Negara ini pernah memberlakukan pajak untuk kepemilikan hewan peliharaan Anjing. Pajak ini berlaku nasional dan namun ditetapkan di masing-masing wilayah administratif dengan dasar peraturan daerah.
Seperti di kampung saya, Purbalingga, Jawa Tengah ada perda yang mengaturnya. Pada 1950, Pemerintah Kabupaten Purbalingga menerbitkan beleid Nomor 22 Peraturan Padjak Andjing Kabupaten Purbolinggo. Aturan tersebut memuat kewajiban membayar pajak bagi pemilik anjing dan denda bagi yang melanggarnya.
Berikut saya kutipkan pasal-pasalnya :
Pasal 1
Dalam Kabupaten Purbolinggo pada tempat-tempat dan complex-complex sebagai jang diterangkan dalam ajat 2 dari pasal ini diadakan pemungutan padjak f 3 setahunnja buat masing-masing andjing jang dipelihara oleh mereka jang berdiam atau berada di tempat itu lebih dari 90 hari
Â
Pasal 2
Pada waktu membajar padjak tahun jang berdjalan mengembalikan djuga penning dari tahun padjak jang lalu kepada jang dimaksud, bilamana tidak dapat mengembalikanja selainja padjak dipungut djuga uang f 0.50. Bilamana penning itu hilang atas permintaan orang jang menanggung padjak itu dapat diberi penning lain oleh orang sebagai tersebut dalam sub c dari pasal ini dengan membajar f 1
Â
Pasal 3
Peraturan ini mulai berdjalan sedjak dimuat dalam Berita Negara R.I.S dan berlaku mulai 1 Djanuari 1950
Â
Catatan :
Penning atau peneng adalah kalung / medali anjing (dog tag)
f adalah simbol untuk menyebut mata uang gulden, jadi f 3 berarti (3 gulden)
R.I.S adalah Republik Indonesia Serikat, saat itu negara memang berbentuk serikat.
Pada bagian pengesahan tertera yang bertandatangan pada peraturan tersebut adalah Wk. Bupati R. Doellah dan disahkan oleh Gubernur Djawa Tengah dengan surat kepuusan tanggal 8 Maret 1950 No. Ris/II 61/1/5 diwakili oleh Sekretaris Gubernur Djawa Tengah RM. Kartono
Kemudian, untuk mensosialisasikannya, Bupati R. Oetojo Koesoemo membuat makmulat yang diedarkan ke kecamatan dan kawedanan agar dibaca oleh khalayak luas. Maklumatnya bisa dibaca di bawah ini
Uniknya, baik peraturan dan maklumatnya dibuat dalam dua bahasa yaitu Indonesia dan Jawa. Hal ini sepertinya untuk memudahkan masyarakat memahami peraturan tersebut, sebab, literasi akan Bahasa Indonesia saat itu bisa jadi masih kurang.
Padjak Andjing, Warisan Belanda
Pajak Anjing itu ternyata bukanlah kreasi murni dari republik ini. Beleid tersebut merupakan warisan Pemerintah Kolonial Belanda. Pada Perda Pajak Andjing Kabupaten Purbalingga tersebut dijabarkan dalam pengantarnya bahwa merupakan perubahan dari peraturan sama yang disahkan pada 12 Mei 1932, kemudian diubah 23 Desember 1932 dan direvisi lagi pada 29 Agustus 1935.
Tenyata, Peraturan Pajak Anjing ini sudah diterapkan Pemerintahan Kolonial jauh lebih lama. Laman historia.com menyebutkan aturan itu pertama kali termaktub dalam staatsblad (lembaran negara) No. 283 tahun 1906. Tujuan diterapkannya pajak tersebut, selain untuk mengisi kas negara, juga dimaksudkan untuk mengendalikan penyakit anjing gila dan rabies. Sebab, pada 1905 ada pandemi penyakit anjing gila yang meresahkan.
Pada aturan kolonial itu, disebutkan kewajiban pemilik anjing untuk melaporkan jumlah anjing peliharaan, memakaian penneng atau kalung anjing, membayar pajaknya serta ada sanksi bagi yang tidak melakukannya.
Peraturan tersebut kemudian masih dipertahankan setelah Indonesia Merdeka yang berlaku secara nasional dan ditetapkan dengan perda di masing-masing wilayah. Undang-Undang Darurat Nomor 11 tahun 1957 menyebutkan pajak atas hewan peliharaan anjing menjadi wewenang dari daerah tingkat II dalam hal ini (Kabupaten / Kotamadya)
Oleh karena itu, Purbalingga yang kota kecil saja menerapkan seperti yang dituangkan di atas. Apalagi kota-kota besar. Misalnya, Pemerintah Kota Praja Yogyakarta juga mengeluarkan peraturan nomor 21 tahun 1960 tentang Pajak Anjing. Kemudian, Pengumuman Walikota Djakarta Radja pada 18 Desember 1952 tentang Padjak Andjing di media masa seperti di bawah ini
Maklumat Walikota Medan No 24 tentang Bea Andjing bertanggal 20 Djuli 1955
Pengumuman Padjak Anjing Kota Surabaya pada 1954Â
Pajak Anjing Dinamis
Untuk konteks Purbalingga, saya coba riset aturan-aturan mengenai Pajak Anjingnya, ternyata sangat dinamis. Peraturan tahun 1950 itu diubah pada 1955, lalu ada perubahan lagi tahun 1966, kemudian 1967. Perubahan mendasar hanya pada besaran tarifnya, misal, pada Perda No 1 Tahun 1967 tentang Pajak Anjing Kabupaten Purbalingga besarnya tarif pajak adalah :
a. untuk tiap-tiap jenis anjing seperti "Herder", "Bulldog", "Poedel", "Fok Terries", "Hazenwind", "Spaniel" dan lain sebagainya Rp. 265,00 setahun;
b. untuk tiap-tiap anjing ras lainnya yang berstaboom 50% Rp. 140,00 setahun;
c. untuk tiap-tiap anjing biasa Rp. 25,00 setahun
Kemudian berubah lagi di tahun 1972, tampaknya yang terakhir, pada tahun 1983, dengan Perda No 6 tentang Perubahan ke enam Peraturan Pajak Anjing Kabupaten Purbalingga yang ditetapkan 24 Mei 1983. Perubahan juga terjadi hanya pada tarif pajaknya menyesuaikan perkembangan jaman, tersebut dalam Pasal 1 ayat (2) diubah sebagai berikut :
a. untuk tiap-tiap anjing seperti : Herder, Bulldog, Fox Terries, Hasenddwid, spaniel
dan lain sebagainya Rp. 3.000,00 setahun
b. untuk tiap-tiap anjing ras lainnya yang berstamboon (50%) Rp 1.500,00 setahun
c. untuk tiap-tiap anjing biasa Rp. ..000,00 setahun (tidak disebutkan)
Kala itu, Bupati Purbalingga dijabat oleh Drs. Soetarno dan Ketua DPRD Chaefoel Sarno.
Pajak Anjing Menghilang
Seiring berjalannya waktu, pajak anjing kemudian pelan-pelan menghilang. Sebuah penelitian dari Universitas Airlangga pada tahun 1981 menyebutkan pemerintah sudah mulai kesulitan dalam memantau dan menerapkan pajak anjing.
Pajak anjing masih bertahan sampai era 90an. Namun, penerapanya semakin sulit karena kekurangan petugas pajak yang mengawasi juga tingkat kepatuhan yang rendah. Pajak Anjing kemudian pelan-pelan menghilang dan berganti menjadi hanya sekedar himbauan, misal, himbauan untuk memberikan vaksin rabies untuk Sang Hewan peliharaan kesayangan itu.
Potensi Pajak Anjing
Sementara, di luar negeri Pajak Anjing (Dog Tax) masing lazim diberlakukan. Misalnya, di Kota Berlin, Jerman diterapkan Pajak Anjing (hundesteuer) dengan tarif untuk kepemilikan anjing pertama sebesar 120 atau Rp 204.000 ( Kurs Rp 17 ribu per Euro) per tahun dan kepemilikan berikutnya 180 (Rp 306.000) per tahun untuk setiap tambahan anjing.
Hal itu memberikan pemasukan negara yang cukup besar. Laman news.ddtc.co.id menyebutkan bahwa pada tahun 2020 setoran ke negara dari pajak anjing di Jerman sebesar 380,2 juta atau Rp 6,6 Triliun!! Wow, angka yang fantastis untuk pajak hewan kan?.
Mari kita tarik dan membuat ilustrasi jika Pajak Anjing diberlakukan lagi di negeri ini. Laman Kata Data, yang mengutip hasil riset Rakuten Global Insight, menyebut anjing sebagai hewan peliharaan ke 5 yang paling banyak diperlihara oleh masyarakat Indonesia setelah kucing, burung, ikan mas dan ikan hias. Tingkat kepemilikannya, yaitu, 10 persen.
Saya coba hitung yaa, 10 persen dari 250 juta penduduk Indonesia berarti 25 juta orang. Jika mereka punya anjing 1 ekor saja dengan tarif pajak Rp 100 ribu per tahun misalnya, maka, ada potensi pendapatan 25 juta x Rp 100 ribu = Rp 2,5 triliun. Ahaiii, lumayan kan?? Hehe...
Jadi, kalau Pajak Anjing diberlakukan kembali di Indonesia, barangkali bisa menjadi ide baru untuk Bu Sri Mulyani dan jajarannya dalam rangka memperluas sektor yang dikenakan pajak dan menambah penerimaan negara.Â
Sumber :
- Dokumen Peraturan Nomor 22 Tahun 1950 tentang Padjak Andjing Kabupaten Purbolinggo, Perda No 1 Tahun 1967 dan Perda No 6 Tahun 1983 tentang Pajak Anjing di Kabupaten Purbalingga
- Artikel KTP dan Pajak Anjing pada laman Historia di link berikut
- Artikel tentang Sumbangan Pajak Anjing di Jerman di link berikutÂ
- Artikel tentang kepemilikan hewan peliharaan pada laman Kata Data di link berikutÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H