Kemana kalian akan terus berbaris?
Apakah berjalan menyusur sekeliling dinding kamar
atau kah sedang mencari lubang yang manis dan teduh?
Jika “ya” lubang mana yang akan kau singgahi malam ini
Selagi mata sudah rebah di bantal. Sungguh aku lama memerhatikanmu,
Dan ingin aku berbicara tentang kerentaan waktu
Yang akan berakhir pada tanah gembur dan kamboja
kalian sudah awal sekali mengetahuinya?
Seruang kelam dan pengap, dimana nafas sudah tidak berhembus lagi
Dan ruh sudah berpindah ke alam yang lain
Bukan lagi dunia yang memiliki langit biru saat matahari bersinar
Bukan juga langit yang mendung dan segera menurunkan rintikan hujan
Itu semacam ruang untuk menempa jasad yang beristirah di perut bumi
Dan mungkin kau sudah mengetahuinya, sejak kau dilahirkan dari lubang
Yang kau buat sendiri dengan tarian kaki-kakimu
Hingga mungkin kau sudah mengakrabi cacing-cacing yang sedikit licin dan usang
Apa lagi yang kau susuri?
Bagimu jalanan sudah menjadi dinding datar dan rata
Tapi sungguh kau gemeliat keras mencari cadangan nafasmu
Untuk menetap hidup dengan damai
Nampaknya kau sudah membuat perhitungan yang mapan
Dan membuat pemetaan acara yang tepat
Walau yang kumengerti, kau selalu ingin diberi manisnya makanan kami
Dan kau mencuri waktu,
Ketika kami sedang tidak berada di tempat atau terpejam
kau sengaja tidak tidur
kau gigih memungut santapan yang tersisa
untuk perut dan bangsamu yang kulihat masih tetap mungil dan centil
semut,
maafkan aku sudah membicarakanmu
moga kita masih saling mengingatkan
jika aku salah
cubitlah aku sekali
tapi jangan kelamaan, aku takut ada yang cemburu
sssstttt…
Ihsan Subhan, @2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H