Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Mas Pirngadie: Maestro Pelukis dan Ilustrator Nasional dari Purbalingga

2 Februari 2024   10:22 Diperbarui: 4 Februari 2024   07:16 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku-Buku J.E Jasper dan Pirngadie (Dok: Facebook MJA Nashier)

Sebanyak 78 lukisan wajah suku-suku bangsa di seantero nusantara terpajang mengelilingi peta raksasa yang menggambarkan wilayah-wilayah Republik Indonesia kini. Karya yang tenar disebut "Lukisan Wajah Suku Bangsa" itu terpajang di Ruang Etnografi, Museum Nasional.

Wajah-wajah yang ada dalam lukisan sangat hidup dan detail, hampir-hampir seperti foto berwarna. Semakin terasa nyata karena dilengkapi dengan aksesoris dan pakaian adat yang indah dari suku bangsa masing-masing.

Koleksi bersejarah tersebut dibuat pada era kolonial Hindia Belanda untuk dipamerkan pada ajang Koloniale Tentoonstelling di Paris, Perancis pada 1931. Kemudian, dipajang sejak 1935 di Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang setelah Indonesia merdeka menjadi Museum Nasional.

Pelukis karya monemental itu adalah Mas Pirngadie. Ia adalah seorang pelukis aliran mooi indie yang diakui di level nasional, bahkan dunia. Selain pelukis, Ia juga seorang etnografis dan ilustrator handal, karyanya berupa 5 jilid buku ensiklopedi yang mendata tentang seni kerajinan tangan dari seluruh penjuru Nusantara menjadi masterpiece yang sukar disamai hingga kini.

Siapa sangka jika pelukis dan ilustrator hebat itu ternyata putera asli Purbalinga, kampung saya sendiri. Ia lahir pada Desember 1878 di Desa Pakirangan (Pekiringan) saat ini di Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

Sayangnya, meski dikenal di dunia internasional dan dianggap sebagai penerus pelukis kenamaan Raden Saleh, Mas Pirngadie tidak terlalu dikenal di negerinya sendiri. 

Artikel yang mengulas tentangnya sangat jarang. Hanya informasi singkat di laman Wikipedia juga di laman kemendikbud dan Museum Nasional yang tak dalam mengulas sosoknya.

Sumber yang cukup lengkap ada dalam tulisan sastrawan kenamaan era Pujangga Baru, Sutan Takdir Alisjahbana (S.T.A). Pada beberapa seri tulisan, S.T.A mereview lukisan dan menulis perjalanan hidup Mas Pirngadie di Majalah Pudjangga Baroe. Salah satunya pada artilek edisi Th. II, November 1934 berjudul ' Mas Pirngadie : Ahli Gambar Bangsa Indonesia'.

S.T.A yang juga sahabat kental Mas Pirngadie menceritakan lukisan Mas Pirngadie kerap menceritakan kampung kelahirannya yang molek.

"Menurut gambar cat minyaknya yang besar memberat di ruang makan dalam rumahnya adalah tempat kelahirannya itu daerah perbukitan, tempat padi menguning sejauh mata memandang, dialiri anak sungai yang deras dan jernih berbatu-batu. Jauh tersembunyi tampak desa-desa ditengah emas megombak, dikerumuni pohon kelapa dan rimba. Di sebelah utara, padu berbaris Gunung Lawet laksana tembok tinggi yang maha perkasa".

 NB : Gunung Lawet adalah salah satu bukit yang ada di Purbalingga, tepatnya saat ini di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang. Lokasinya tak jauh dari Desa Pekiringan, tempat lahir Mas Pirngadie. Gunung atau lebih dikenal Ardi Lawet merupakan tempat yang cukup sakral dan dikeramatkan di Purbalingga sebab dipercaya menjadi petilasan Syekh Jambu Karang, penyebar Agama Islam abad ke 12 di lereng timur Gunung Slamet itu.

