Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menguak Misteri Pilar-Pilar Batu Kekar di Talun Wringin

5 September 2023   22:31 Diperbarui: 11 September 2023   00:06 3770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku di Talun Wringin (Dok: Aam Riyanto)

Barisan pilar batu -  kokoh, panjang, besar dan kekar - menggurat dinding Bukit Talun Wringin, Alas Bojongsana, Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah. Kolom-kolom batu heksagonal itu seperti membentuk bangunan berpilar raksasa dari jaman purba. Tak heran, kekaguman bercampur penasaran, terpantik bagi sesiapa yang melihatnya.

Apakah pilar-pilar batu kekar itu? Fenomena geologis biasa atau peninggalan budaya? Struktur batu yang terbentuk alami ataukah sudah ada campur tangan manusia?

Kami pun penasaran. Apalagi belakangan viral, muncul di media sosial dengan berbagai macam analisis, mulai dari yang bilang bentukan alam dari peristiwa geologi, candi purba, piramida, bangunan peninggalan kerajaan, hasil karomah wali, bahkan sampai ada yang bilang gerbang menuju alam lain.

Oleh karena itu, pada Minggu (03/09/2023) kami pun sepakat menyambanginya. Ada penggemar sejarah, pecinta alam, pegiat wisata, content creator, relawan bersama warga setempat. Tujuannya, untuk mendokumentasikan secara lebih terstruktur sekaligus menguak 'Misteri Pilar-Pilar Batu Kekar Talun Wringin'.

Aku di Talun Wringin (Dok: Aam Riyanto)
Aku di Talun Wringin (Dok: Aam Riyanto)

Pertama-tama, saya meminta pendapat ahli dari Ketua Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Siswandi Kastari. Kang Sis, begitu kami menyapa, kerap melakukan penelitian di kawasan pegunungan utara Purbalingga itu yang kita sebut sebagai Kawasan Sisik Naga.

Ia juga ahli batu mulia dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) yang banyak meneliti tentang batu mulia di Bumi Perwira. Sebagai informasi, salah satu batu akik terkenal dari Purbalingga bernama Nagasui atau dalam dunia internasional disebut dengan Le Sang Du Christ atau Batu Darah Kristus.

Kang Sis menyatakan dengan yakin bahwa 'Pilar-Pilar Batu Kekar Talun Wringin' adalah batu bentukan proses geologi jutaan tahun silam yang disebut dengan Columnar Joint atau 'Kekar Kolom'. "Kolom-kolom batu itu terbentuk dari magma gunung berapi yang membeku. Magma yang akan keluar dari dapur magma terperangkap di tengah jalan dan membeku sebelum meleleh keluar menjadi lava," katanya.

Menurutnya, kawasan sisik naga banyak menyimpan bukti peristiwa geologi yang menarik, termasuk letusan gunung api purba itu. "Bentukan perbukitan yang membentuk sirip-sirip itu juga berasal dari kejadian itu, itu berasal dari lapisan-lapisan lava yang membeku," imbuhnya.

Fenomena columnar joint dengan ukuran yang masif tak banyak terjadi di dunia. Oleh karena itu, keberadaan Pilar-Pilar Batu Kekar di Talun Wringin itu cukup istimewa. "Ini kekayaan alam dan geologi yang luar biasa di Purbalingga, harus dikaji secara komprehensif, dijaga kelestariannya dan dikelola dengan baik," ujar Kang Sis.

Kalau saya coba berselancar di internet, ada beberapa kekar kolom nan dindah yang terkenal di dunia, seperti Giant Causeway di Irlandia, Fingla's Cave di Staffa -- Skotlandia, Cape Stolbchaty di Pulau Kuril -- Rusia, Devils Tower di Taman Nasional Crook County Wyoming USA, Jusangjeolli di Pulau Jeju -- Korea Selatan, Litlanesfos di Islandia.

Fingal's Caves (Dok: The Times UK)
Fingal's Caves (Dok: The Times UK)

Bangunan alam gigantik dan unik itu dijadikan wisata minat khusus, yaitu, wisata alam dan geologi, yang menarik banyak pengunjung dari berbagai belahan dunia.

By the way, Indonesia juga punya 'columnar jointing' yang sudah dikenal seperti Tanjung Meriam di Bima - Nusa Tenggara Barat, Situs Gunung Padang di Cianjur -- Jawa Barat atau Lemah Abang, Pekalongan -- Jawa Tengah. Barisan batu segede-gede gaban itu bahkan sudah dikelola menjadi destinasi wisata.

Candi Wurung di Ponjen (Dok Pribadi)
Candi Wurung di Ponjen (Dok Pribadi)

Ssst, kalau di Purbalingga, selain Talun Wringin juga ada lho, lokasinya di Dukuh Kepyar, Desa Ponjen, Karanganyar. Saya menyambanginya awal 2020 lalu. Hanya saja batu columnar joint yang ada di Ponjen sudah roboh berserakan, warga menyebutnya dengan Candi Wurung.

Columnar Joint dan Peradaban

Batu-batu kekar kolom itu ternyata juga lazim dijadikan bahan baku bangunan ritus religi dan kebudayaan atau bahkan strukturnya yang terbentuk alami itu dimanfaatkan sebagai bangunan itu sendiri. Menurut Kang Siswandi, peradaban paleolitikum, megalitikum, neolitikum yang masih menganut animisme-dinamisme sampai era Hindu-Buddha, bahkan ketika Islam masuk banyak yang memanfaatkan batu columnar joint yang terbentuk hampir simetris dan seragam itu untuk struktur bangunan ritual dan kebudayaan.

Peninggalan purba di Indonesia yang memanfaatkan batu columnar untuk membentuk struktur bangunan salah satunya adalah Situs Gunung Padang. Konon, bangunan mirip piramida itu sudah ada sejak manusia 3.500 tahun sebelum Masehi yang artinya satu era dengan piramida di Mesir.

Menurutnya, Situs Gunung padang itu terdiri dari batu columnar joint yang ditata sedemikian rupa. "Batunya tidak diolah hanya penataan-penataan kasar, tetapi luar biasa besar ukurannya," ujarnya. Selain itu, masyarakat purba juga membuat bangunan-bangunan untuk kepentingan ritual seperti, punden berundak, menhir, dolmen yang bahan bakunya berasal dari batuan kekar kolom yang memang sudah dibentuk rapi oleh alam.

"Jadi, itu hasil fenomena geologi dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. Material dan lokasi diawali dengan fenomena geologi kemudian pada perkembangannya dengan hanya ditata dan difungsikan menjadi tinggalan arkeologi," ujarnya.

Situs Gunung Padang (Dok: Tirto.Id)
Situs Gunung Padang (Dok: Tirto.Id)

Selain Gunung Padang, menurut MARI (Masyarakat Arkeologi Indonesia) -- lembaga yang rajin mengamati fase kebudayaan Tatar Sunda - menyebutkan sedikitnya 2 punden berundak di Gunung Tangkil yang berasal dari jaman megalitikum alias era batu besar memanfaatkan batu-batu columnar joint.

Tak jauh dari situs Gunung Tangkil, ada Punden Berundak Pangguyangan yang juga berstruktur batu columnar sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Pada lokasi itu juga ada menhir alias batu tegak dengan sebutan Tugu Gede juga dari batu columnar.

Purba di Purbalingga

Lalu, Bumi Purbalingga juga melimpah peninggalan dari jaman purba. Sejak 1981, arkeolog dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional dan Balai Penelitian Arkeologi Yogyakarta sudah mencurahkan perhatian ke Purbalingga. Penelitan arkeologi di wilayah sisi timur Gunung Slamet  itu menemukan 22 situs bengkel batu prasejarah, 21 punden berundak, 8 menhir, dan 42.000 peralatan batu berasal dari zaman megalitikum, neolitikum sampai proto sejarah.

