Mohon tunggu...
Ihsan Aufa
Ihsan Aufa Mohon Tunggu... Novelis - Murid SMKN 11 Semarang

Hanya manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perasaan Manusia

11 Juli 2024   00:43 Diperbarui: 11 Juli 2024   00:44 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasan pun tersenyum tipis dan mengangguk. Mereka mulai bersiap dan memulai langkah pertama mereka. Pada awalnya Hasan bergerak sedikit lebih cepat dari Sasa yang membuat Sasa sedikit merasa terbebani. Melihat itu Hasan langsung mengurangi kecepatannya dan membuat tempo nya sedikit lebih lambat dari Sasa agar Sasa tidak perlu menggunakan seluruh tenaganya. 

"Kamu udah terbiasa joging gini kah?," tanya Sasa. 

"Iya, aku butuh fisik yang kuat buat ngelingungi keluargaku nanti kan," jelas Hasan sambil menatap ke arah Sasa.

"Keluarga ya, omong-omong kamu liat orang-orang di sinikan? ada yang bisa senyum lepas, ada yang kayak dah mau hancur. Pemandangan di sini unik ya," lanjut Sasa.

"Jujur aja, kalo kamu mikirnya gitu berarti kamu nganggep Tuhan gak adil?" balas Hasan.

Mendengar balasan itu wajah Sasa menjadi cukup panik dan ingin menjelaskan maksudnya tapi sebelum memberikan [penjelasan Hasan kembali bicara. "Tuhan adalah entitas yang paling adil Sa, yang kamu liat kan cuma yang ada di luar aja. kamu gak akan tahu dalemnya gimana. Mau gimana pun kamu gak akan paham kan gimana perasaan dan backstory mereka. Orang yang paling keliatan bahagia bisa aja adalah orang yang paling menderita. Senyuman adalah cara paling sederhana untuk melupakan beban berat yang ada di pundak kita. Kalo yang kamu liat cuma luarnya aja kamu gak bisa langsung nyimpulin gitu aja," jelas Hasan dengan suara yang sanagt menenangkan. 

Sasa pun sedikit tersenyum mendengar penjelasan dari Hasan. Tak di sangka mereka sudah melewati satu putaran di taman itu dan terlihat pemuda kantoran yang keliatannya tidak memiliki semangat hidup itu tersenyum lepas melihat kedatangan istri dan anak-anaknya yang ingin menjemputnya. 

"Sebuah bunga tidak akan pernah bisa hidup tanpa air hujan. Jika pemuda itu adalah bunga yang layu, maka istri dari pemuda itu akan menyiraminya dan membuatnya kembali subur mungkin kamu bakal bilang "Lah Tuhan ngapain?" Tuhan adalah angin yang membawa awan hujan yang akan menyirami bunga yang layu itu. Tuhan tahu yang terbaik untuk kita, kita hanya perlu bertahan dan mencoba melakukan yang terbaik. Karena Tuhan tidak di kenal sebagai Maha Kejam dan Maha penghancur, tapi dia di kenal sebagai Maha Pengasih dan Maha Penyayang." 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun