Menurutnya, setelah terungkap, mitos maupun fakta nantinya, mereka dan kawasan hutan yang menjadi hunianya harus dilindungi dengan baik. Sementara saat ini, status kawasan yang diduga menjadi hunian mereka masih berupa hutan produksi di bawah Perum Perhutani yang sewaktu-waktu bisa berubah.
Lebih lanjut, kawasan hutan di zona serayu utara itu juga menjadi sedikit kawasan hutan alami yang masih tersisa di Purbalingga. Kawasan hutan tersebut menjadi habitat bagi Owa Jawa, Elang Jawa, Rangkong, Macan Kumbang serta diduga masih ada Harimau Jawa yang merupakan spesies langka dilindungi. "Ada atau tidak ada Wong Alas, kawasan tersebut tetap harus dilindungi. Jika perlu ditetapkan menjadi kawasan konservasi dengan peraturan yang lebih kuat," ujar pria yang juga berprofesi sebagai jurnalis tersebut.
Taufik Katamso juga menekankan untuk melakukan pendekatan kearifan lokal jika nantinya terbuka peluang interaksi dengan mereka. "Jangan dipaksakan mereka harus memenuhi standar kita. Biarkan mereka hidup dengan kearifan lokalnya dan hidup harmonis dengan alam," katanya.
Untuk itu, memang perlu untuk mengetahui keberadaan mereka karena ancaman perubahan kawasan hutan sudah mulai terasa. Penebangan kayu dan fragmentasi hutan menjadi pemukiman, persawahan semakin nyata. Pemerintah desa dan pemerintah daerah setempat juga sudah mulai melirik untuk menjadi kawasan eko wisata. "Ini perlu diantisipasi agar kawasan hutan ini tetap lestari," katanya.
Harapannya setelah semua terungkap adalah bisa dicapai kesepakatan bersama untuk menjaga kelestarian alam juga harmoni dengan semua mahluk yang menghuninya di dalamnya. Seperti disampaikan oleh Suku Pijajaran bahwa mereka ada sebagai penjaga. Salah satunya, tentu saja adalah penjaga kelestarian alam dan keseimbangan di dalamnya.
Salam Lestari
Lestari Hutanku, Lestari Alamku, Lestari Indonesiaku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H