Mohon tunggu...
Ihsan W. Prabawa
Ihsan W. Prabawa Mohon Tunggu... -

http://www.prabawa.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

OnePlus One Review

4 Maret 2015   21:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:10 2413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CyanogenMod menyediakan shortcuts berupa gestures yang digunakan dalam kondisi layar mati. Misalnya mengetuk layar 2 kali untuk membangunkan layar. Untuk sebuah smartphone besar tanpa tombol fisik, fitur yang pertama kali diadopsi oleh LG G2 ini sangat berguna sekali. Gestures lainnya adalah menggambar ‘O’ untuk mengaktifkan kamera dan menggambar ‘V’ untuk mengaktifkan flashlight.

Favorit gue adalah gestures untuk mengontrol playback musik. Pengguna menggambar ‘II’ dengan dua jari untuk play/pause, menggambar ‘<’ untuk previous track, dan menggambar ‘>’ untuk next track. Fitur ini sangat berguna terutama saat mendengarkan lagu di kegelapan, misalnya di sebuah penerbangan malam. Gue bisa skip ke lagu berikutnya tanpa perlu mendapat tatapan sebal dari penumpang sebelah yang terganggu dengan cahaya terang dari layar smartphone.

Tombol Navigasi

OPO menyediakan dua jenis tombol navigasi, yaitu tombol fisik capacitive dan tombol on screen yang sedikit mengambil area di layar bagian bawah. Gue pribadi lebih memilih menggunakan tombol fisik demi memaksimalkan penggunaan area layar seluas mungkin. Selain itu, kita juga bisa mengatur fungsi dan perilaku setiap tombol, baik pada saat ditekan sekali, ditekan dua kali, maupun ditekan-dan-tahan. Sebuah pilihan yang enggak bisa Anda peroleh dari Android pabrikan lain.

Sebagian orang memilih tombol on screen karena memiliki perilaku yang lebih fleksibel dan bisa berubah-ubah tergantung konteks dan aplikasi yang sedang aktif. Selain itu, mereka merasa tombol fisik yang terletak di bawah terlalu sulit untuk dijangkau. Anehnya, meski tombol on screen diaktifkan, tombol capacitive di bawah layar akan tetap menyala. Bagi orang dengan OCD seperti gue, hal tersebut cukup mengganggu.

Penutup

OPO membuktikan sesumbarnya untuk memberikan kinerja dan pengalaman setara smartphone kelas atas. Gue nggak paham bagaimana OnePlus bisa menjejalkan berbagai komponen berkualitas tinggi yang biasa kita temukan di jajaran smartphone mahal lalu menjualnya dengan harga murah. Smartphone ini begitu elegan, responsif, dan menjalankan sistem operasi yang memberikan kontrol semaksimal mungkin bagi penggunanya. Layarnya yang besar dan indah, prosesor yang kencang, dan baterainya yang tahan lama membuat OPO mampu memberikan pengalaman luar biasa dalam mengkonsumsi multimedia content maupun bermain game.

Jika Anda berencana membeli smartphone Android dengan dana kurang dari 5 juta, maka OPO adalah pilihan paling sempurna, bahkan mungkin pilihan satu-satunya. Smartphone lain dengan kisaran harga yang sama adalah Nexus 5 dan LG G2, tapi spesifikasi dan kinerjanya berada jauh di bawah OPO. Bahkan OnePlus One pun menurut gue masih pilihan yang lebih menarik dibanding Samsung Galaxy S5, HTC One, ataupun LG G3, tentunya jika harga menjadi pertimbangan. Perbedaan harganya yang mencapai 2 s.d 3 juta rupiah nggak cukup menjustifikasi peningkatan kinerjanya yang nggak seberapa.

Ketika OnePlus menyebut OPO sebagai sebuah Flagship Killer, mereka nggak sedang bercanda. Sebagai perusahaan gurem, masih jauh bagi mereka untuk mengalahkan penjualan Samsung dan Apple yang membelanjakan miliaran dolar setiap tahunnya untuk memasarkan produk mereka. Tapi mereka memberi harapan bagi orang-orang yang menghargai desain cantik, kinerja fantastis, sistem operasi hebat, dan value for money. Bagi gue, OnePlus One seperti mengembalikan hak-hak mendasar gue sebagai manusia untuk mendapatkan barang berkualitas dengan harga terjangkau.

Mampu menghasilkan produk generasi pertama sehebat ini adalah sebuah pencapaian yang luar biasa.

Menghabiskan waktu selama beberapa minggu dengan OPO, tentu saja gue menemukan berbagai kekurangan. Tapi segala kekurangan tersebut nggak terlalu substansial, terutama mengingat harganya yang murah. OPO bisa saja dipersenjatai dengan layar beresolusi lebih tinggi, kamera dengan OIS, fingerprint scanner, stereo speaker, anti-dust, dan waterproof body, tapi tentu saja harganya mustahil dipertahankan di level kompetitif saat ini senilai $299.

Sebuah smartphone ideal adalah perpaduan antara teknologi terkini, desain, kinerja, user experience, dan value for money. Membuat smartphone semacam ini bukanlah perkara yang mudah, mengingat kerumitan teknologi mobile saat ini membutuhkan level engineering sangat tinggi dan model bisnis yang efisien. Menurut gue, OPO sudah berhasil memenuhi kebutuhan pengguna yang paling utama. Mampu menghasilkan produk generasi pertama sehebat ini adalah sebuah pencapaian yang luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun