagian masyarakat, bahkan ada pula partai politik yang merasakan dampak langsung akibat politisasi agama. Namun, dalam kehidupan politik, politisasi agama sudah menjadi hal yang lumrah dan masih dilakukan oleh sebagian oknum tanpa memperhatikan dampak negatifnya. Penyebab politisasi agama bisa menjadi dasar mitigasi dampak negatif politisasi agama khususnya pada tahun politik 2024. Enam penyebab tersebut adalah:

1. Masih melekat dan bahkan dianggap lumrah sebagai "budaya partai" yang menggunakan logika "kita" atau "mereka" untuk afirmasi kelompok.

2. Akan selalu ada tokoh politik, termasuk umat beragama yang menyebarkan politik negatif.

3. Membenarkan praktik pembatasan dibidang identitas sosial, budaya, dan ekonomi.

4. Meningkatnya uraian ideologi ekstrim di ruang publik.

5. Tidak adanya kepercayaan terhadap pemerintah.

6. Masyarakat masih sangat minim informasi dan literasi politik.

Strategi Menghindari Politisasi Agama

Adapun lima strategi yang bisa dilakukan untuk menghindari politisasi agama, antara lain:

1. Penekanan pada kampanye yang berbasis opini. Jika seluruh masyarakat mau menekankan sisi positif dari kampanye berbasis ide dan politik identitas yang buruk, termasuk politisasi agama dan berkampanye bersama, maka pihak-pihak yang berkepentingan tentu akan malu untuk menggunakan politisasi agama.

2. Mempolitisasi agama tidak mendapat tempat dalam kampanye dan menekankan bahasa. Ini bisa menjadi kontrol sosial yang sangat efektif.

3. Memperkuat bahan bacaan, literasi perpustakaan dan informasi, serta praktik politik yang secara kritis mengedepankan moralitas dan etika.

4. Mengaktifkan dakwah para pemuka agama dan gerakan keagamaan, termasuk pemuka agama dan ustadz dalam menyebarkan moralitas politik baik secara kultural maupun kontekstual.

5. Mengembangkan dan memperkuat dukungan masyarakat khususnya generasi muda dalam melawan politik identita termasuk politisasi agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun