"Hmmh, saya tahu banyak yang menyatakan bahwa muslim adalah teroris. Saya tidak setuju akan hal itu. Itu pendapat orang rasis dan orang rasis dimana-mana ada. Ini harus dilawan. Kamu tahu Trump kan? Presiden Amerika itu juga sangat rasis, sangat buruk bagi kemanusian. Pernyataan dia terbaru tentang Afrika (Pernyataan Trump soal orang afrika keluar dari lubang anus), itu sangat sangat buruk.."
"Ya, ya, saya sependapat denganmu. Ngomong-omong, apa agamamu?"
"Ibu dan bapak saya Kristen, tapi jujur saya sudah tidak pernah ke gereja.. hehe. Tapi itu tidak masalah, orang tua saya membebaskan apa yang menjadi kepercayaan saya. Ngomongin keyakinan hal yang susah ya, yang jelas saya percaya Tuhan tetapi tidak terlalu fanatik beragama. Saya percaya semua agama baik, fanatisme yang membuat jadi buruk"
"Bisa saya sebut kamu agnostik?"
"Ya, boleh dibilang begitu. Bagaimana dengan kamu?"
"Ya, saya muslim dan saya menghargai keyakinan orang lain yang berbeda. Saya suka kutipan dalam sebuah novel yang menceritakan persahabatan antara orang Afganistan dan Amerika. Waktu mereka berpisah Si Afgan yang muslim bilang ke Si Amerika yang kristen : Semoga nanti kita bisa bertemu di Surga, meskipun kamarnya nanti berbeda"
"Kutipan yang bagus. Ngomong-omong dingin juga ya," ujarnya kemudian naik ke atas kursi dan mengambil scaf tebal di carriernya untuk menyelimuti bagian atas tubuhnya yang hanya mengenakan baju krem tipis melapisi tank top hitamnya.
Hmm, AC kereta eksekutif memang terlalu dingin."Bukanya kamu terbiasa dengan dingin?"
"Iya, tetapi rasanya dingin juga sekarang. Di Jerman sekarang sedang musim dingin juga"
("tapi obrolan kita hangat kan?," ujarku dalam hati). "Ngomong-ngomong apa yang menarik di Jerman?"
"Hmm, apa ya, tergantung apa yang kamu suka?. Negeriku banyak bangunan bersejarah. Ada juga gunung. Kalau pantai tidak banyak karena kami di tengah benua eropa. Ada pantai juga sangat dingin meskipun di musim panas, tidak asik buat berenang apalagi berselancar," katanya sambil menunjukan foto pantai.