Lukisan Karya Mas Pirngadie (Sumber: mutualart via ceknricek.com)
Lukisan Karya Mas Pirngadie (Sumber: mutualart via ceknricek.com)

Berikurnya, S.T.A juga menceritakan perjalanan hidup Mas Pirngadie dan kiprahnya. Saya mencoba menyarikannya dikombinasikan dengan referensi lain sebagai berikut :

Lahir di Purbalingga, Lalu Mengembara

Darah seni yang mengalir dalam diri Pirngadie berasal dari ayahnya Mas Mertojoedo, seorang petani namun juga ahli ukir serta pandai emas dan perak yang cukup tenar di Desa Pekiringan, Purbalingga. Namun, Pirngadie tak pernah menerima pelajaran seni dari ayahnya, sebab sudah meninggal dunia ketika Ia masih berusia lima tahun.

Sepeninggal bapaknya, Pirngadie diasuh adik dari ibunya, Haji Mochammad Tahir, ulama dan penghulu di desanya. Pirngadie pun dibekali ilmu agama dari ayah angkatnya itu dan berharap Ia akan menggantikanya. Namun, pada usia tujuh tahun, Pirngadie diadopsi oleh sepupunya (putra kakak ayahnya), Mas Joedodimedjo, seorang pegawai kadaster / pertanahan di District Bukateja, masih di Purbalingga. Ia pun menyekolahkan Pirngadie dengan harapan bisa menjadi seperti dirinya.

Ketika Mas Joedodimejo pindah tugas, Pirngadie pun turut serta dan dimulailah pengembaraannya. Mula-mula ke Magelang, lalu ke Sukabumi, Jawa Barat. 

Saat di Sukabumi Ia juga belajar di Frobelschool Mejuffrow H.Brox. Tak lama di Sukabumi, pindah ke Bandung. Pirngadie masuk externenschool dan sore hari belajar Bahasa Belanda pada H. Falk.

Pada 1889, di usia yang masih sangat belia, 12 tahun, Pirngadie sudah memenuhi harapan ayah angkatnya, Ia diterima magang pada jabatan kadaster. 

Pekerjaan itu berkaitan dengan sistem administrasi informasi persil tanah, mengurusi hak, batasan dan tanggung jawab dalam bentuk uraian geometrik atau peta sebagai dasar pengelolaan hak atas tanah, nilai tanah, dan pemanfaatan tanah. 

Pirngadie mulai terlibat pekerjaan membuat peta-peta tanah. Sebagai pegawai kadaster, pertama Ia ditugaskan di Cicalengka, Jawa Barat kemudian pindah tugas ke Pasuruan, Jawa Timur. 

Jiwa seni Pirngadie tak terkungkung rutinitasnya. Pada waktu-waktu senggang ia manfaatkan perangkat penggambar petanya untuk meniru-niru gambar dan membuat sketsa wajah teman-temannya.

Sekitar 1900, Mas Pirngadie bertemu dengan Freiherr Otto Carl von Juncker Bigatto, pelukis berkebangsaan Jerman yang kemudian mengenalkanya pada seni menggambar dengan cat. Selain Von Juncker Bigatto, seorang pelukis bernama Du Chanttel juga disebut berpengaruh besar membimbing Pirngadie

Sejak mengenal mereka, Ia serius menekuni dunia lukisan dan bakat besarnya langsung terlihat.  Baru setahun menggeluti, pada Agustus 1901, Ia sudah berani mengirimkan lukisan-lukisan cat airnya ke pameran seni. Sejak pameran pertamanya, Pirngadie kerap mengikuti pameran di berbagai daerah dalam dan luar negeri.

