Jilid pertama tentang Het vlechtwerk atau anyaman, terbit tahun 1912. Jilid kedua tentang De weefkunst atau tenunan, terbit 1912. Jilid 3 tentang De batikkunst atau batik, terbit 1916, jilid 4 tentang De Goud en silversmeedkunst atau emas dan erak, terbit 1927 dan jilid 5 tentang De bewerking van niet-edele metalen atau logam selain emas dan perak, terbit 1930.
J.E Jasper sangat cocok dengan patner kerja pribuminya itu. Ia pun menukiskan komentar bernada pujian : "Tak ada yang bisa menggambarkan perhiasan motif timur lebih baik dari Mas Pirngadie. Dia yang terbaik di negerinya. Kalau ada masalah-masalah yang terjadi pada warna atau gambar karena pemakaian proses yang tak biasa dia selalu bisa mendapatkan pemecahannya. Kesabarannya hebat dan mengagumkan".Â
Mas Pirngadie dan 78 Lukisan Wajah Suku Bangsa
Setelah berbagai kiprahnya, Pirngadie meneruskan bekerja di Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, saat ini Museum Nasional. Di situlah saat ini masih terpampang 78 lukisan wajah suku bangsa yang legendaris itu mengelilingi gambar peta besar negeri ini yang juga dilukis olehnya.
Lukisan itu hasil dirinya berkeliling ke seluruh pelosok nusantara bersama J.E Jasper. Selain menghasilkan 5 jilin buku eksiklopedia seni dan kerajinan tangan, ratusan karya lukis pemandangan alam, Mas Pirngadie membuat lukisan 78 wajah suku bangsa di Hindia Belanda alias Indonesia itu.
Lukisan yang dipajang saat ini di Museum Nasional adalah karya kedua, yang pertama dipamerkan di Koloniale Tentoonstelling (Pameran Kolonial) di Paris, Prancis 1931.Â
Malangnya, pada pameran itu terjadi tragedi kebakaran yang memusnahkan karya Pirngadie bersama dengan buah seni nusantara lainnya. Â
Namun, 'Gila'-nya, Mas Pirngadie menggambarnya sekali lagi 78 lukisan itu sehingga pada 1935, karyanya terpajang di museum tempatnya bekerja dan masih bisa kita saksikan hingga kini.
Tak lama, setelah karya monumentalnya dipajang, Mas Pirngadie beristirahat untuk selama-lamanya pada Sabtu, 4 April 1936. Sahabatnya, Sutan Takdir Alisjahbana menuliskan memoar untuknya : "Mas Pirngadie, aman dan sentosa toean dapat merebahkan badan toean jang letih di pangkoean boemi : pekerdjaan toean telah selesai. Dan nama toean tiada akan terloepa lagi!"