Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatay tingkat kekerasan pada anak tertinggi pada 2020 dengan sekitar 7.191 kasus dari total jumlah kasus kekerasan pada anak dan perempuan yang menggapai angka 11.637.Â
Banyak ditemui korban diantara kasus-kasus kekerasan seksual yang bahkan dipaksa untuk menandatangani surat damai dan situasi ini menjadi cerminan bersama bagi pemerintah untuk kembali mengawal pengesahan RUU PKS yang baik dan juga dapat diterima masyarakat, bukannya RUU PKS yang kehilangan esensi utamanya.
Alih-alih menjadi pelindung hak bagi para korban, draf RUU PKS yang baru justru memuat banyak sekali perubahan yang merugikan mereka secara signifikan dan jelas. Bahkan, dapat dikatakan perubahan yang ada menghilangkan nafas dan esensi utama rancangan yang berfokus pada keadilan yang diterima oleh korban dan sanksi yang diberikan kepada pelaku. Usaha perubahan RUU PKS dalam draf yang baru ialah sebagai berikut.
- Penghapusan 5 bentuk kekerasan seksual.
- Dihapusnya jaminan, pemilahan, dan perlindungan hak korban kekerasan seksual.
- Perubahan judul dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
- Hilangnya pengaturan mengenai kekerasan gender berbasis daring.
- Hilangnya pedoman bagi aparat penegak hukum untuk memiliki perspektif dari korban.
- Menyamakan kekerasan seksual terhadap korban dewasa, remaja, dan anak.
- Hilangnya pemberatan hukuman bagi pemuka agama.
- Peran pendamping dihilangkan.
- Hilangnya perlindungan khusus bagi korban dengan disabilitas.
Hilangnya ketentuan mengenai pemaksaan aborsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H