Salah satunya, dr. Bernard Allaart yang mengabdi menjadi pimpinan RS Trenggiling sampai 1959. Ia dan keluarganya tinggal di Purbalingga dengan rumah tinggalnya di Purbalingga Wetan (Saat ini bekas rumah dinasnya menjadi Rumah Makan Bebek Goreng Haji Slamet).
Pada saat dipimpin oleh dr. B. Allaart, setelah Indonesia Merdeka, rumah sakit tersebut diambil alih sehingga statusnya sebagai rumah sakit zending sudah tidak berlaku lagi dan berganti menjadi 'Rumah Sakit Umum Daerah Swatantra Tingkat ke II Poerbolinggo (R.S.U.D.S II Purbalingga)'. Para dokter, suster dan karyawannya pun menjadi pegawai pemerintah. Meski demikian, suasana kekristenanya masih kental.
Namun, pergantian status rumah sakit itu, rupanya membuat dr. Allaart tidak kerasan. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke Belanda pada 2 Juni 1959.
Sebuah foto lawas di atas menggambarkan peristiwa perpisahan dokter landa itu. Pada papan yang ada dalam gambar tersebut jelas tertulis : 'Selamat BERPISAH, Dr. Bernard Allaart DENGAN KELUARGA'. Pada bagian bawah ada keterangan 'R.S.U.D.S. II PURBOLINGGO' kemudian ada keterangan tarikh yang menunjukkan '30-5-1959'. Lalu ada lukisan salib di pojok kiri atas dan goresan logo farmasi 'cawan dibelit ular' pada bagian bawah.
'Sang Dokter' tampak berada persis di belakang papan didampingi istri dan dua anak perempuannya. Di sekeliling mereka tampak orang-orang berseragam serba putih khas tenaga kesehatan. Ada yang tampak orang berkebangsaan eropa, tionghoa maupun warga pribumi. Mereka merupakan karyawan dan keluarga besar rumah sakit yang melepas Dr. Allaart dan keluargan pulang kembali ke negaranya.
Namun, kiprah Dokter Belanda masih berlanjut. Setelah, dr. Allaart pulang ke negaranya masih yang menggantikanya, yaitu, Dokter Brahman. Kemudian, 'RS Trenggiling' dipimpin oleh orang beretnis Tionghoa, yaitu, dr. Han Tiong Bo. Setelah itu, orang pribumi sudah mulai menduduki pimpinan rumah sakit, yaitu dr. Soedarsono, lalu dr. Slamet Notohamidjojo, dilanjutkan dr. Soetjipto sampai tahun 1979.
Pada era tersebut, Rumah Sakit Trenggiling sudah diambil alih penuh dan dikelola oleh pemerintah daerah. Pada 1979, Gubernur Jawa Tengah Soeparjo Roestam bahkan memerintahkan agar rumah sakit berpindah lokasi yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. Soeparjo berpendapat RS Trenggiling tidak strategis lagi dan aksesnya sulit jika Jembatan Sungai Klawing yang berada di Kelurahan Bancar putus karena bencana alam.
Oleh karenanya, pada 1981 mulai dibangun gedung rumah sakit baru yang berlokasi di Kelurahan Kembaran Kulon, Kecamatan Purbalingga. Dua tahun berikutnya, RS tersebut ditetapkan sebagai RSUD Purbalingga, rumah sakit tipe C dengan SK Menkes No. 223/Menkes/VI/1983.
Saat proses pembangunan sampai awal beroperasinya gedung rumah sakit yang baru, RS Trenggiling masih memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Baru pada 5 Mei 1986 secara resmi seluruh kegiatan RSUD Purbalingga pindah ke lokasi yang terletak di Jl. Tentara Pelajar No. 22 Kelurahan Kembaran Kulon, Kecamatan Purbalingga.