Menhir di Desa Dagan, Purbalingga (Dok Pribadi)
Menhir di Desa Dagan, Purbalingga (Dok Pribadi)

Lokasinya ada di Limbasari, Palumbungan, Dagan, Brakas, Karangjambu, sampai ke Kertanegara, Karangmoncol dan Rembang yang masih satu rangkaian perbukitan 'Kawasan Sisik Naga'

Salah satu tokoh yang getol meneliti peninggalan purba di Purbalingga adalah Prof Harry Truman Simanjuntak, Arkeolog Indonesia yang banyak mengkhususkan kajian pada bidang arkeologi pra sejarah.

Menurut Prof Truman, sejumlah penemuan puluhan situs purbakala itu merupakan bukti jika Purbalingga dulunya merupakan wilayah hunian dari salah satu manusia purba ras Austronesia. Manusia era 'Flinstone' itu telah tinggal di Purbalingga sejak sekitar 3.500 an tahun yang lalu. Biasanya, wilayah yang ditinggali berada di perbukitan yang dekat dengan daerah aliran sungai.

Tidak hanya hunian, Prof Truman juga menduga, situs-situs tersebut merupakan bengkel industri purba. Sebab, selain produk-produk yang ditemukan seperti gelang, sisir batu, beliung dan gerabah purba lainnya juga ditemukan peralatan perbengkelan purba seperti batu asah, batu pukul, batu landasan dan lainnya. Hal itulah yang memperkuat dugaan bahwa situs-situs yang ditemukan merupakan bengkel industri purba. Perkakas yang diproduksi bukan hanya untuk kebutuhan sendiri namun sudah diniagakan ke luar daerah.

Salah satu situs purbakala yang cukup besar dan bahkan masuk dalam Buku Atlas Prasejarah Indonesia ada di Dukuh Tipar, Desa Ponjen, Kecamatan Karanganyar. Lokasi yang dikenal dengan Situs Tipar itu sejajar dengan situs purbakala terkenal lainya di Indonesia seperti Sangiran, Trinil dan Pati Ayam.

Dengan demikian, masyarakat sejak jaman purba di nusantara, termasuk Purbalingga sudah membangun peradaban yang cukup baik. Salah satu, bahan baku yang dimanfaatkan adalah batu-batu columnar, digunakan untuk ritual kebudayaan dari menhir, dolmen, punden berundak dan perkakas batu lainnya.

Bergerak ke era Hindu-Budha, batu-batu columnar juga terus dimanfaatkan. Ada Yupa, batu bertulis tempat menambatkan persembahan sapi peninggalan kerajaan Kutai, Kalimantan Timur. Prasasti batu tulis di Kota Bogor, Jawa Barat, penanda kejayaan Kerajaan Pajajaran juga menggunakan batu columnar. Pada masa kerajaan Majapahit juga ada pemanfaatan batu kekar kolom lewat tinggalan batu penambat gajah yang disebut 'cangcangan gajah' di Trowulan, Jawa Timur.

Lalu, bagaimana dengan Misteri Pilar-Pilar Batu Kekar di Talun Wringin?

Talun Wringin (Dok : Aam Riyanto)
Talun Wringin (Dok : Aam Riyanto)

Jika berdasarkan pada keterangan Kang Sis, jelas itu adalah columnar joint. Namun, tak menutup kemungkinan batu kekar kolom dari Talun Wringin yang disebut warga dengan 'Watu Entep' itu ada yang telah dimanfatkan untuk keperluan bangunan ritual dan kebudayaan. Sebab, Desa Panusupan banyak sekali peninggalan kebudayaan, seperti banyak batu yang diduga dimanfaatkan sebagai menhir lalu artefak batu dari era hindu seperti temuan lingga, yoni, arca dan struktur candi.