Salah satu pameran yang diikuti Mas Pirngadie (Dok: Facebook MJA Nashier)
Salah satu pameran yang diikuti Mas Pirngadie (Dok: Facebook MJA Nashier)

Latar belakangnya sebagai kadaster yang teliti dan rumit dalam membuat peta mempengaruhi goresan tangannya dalam lukisan dan meninggalkan jejak pada karyanya. Ia terlampau teliti, terlampau mengindahkan details yang kecil kecil.  Kritikus seni dalam kolom De Locomotief pada 1920 mengapresiasi gambar Mas Pirngadie yang disetelengkan di Jaarbeurs di Bandung :

"Pirngadie weel mooi stukken netuur te vinden en geeft die met haasl beangsligende getrowheid weer. Zoo is daar een boomgroup, we menen in den Plantentuin, waar haasl blaaje op gepenseeld staat. Dit is natuur copieeren, niet haar met eigen zieLekracht herscheppen". Artinya, kurang lebih : "Karyakarya Pirngadie pemandangan alam yang indah memberikan kepersisan luar biasa. Jadi ada pohonpohon, mungkin di dalam sebuah kebun botani, yang daundaunnya dilukis satu persatu. Ini adalah cetakan dari alam, bukan penggambaran kembali alam".

Pertemuan dengan J.E. Jasper

Tak hanya melukis, Pirngadie juga kerap membuat  ilustrasi, terutama batik yang dikumpulkanya dalam sebuah album. Hal itu diketahui oleh gurunya Von Juncker Bigatto yang kemudian mengenalkan kepada J.E. Jasper, seorang ambtenaar Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda di Jombang. J.E. Jasper sangat senang melihat album batik yang indah karya Mas Pirngadie.

Dalam sebuah artikel di Op de Hostage tahun 1909, Jasper menulis tentang album ini demikian : "Jarang saya melihat reproduksi motif-motif Batik Jawa asli yang lebih baik dari yang ada di album Mas Pirngadie. Warna soga tua itu, seperti yang dipakai di Yogya oleh pembatik, yang tercipta dari ramuan-ramuan berbahan alami memakai resep yang rumit, begitu juga biru indigo yang diterakan di kain, hasil kerja berbulan-bulan, keindahan dan kecemerlangannya bisa terlihat dari gambar-gambar Mas Pirngadie".

Setelah itu, J.E. Jasper mengajak Mas Pirngadi bekerja di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Dinas Arkeologi dan Seni). Pada mulanya mereka berdua berkolaborasi untuk menggali informasi dan mekonstruksi dari reruntuhan monumen / bangunan bersejarah. J.E Jasper kemudian ditugasi Pemerintah Kolonial Belanda untuk mengumpulkan keterangan lengkap tentang seni kerajinan tangan di seluruh nusantara. Mas Pirngadie pun diajak menjadi illustrateur - nya. Selama sembilan tahun, 1904 - 1913, kedua orang ini berkeliling nusantara.

Data dan informasi tentang seni anyaman, seni tenun, seni batik, seni logam dan lain-lainnya di seantero Hindia Belanda mereka dokumentasikan secara sempurna dan detil lengkap dengan gambar dan ilustrasi yang dibuat Pirngadie. Karya mereka dituangkan dalam lima jilid buku, berjudul De Inlandsche Kunstnijverheid in Nederlands Indie (Seni dan Kerajinan Tangan di Hindia Belanda) yang diterbitkan Graven Hage.

Jilid pertama tentang Het vlechtwerk atau anyaman, terbit tahun 1912. Jilid kedua tentang De weefkunst atau tenunan, terbit 1912. Jilid 3 tentang De batikkunst atau batik, terbit 1916, jilid 4 tentang De Goud en silversmeedkunst atau emas dan erak, terbit 1927 dan jilid 5 tentang De bewerking van niet-edele metalen atau logam selain emas dan perak, terbit 1930.

Buku-Buku J.E Jasper dan Pirngadie (Dok: Facebook MJA Nashier)
Buku-Buku J.E Jasper dan Pirngadie (Dok: Facebook MJA Nashier)

J.E Jasper sangat cocok dengan patner kerja pribuminya itu. Ia pun menukiskan komentar bernada pujian : "Tak ada yang bisa menggambarkan perhiasan motif timur lebih baik dari Mas Pirngadie. Dia yang terbaik di negerinya. Kalau ada masalah-masalah yang terjadi pada warna atau gambar karena pemakaian proses yang tak biasa dia selalu bisa mendapatkan pemecahannya. Kesabarannya hebat dan mengagumkan". 

Mas Pirngadie dan 78 Lukisan Wajah Suku Bangsa

Peta dan Lukisan Wajah Suku Bangsa (Dok: Wikipedia)
Peta dan Lukisan Wajah Suku Bangsa (Dok: Wikipedia)

Setelah berbagai kiprahnya, Pirngadie meneruskan bekerja di Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, saat ini Museum Nasional. Di situlah saat ini masih terpampang 78 lukisan wajah suku bangsa yang legendaris itu mengelilingi gambar peta besar negeri ini yang juga dilukis olehnya.

Lukisan itu hasil dirinya berkeliling ke seluruh pelosok nusantara bersama J.E Jasper. Selain menghasilkan 5 jilin buku eksiklopedia seni dan kerajinan tangan, ratusan karya lukis pemandangan alam, Mas Pirngadie membuat lukisan 78 wajah suku bangsa di Hindia Belanda alias Indonesia itu.

Lukisan yang dipajang saat ini di Museum Nasional adalah karya kedua, yang pertama dipamerkan di Koloniale Tentoonstelling (Pameran Kolonial) di Paris, Prancis 1931. 

Malangnya, pada pameran itu terjadi tragedi kebakaran yang memusnahkan karya Pirngadie bersama dengan buah seni nusantara lainnya.  

Namun, 'Gila'-nya, Mas Pirngadie menggambarnya sekali lagi 78 lukisan itu sehingga pada 1935, karyanya terpajang di museum tempatnya bekerja dan masih bisa kita saksikan hingga kini.

Tak lama, setelah karya monumentalnya dipajang, Mas Pirngadie beristirahat untuk selama-lamanya pada Sabtu, 4 April 1936. Sahabatnya, Sutan Takdir Alisjahbana menuliskan memoar untuknya : "Mas Pirngadie, aman dan sentosa toean dapat merebahkan badan toean jang letih di pangkoean boemi : pekerdjaan toean telah selesai. Dan nama toean tiada akan terloepa lagi!"

Sebagai informasi, pada 2018, Museum Nasional telah merestorasi masterpiece Mas Pirngadie : '78 Wajah Suku Bangsa Indonesia'.

Lukisan Wajah Suku Bangsa Direstorasi (Dok: Merdeka.com)
Lukisan Wajah Suku Bangsa Direstorasi (Dok: Merdeka.com)

Selama hidupnya, Pirngadie menerima berbagai macam penghargaan, diantaranya, piagam penghargaan lukisan terbaik pada pameran di Annual Fair Surabaya(1905), Penghargaan II pada pameran lukisan cat air, Surabaya (1907), Dua medali pada pameran lukisan, Surabaya (1912), hadiah untuk lukisan pemandangan Indonesia terbaik pada The Gent Exposition (1913), hadiah pertama untuk lukisan cat air terbaik pada Pameran Kolonial, Semarang (1914), hadiah pertama dan kedua pada perlombaan membuat kulit buku terindah (1919).

Kemudian, Pemerintah Indonesia juga memberikan penghargaan Anugerah Tanda Kehormatan Kelas Satyalancana Kebudayaan dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 2014.

 Pirngadie Diakui Dunia, Tak Cukup Dikenal di Negerinya

Mas Pirngadie (Dok: Facebook MJA Nashier)
Mas Pirngadie (Dok: Facebook MJA Nashier)

Seperti disampaikan di atas, Pirngadie cukup dikenal di pentas nasional, bahkan dunia. Pujian dari S.T.A cukup menggambarkan

"Dalam waktoe itoelah perasaannja terhadap gambaran ornament dapat toemboeh sesempoerna-sempoernanja. Di berbagai daerah itoe boekan sadja ia mendapat kesempatan mengenali sebaik-baiknja tjara anak negeri menghiasi barang perhiasan dan barang keperloean mereka setiap hari, iapoen mendapat kesempatan sepenoeh-penoehnja memakai pinsilnja oentoek meloekiskan sekaliannja itoe di atas kertas. Dan siapa jang membalik-balikkan kelima djilid boekoe De Inlandsche Kunstnijverheid in Nederlands Indie jang tebal-tebal hasil perdjalanan itoe dan mengamat-amati dengan seksama gembaran jang beratoes boeah itoe, tiada boleh tiada akan kagoem melihat ketjintaan, kesabaran, ketetapan hati, ketelitian dan tadjamnja penglihatan jang berseri-seri di seloeroeh gambaran itoe. Sesoenggoehnja dengan boekoe De Inlandsche Kunstnijverheid in Nederlands Indie jang tiada ternilai harganja itoe telah terteralah oentoek selama-lamanja nama Mas Pirngadie sebagai ahli gambar jang pajah ditjahari tandingannja pada zaman permoelaan kebangoenan bangsa Indonesia sekarang ini". 

 Sebagai budayawan, S.T.A. memberikan kesaksian kiprah Mas Pirngadie, sebagai 'seorang dari pada mereka jang soenji sepi berdjoeang itoe, tiada diminati dan tiada dikenali orang'.  Ia menilai Pirngadie sosok yang berpengaruh dalam ranah kebudayaan negeri ini. Karya-karyanya memiliki kekuatan, keindahan dan kedalaman. Sosok Pirngadie diceritakan tetap hidup sederhana dan rendah hati meski sudah menjadi ahli gambar terkemuka.

Saat itu, S.T.A menyayangkan tak ada media atau penulis lokal selain dirinya yang mengulas sosok Pirngadie. Padahal banyak koran atau majalah berbahasa Belanda yang terbit di negeri ini maupun di luar negeri yang mengupas karya-karya Mas Pirngadie. S.T.A merasakan kenyataan ini memedihkan bahwa Mas Pirngadie seperti 'tak diperhitungkan' di kalangan pribumi meski telah menghasilkan ratusan karya lukis hebat dan lima jilid Buku De Inlandsche Kunstnijverheid in Nederlands Indie.

Ya, sosoknya memang tak banyak dikenal, hingga kini, pun di tanah kelahirannya, Purbalingga. Saya sendiri tak sengaja mendapatkan informasi tentang Mas Pirngadie. 

Saat itu, saya sedang meriset peninggalan bersejarah dari Purbalingga dengan kata kunci 'Artefak dari Purbalingga di Museum Nasional'. Wah, pada hasil pencarian salah satunya muncul artikel mengenai Mas Pirngadie dari Purbalingga. Akhirnya, saya meneruskan riset tentang dirinya dan menuliskan artikel ini.

Tak disangka yaa, Bumi Perwira Purbalingga ternyata melahirkan seorang maestro pelukis, ilustrator dan etnografis handal yang diakui tingkat nasional, bahkan dunia.

Lukisan Karya Mas Pirngadie berjudul Kampung di Jawa (Sumber: mutualart via tfr.news )
Lukisan Karya Mas Pirngadie berjudul Kampung di Jawa (Sumber: mutualart via tfr.news )

Sumber :

Tulisan Sutan Takdir Alisjahbana tentang mas Pirngadie yang sudah diterjemahkan dan saya baca di sini 

Biografi Mas Pirngadie di Wikipedia dan Situs Resmi Museum Nasional

Tulisan MJA Nashir di dalam buku Katalog Pameran "100 th De Weefkunst (Seni Tenun) karya J.E. Jasper & Mas Pirngadie". Penerbit: Bergoord Publishing, Oosterbeek dan Museum Tekstil, Jakarta yang saya baca di sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun