Namanya adalah Rangga, seorang pemuda SMK di sebuah sekolahan yang cukup terkenal di daerah itu. Hari itu seperti biasa Rangga berangkat ke sekolah seperti biasa. Jika di lihat dari keimanan, Rangga adalah orang dengan keimanan yang masih belum sempurna. Dia mengetahui dengan baik tentang agamanya, tapi untuk percaya pada Tuhan itu sendiri. Dia belum bisa mengatakannya dengan percaya diri. Dia berangkat seperti biasa dan kegiatan sekolah berjalan seperti biasa. Dia ke kantin bersama teman-temannya saat istirahat dan beribadah ketika istirahat kedua. Saat pulang, teman-teman Rangga seperti biasa mengajaknya untuk beribadah terlebih dahulu. Tapi karena Rangga sudah berjanjian dengan ayahnya untuk langsung pulang, Rangga pun menolak ajakan mereka. Saat berada di tempat tunggu, dia belum melihat tanda-tanda keberadaan ayahnya. Melihat itu, Rangga pun duduk di sebuah kursi yang sudah di siapkan. Dari kejauhan terlihat seorang gadis yang duduk di tempat tunggu lain yang sedikit terpisah cukup jauh dari tempat Rangga. Namanya adalah Melia, tapi Rangga biasa memanggilnya Mei. Mei adalah salah seorang teman yang cukup dekat dengan Rangga. Beberapa menit berlalu Rangga sudah mulai bosan dengan telepon genggamnya.Â
"Aku mau ngomong sama Mei," ucap Rangga dengan wajah bosannya sambil melihat ke arah Mei.Â
Di sisi lain, tiba-tiba muncul banyak orang yang berhenti di sekitar Mei dan berbincang-bincang di sana. Tak lama Mei yang di kerumuni itu pergi dari sana dan berpindah di sebuah tempat yang menurut Rangga cukup aneh.
"Lah. Dia ngapain di situ?" ucap Rangga.
Tak lama Rangga mulai merasakan rintikan air hujan yang menerpanya. Tapi hujan itu sangat kecil yang membuat Rangga menghiraukannya. Beberapa menit berlalu Rangga mulai bosan dan memutuskan untuk beribadah saja berharap ketika dia selesai, ayahnya sudah ada di tempat tunggu. Ketika di tengah jalan dia berpapasan dengan Mei yang terlihat berteduh di depan sebuah gedung yang di atasnya terdapat sebuah atap kecil yang melindunginya dari hujan. Â Rangga sedikit memberikan tatapan pada Mei dan Mei yang menyadari itu pun berkata "Neduh Nga," ucapnya.Â
"Iyaa," balas Rangga sambil sedikit tersenyum.Â
Setelah interaksi singkat itu, Rangga melanjutkan perjalanannya dan segera malaksanakan ibadahnya. Di tengah kekhusyukannya, suara hujan yang tadinya pelan menjadi cukup deras.Â
Saat selesai, Rangga melewati jalan lain untuk menghindari hujan yang mulai lebat dan masuk ke dalam sekolah. Dia sudah membuat perjanjian dengan ayahnya untuk tempat penjemputan ketika hujan menerpa. Di tengah jalan tiba-tiba dia berpapasan dengan Mei yang sudah berpindah dari tempatnya. Rangga pun mengambil kesempatan itu dan berkata "Belum pulang Mei," ucap Rangga basa-basi.Â
"Iya belum," jawabnya.Â
"Kenapa enggak nunggu di sana?" lanjut Rangga.Â
"Ketempiasan Nga," balas Mei.Â
"Ya aku kalo hujan gini gak di sana si," ucap Rangga sambil memimpin jalan menuju tempat penjemputannya.Â
Mei pun mengikuti Rangga karena tidak ada satu pun orang yang dia kenal lagi. Mereka mulai melakukan pembicaraan-pembicaraan sederhana yang cukup menyenangkan. Kebetulan Mei juga akan segera pergi dari sekolah untuk magang. Rangga pun menggunakan hal itu sebagai topik pembicaraan utama. Mei juga bercerita tentang alasannya untuk magang dan beberapa hal lain. Di bawah rintikan hujan yang mulai mereda mereka mulai larut dalam pembicaraan yang sangat menyenangkan. Senyuman mulai terpancar pada wajah Rangga. Wajah bosannya berubah menjadi senyuman penuh kebahagiaan.
Tanpa di sadari keinginan sederhana Rangga dikabulkan oleh Tuhan setelah dia beribadah. Hanya dengan menjalankan kewajibannya Tuhan mau mengabulkan keinginannya. Padahal jika di lihat dari kemungkinannya. Awalnya, posisi Rangga dan Mei yang berjauhan menjadi dekat karena hujan dan keinginan tiba-tiba Rangga yang ingin pergi untuk beribadah sebentar. Di sisi lain, Mei juga langsung meninggalkan tempatnya karena banyak manusia yang tidak dia kenal mendekat padanya dan malah asik sendiri.Â
Setelah cukup lama berbincang ayah Rangga datang. Rangga pun berpamitan dengan Mei dan pulang bersama ayahnya. Karena penasaran, Rangga pun bertanya pada ayahnya.Â
"Yah, kok lama banget kanapa? Padahal udah janjian lho," tanya Rangga penasaran.Â
"Tadi ayah ke apotik, tapi apotiknya belum bisa ngelayani. Nah dari pada ayah bolak-balik, ayah nunggu di sana," jawab ayahnya.Â
Mendengar itu Rangga hanya bisa terdiam. Semuanya benar-benar terhubung. Jika bukan karena ayahnya telat maka semua kejadian tadi tidak akan bisa terjadi. Jika saja apotik itu langsung melayani ayah Rangga maka semua itu tidak akan terjadi. Jika ayah Rangga memutuskan untuk menjemput Rangga terlebih dahulu maka semua itu tidak akan pernah terjadi.Â
Tuhan sudah membuat alurnya bahkan sebelum Rangga membuat permintaan. Dia bisa membuat rangkaian kejadian yang bisa mengarah pada skenario yang sesuai dengan keinginan Rangga. Tuhan itu ada, dan dia juga akan membantu hamba-hambanya yang datang untuk meminta bantuannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H