Secara kuantitatif, Situs Limbasari yang menyambung ke Arjosari, paling lengkap temuannya dan juga paling luas. Oleh karena itu, patut diduga di tempat itulah pusat perbengkelannya.
Arjosari sendiri merupakan kampung baru yang mulai dihuni pada 1961, warganya berasal dari Dukuh Sabrang yang berpindah akibat bencana tanah longsor. Penamaan dukuh itu diambil dari nama depan lurah saat itu Kasandiharjo untuk frasa 'Arjo' dan 'Sari' dari akhiran Limbasari.
Pada tahun 1983 saja, lokasi situs sudah rusak karena penggunaan untuk pemukiman, jalan serta bangunan lainnya. Namun, tatal batu sisa perbengkelan masih mudah terlihat di pekarangan dan jalan desa.
Saat kami berkunjung, lokasi situs juga sudah tak ditemukan lagi. Ada papan penunjuk sebagai Cagar Budaya Situs Arjosari ada di dalam kompleks SD Negeri 1 Limbasari. Namun, bekas test pit sudah tidak ditemukan lagi. Berdasarkan keterangan warga, sudah menjadi bangunan SD juga pemukiman.
Limbasari Pusat Industri Purba
Simpulannya, bisa dikatakan Limbasari adalah 'Kawasan Industri Purba' yang menjadi pusat produksi perkakas di jaman batu pada ribuan tahun silam. Temuan arang dan kereweng, kata arkeolog, juga membuktikan bahwa tempat itu merupakan hunian peradaban purba. Kemudian, perkakas dan perhiasan batu 'made in' Limbasari patut diduga tak hanya untuk digunakan oleh warga setempat tetapi juga didistribusikan ke tempat lain.
Ah, desa itu memang keren. Ada legenda Putri Ayu Limbasari yang mengingatkan bahwa cantik seringkali membawa luka. Lalu, alamnya juga menawan dengan aliran Kali Patrawisa dan Tungtung Gunung yang mengelok indah serta dilindungi jajaran Gunung Tukung dan Plana yang gagah, plus sejarahnya yang kaya
Desa Limbasari saat ini juga sudah ditetapkan sebagai Desa Wisata. Potensi keindahan alamnya yang memikat, legendanya yang menarik, juga sejarahnya yang terentang sampai ke jaman Purbakala perlu dioptimalkan untuk mengembangkan Limbasari menjadi desa yang maju dan kece.
Ahai.. serr!
Salam Historia Perwira!