Bagi saya, Yogyakarta adalah tempat di mana saya bisa merasa lebih tenang, menikmati momen-momen kecil, dan menjalani kehidupan dengan lebih mindful dan penuh perhatian.
Referensi
Ara, S. (2023). Slow Living: Hidup Bukanlah Pelarian tapi Perjalanan. Syalmahat Publishing.
KlikDokter. (n.d.). Manfaat Slow Living untuk Mental dan Tips Melakukannya. Diakses dari https://www.klikdokter.com
Larasati, A. K., Novitasari, D., Pinandita, P. H., & Putri, A. D. (2023). Slow Living: Hidup Bukanlah Pelarian tapi Perjalanan. Jurnal Literaksi, 1(1), 1-10.
Lontar UI. (n.d.). Kajian karakteristik ruang dalam prinsip slow living sebagai respon terhadap kehidupan modern. Diakses dari https://lontar.ui.ac.id
Parkins, W., & Craig, G. (2006). Slow Living. Berg Publishers.
Steager, T. (2006). Slow living by Wendy Parkin and Geoffrey Craig. Food, Culture & Society, 9(1), 113-115.
Tranter, P., & Tolley, R. (2020). The 'slow paradox': how speed steals our time. Dalam Slow Cities (hlm. 45-60). Elsevier.
Tempo.co. (n.d.). Menggali Filosofi dan Manfaat Slow Living, Ketenangan dalam Hidup Modern. Diakses dari https://www.tempo.co
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H