Di era ini istilah single origin mulai muncul. Asal mula kopi adalah salah satu faktor paling penting di era "Gelombang Ketiga" sekaligus menandai bahwa industri kopi telah berubah.
Budaya minum kopi saat ini sudah mewabah. Peminum kopi pun sudah mulai peduli darimana asal kopi, bagaimana kopi diproses sampai bagaimana cara menyeduh kopi yang mereka nikmati. Kedai, cafe, warung yang menyajikan kopi dengan cara generasi ketiga tumbuh dan berkembang dimana-mana.
Pada sektor hulu, petani di desa-desa mulai peduli proses budidaya dan pasca panen yang baik. Kemudian, pengolahan kopi pun mulai tumbuh sehingga petani tidak hanya menjual biji kopi basah tetapi sudah diolah menjadi green bean, roast bean bahkan kopi bubuk. Pada sektor hilir, cafe-kedai-warung kopi juga tumbuh pesat. Mereka kini tak menyajikan kopi sachet tetapi kopi lokal Purbalingga dengan berbagai teknik penyajian.Â
Sayangnya, perkembangan kopi dari hulu ke hilir di Purbalingga masih relatif tertinggal dibandingkan daerah lain. Padahal jika berkaca pada sejarah, Purbalingga memiliki rekam jejak sebagai sentra kopi berkualitas.
Untuk itu perlu upaya semua stakeholder, mulai dari pelaku usaha kopi dari hulu ke hilir, swasta, pemerintah dan pihak lainnya untuk bergandengan tangan dan berjuang bersama untuk mengembalikan kejayaan Kopi Purbalingga.
Semoga hal itu bisa tercapai sehingga nantinya tidak hanya di cafe namun di warung dan dapur-dapur masyarakat Purbalingga yang dijual atau disajikan adalah kopi lokal Purbalingga. Kopi Purbalingga harus menjadi tuan di rumahnya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H