Selain itu, di ada salah satu dukuh di Panusupan yang dinamakan Dukuh Candi. Kemudian, Panusupan juga lekat dengan babad sejarah Perdikan Cahyana. Alas Bojongsana yang menjadi lokasi bukit Talun Wringin menjadi jalur yang dilewati Pangeran Pajajaran pendiri Tanah Perdikan Cahyana, Raden Mundingwangi yang kemudian bergelar Syech Jambu Karang. Pada puncak Talun Wringin yang disebut dengan Igir Wringin ada lokasi yang disebut dengan mushola atau langgar. Arah kiblatnya coba diukur oleh Yoyo dari PPA Gasda dengan kompas, pas, sesuai.

Lalu, tak jauh dari Igir Wringin ada Ardi Lawet yang menurut Babad Cahyana adalah tempat berkhalwat Syech Jambu Karang. Bukit sebelahnya lagi ada Gunung Kraton yang diceritakan merupakan tempat penobatan Sang Syech.

Jadi, kesimpulannya, kekar kolom berbentuk pilar atau tiang di Talun Wringin adalah fenomena geologi istimewa yang ada di Bumi Perwira. Kemudian, temuan-temuan artefak yang ditemukan disekitarnya membuktikan bahwa peradaban manusia telah ada di sekitar Talun Wringin sejak ribuan tahun silam. Sangat terbuka kemungkinan batu-batu kekar kolom itu dimanfaatkan untuk bangunan keperluan ritual dan budaya.

Tindak Lanjut

Pemandangan dari Puncak Igir Wringin (Dok: Aam Riyanto)
Pemandangan dari Puncak Igir Wringin (Dok: Aam Riyanto)

Pada kesempatan jelajah dan anjangsana kemarin, kami menyampaikan ke pegiat desa setempat agar kekayaan alam dan budaya itu dimanfaatkan dengan baik mendasarkan pada pelestarian dan kajian ilmiah yang lengkap. Untuk saat ini, pemerintah desa seharusnya punya sumber daya dan sumber dana yang cukup untuk bergerak ke arah itu. Langkah pertama bisa berkoordinasi dengan instansi yang menangani cagar budaya (BPCB) dan geologi untuk mengkaji lebih komprehensif.

Panusupan banyak sekali memiliki pesona alam yang menawan. Selain Talun dan Igir Wringin ada Bukit Sendaren, berbagai macam curug salah satunya Pingit Kembar, Susur Sungai Watu Mujur yang saya sebut sebagai 'Black Canyon'. Lalu, cagar budaya yang banyak dikunjungi peziarah ada petilasan Syech Jambu Karang di Ardi Lawet.

Seni budaya, di Panusupan ada Lengger Lanang yang langka, ada juga Dayakan, Manongan dan Rodat serta Kothekan Lesung. Kulinernya ada yang unik, Kripik Daun Keji, ada juga aneka kudapan tradisional.

Jika semua kekayaan itu, baik alam, geologi, budaya, dikemas menjadi sebuah paket wisata minat khusus, saya yakin akan sangat menarik.

Kang Isro, Kang Tursan, Kang Turid, Kang Yanto, Mbak Leni dan rekan-rekan pegiat Desa Wisata Panusupan, ayo semangat!. Sinergi, Kolaborasi, Aksi. Semoga jargon "Panusupan : Satu Desa, Sejuta Pesona" bisa diejawantahkan untuk pengungkit kesejahteraan masyarakat.

Salam Lestari

Salam Historia Perwira

Salam Purbalingga Memikat

Ahai... serrr..

Puncak Igir Wringin (Dok: Aam Riyanto)
Puncak Igir Wringin (Dok: Aam Riyanto)

Tim Jelajah Talun Wringin 03 September 2023 : Igoendoesia, Hijrah Ajie, Rully Alfarez, Tryan Bandol, Teguh Pratomo, Teguh RK, Yoyo, Juan, Bagoes JR, Arif Adi, Aam Riyanto, Uus Ergian TV, Bocil Gaga. Thanks To : Kang Isro, Kang Tursan, Kang Turid, Kang Yanto, Mbak Leni, Mbah Waryono dan lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun