Mohon tunggu...
Ishan Norol
Ishan Norol Mohon Tunggu... -

Artikel seputar teknologi terbaru bisa diakses di sini: BahasTeknologi.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lebih Profit Mana: Menulis Buku Fisik atau Ebook?

15 April 2017   19:17 Diperbarui: 16 April 2017   12:00 1234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menulis buku adalah salah satu pekerjaan potensial. Kita tentu mengenal penulis-penulis termasyhur seperti Andrea Hirata, Dewi Lestari, atau Ustaz Felix Shiaw. Nah, mereka adalah orang-orang profesional dalam bidang tulis-menulis buku berbentuk fisik.

Pembaca Kompasiana tentu sudah tahu bukan bahwa selain berbentuk fisik, buku juga hadir dalam bentuk digital atau yang lebih dikenal dengan e-book (electronic book). Buku digital ini formatnya bisa macam-macam seperti PDF, Word, atau dalam bentuk aplikasi.

Bagi Anda yang telah lama berkecimpung dalam dunia tulis-menulis sudah tidak asing lagi dengan pengalaman menulis buku fisik. Namun, bagaimana dengan pengalaman menulis buku digital? Atau mungkin pertanyaan terbesarnya, apakah profit ebook lebih menjanjikan dengan buku fisik?

Mana yang lebih menghasilkan: Ebook atau Buku Fisik?

Tentu saja tidak ada jawaban mutlak terkait pertanyaan ini. Di satu sisi, ebook bisa saja lebih potensial; demikian sebaliknya. Namun jika ditinjau secara umum dan melihat orang-orang yang sukses memasarkan ebook, dalam pandangan saya, ebook bisa jauh lebih menguntungkan.

Mengapa menulis ebook bisa jauh lebih potensial dibandingkan buku fisik? Alasan pertama, menulis buku fisik harus mengikuti kaidah dan tata bahasa yang berlaku. Bukan hanya itu, isinya juga harus bermutu. Hal ini dikarenakan ketika Anda mengajukan naskah Anda kepada penerbit mayor (ambil contoh Elex Media Komputindo atau Gramedia), akan ada proses seleksi di mana tulisan Anda akan dicek kualitasnya. Jika selama penulisan ternyata banyak ejaan Anda yang kurang tepat atau isinya kurang berkualitas, saya berani jamin tim penerbit akan mencoret-coret buku Anda atau bahkan naskah Anda tidak jadi diterima.

Lain halnya dengan ebook, kita bisa menulis sesuai bahasa kita, tidak melulu mengikuti kaidah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Saat ebook tersebut jadi, kitalah yang menilai sendiri tulisan kita.

Alasan kedua, income yang sangat gila dari menulis buku berbentuk fisik. Sangat gila yang saya maksud bukan berkonotasi positif, namun sebaliknya. Bagaimana tidak gila, untuk sebuah buku yang berhasil diterbitkan, royalti yang diberikan oleh penerbit hanya sebesar 5% dari hasil penjualan buku. Ya, 95% lainnya dikuasai oleh penerbit.

Bayangkan, Anda dibayar Rp5000 untuk penjualan sebuah buku seharga Rp50.000. Saya pernah mendengar cerita seorang penulis yang curhat dengan bukunya yang mengupas tentang pemrograman PHP (diterbitkan oleh Elex Media Komputindo), karena uang yang ia dapat baru Rp1.500.00 selama 6 bulan.

Lagi-lagi, kondisinya berbeda jika Anda menulis ebook. Uang yang diperoleh dari penjualan ebook, ya itu buat Anda. Jika ebook-nya dijual seharga Rp50.000, ya 50rb-nya masuk ke kantong Anda, enggak harus mampir-mampir dulu ke kantong lain.

Terlepas dari berbagai kelebihan menulis ebook, ebook juga memiliki kekurangan. Kekurangan ebook yang sampai saat ini bisa saya dapatkan, yang pertama adalah ebook sulit diproteksi. Para pembeli yang sudah mendapatkan ebook-nya ke dalam komputer, laptop, atau Smartphone mereka, bisa dengan mudah menyebarkannya atau menduplikasinya secara gratis ke teman-teman atau forumnya. Bahkan, mereka juga dapat menjualnya kembali dengan harga yang lebih rendah. Parahnya lagi, kita tidak bisa mengandalkan hukum karena belum ada hukum yang melarang penyebaran ebook baik untuk kepentingan komersial maupun nonkomersial. Lain dengan buku fisik, selama yang kita terbitkan di penerbit mayor nan terpercaya, tentu secara otomatis sudah dilindungi hukum.

Kedua, memasarkan ebook terbilang sulit. Ketika ebook kita yang anggaplah isinya bagus, bermutu, dan disajikan dengan bahasa ringan dan mudah dipahami sudah jadi, apa langkah selanjutnya? Apakah dengan menyebarkan ebook tersebut ke forum-forum atau situs diskusi online? Medsos? Bagaimana kita meyakinkan mereka untuk bersedia membeli ebook kita?

Lalu, saat memasarkan ebook, kita harus konsisten. Setelah dapat pembeli, kita tidak bisa tinggal duduk diam begitu saja. Kita harus incar pembeli lain, kecuali jika Anda mempromosikan ebook Anda lewat iklan atau SEO. Saya sering melihat ebook yang terjual laku pada awal-awal peluncuran saja, namun terjun bebas pada bulan-bulan berikutnya. Inilah efek ebook yang tidak dipromosikan secara terus-menerus oleh penulisnya.

Jika Anda menulis buku dan berhasil diterbitkan penerbit mayor, maka tugas Anda bisa dibilang sudah selesai. Penerbitlah yang mempromosikan buku Anda, entah itu dengan membuat katalog di website-nya, memasarkan ke toko buku seperti Gramedia, dan lain-lain.

Jadi, bagaimana, Anda memandang menulis buku fisik lebih profit atau buku digital? Silakan salurkan pendapat Anda.

Jangan lupa kunjungi blog saya: belajar-komputer-laptop.blogspot.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun