Salah satu yang masuk dalam daftar deretan tempat yang wajib dikunjungi sebelum mati versi Igoendonesia adalah Papua. Ya, Tanah Papua, pulau di ujung timur Indonesia itu. Keindahan alamnya sungguh menarik, budayanya unik, tradisinya atraktif dan kulinernya asik, sebuah padu padan yang lengkap. Sebab keindahanya yang warbiyasah, sampai-sampai Bung Franky Sahilatua menjuluki Papua sebagai ’Surga Kecil yang Jatuh ke Bumi’.
Namun, sayang, seribu sayang, sampai saat ini aku hanya bisa menikmati surga kecil itu dalam tayangan cerita perjalanan di televisi atau hasil berselancar di dunia maya. Semakin sering ditonton tambah bikin mupeng dan semakin aku ingin menginjakan kaki di tanah yang oleh Frans Kaisepo, pahlawan asal Papua yang baru-baru ini ditampilkan di uang baru itu lho, lebih suka disebut dengan Irian itu.
”Kalau mau kesana nabung dong bro?!”
Sudah nyong, sudah tapi belum cukup. Anggaran buat travelling makin sedikit seiring kebutuhan yang menghimpit.. hehe. Jangankan nabung, adu keberuntungan dengan ikut undian atau lomba yang ada embel-embel ’Jalan-jalan ke Papua’ sudah sering aku ikutin. Sayang, Dewi Fortuna belum melirik nih.. hehe. Ah, moga saja ada yang kasihan terus mau biayain aku jalan-jalan ke Papua... hehe.
Kembali lagi ke bagian yang serius. Jadi, banyak orang yang mau jalan-jalan atau menikmati keindahan bak nirwana di Papua seperti diriku ini, namun apa daya, ada berbagai kendala yang menghalanginya.
Pertama dan yang paling utama adalah MAHAL. Yap, mau ke Papua memang akomodasinya mahal. Penyebabnya, tiket pesawat mahal, bisa berlipat-lipat harga tiket pesawat ke Yogya atau Bali, bahkan warga Indonesia bisa jalan-jalan lebih murah ke Phuket di Thailand, Saigon di Vietnam, Angkor Wat di Kamboja, Singapura, atau Malaysia. Bukannya pamer ya, aku sudah pernah ke kota yang kusebutkan tadi, tentunya ala backpakcer. Lah, kalau ke Papua, mana ada tiket pesawat promo.
Kemudian, jarang ada penginapan terjangkau. Coba cek saja di situs-situs penyedia jasa layanan booking hotel online, ongkos menginap di sana nggak ada yang mursida bow, halmahera semua. Berikutnya, nggak ada makan murah dipinggir jalan. Denger-denger mau makan mi instan rebus saja bisa sampai merogoh kocek puluhan ribu rupiah, lah apalagi makan di restoran. Lalu transportasi juga mahal. Ya iya lah, bensin disana harganya bisa berkali-kali lipat di Jawa. Jadi, sewaan motor, mobil atau perahu ya pasti mahal juga.
Jadi, buat kaum pas-pasan seperti aku ini yang nyisihin anggaran buat traveling harus bersaing dengan berbagai macam cicilan dan kebutuhan, ongkos ke Papua masih jauh dari jangkauan.
Dengan demikian, agar supaya keindahan Papua tak hanya dinikmati wisatawan mancanegara atau orang kantong tebal saja, tolong Pak Jokowi, buat ongkos ke Papua bisa terjangkau. Bantulah kami yang pas-pasan tapi tetap pengen jalan-jalan kesana ini. Sudah bagus, harga bensin di Papua katanya sekarang sudah sama dengan di Jawa. Lanjut lagi, infrastruktur harus dibenahi, jalan, jembatan, bandara, pelabuhan harus bagus. Kalau transportasi sudah mudah dan murah, biaya yang lain juga pasti akan lebih rendah. Jadikan pariwisata sebagai pintu masuk untuk melakukan berbagai pembangunan di Papua.
Kemudian, Papua itu alamnya, budayanya, tradisinya dan keunikanya yang menjadi daya tarik, kembangkanlah itu. Berikan insentif, bantuan, kemudahan, dukungan kebijakan bagi masyarakat untuk mengembangkan potensi wisatanya. Ndak usah neko-neko bikin wisata macem-macem, sudah, ekowisata saja kalau di Papua. Alam yang lestari, budaya dan tradisi yang terjaga dengan baik plus keramahan khas Papua saja sudah jaminan untuk menarik berjuta wisatawan kesana. Aku yakin, masa depan Papua adalah sektor pariwisata, lebih tepatnya ekowisata.
Selanjutnya, selain mahal, persoalan untuk pengembangan pariwisata di Papua adalah keamanan. Banyak orang jadi enggan ke Papua karena ngeri ada gangguan keamanan di sana. Ini juga pekerjaan rumah berikutnya bagi pemerintah, bagaimana gerakan separatis atau gangguan keamanan di Papua bisa diredam dengan baik. Sebab, kalau mau pariwisata maju, rasa aman dan nyaman harus diutamakan. Bagaimana mau traveling asik kalau was-was kena peluru atau anak panah nyasar.
Jadi, sudah saatnya Papua mendapatkan perhatian lebih. Kekayaan alam yang dikeruk dari perut bumi mereka sudah selayaknya dikembalikan untuk pembangunan di Papua sehihngga mereka tidak merasa dianak tirikan. Pengembangan ekowisata yang serius juga bisa menjadi solusi untuk meredam gerakan separatisme. Dengan kunjungan wisatawan dari berbagai belahan bumi nusantara ke Papua akan terjadi interaksi dan persaudaraan dari berbagai etnis yang bertemu saat travelling. Jadi, membuka akses wisata ke Papua juga sekaligus membuka pintu silaturahmi sehingga perasaan sebagai sebangsa dan setanah air makin terpupuk.
Kesimpulanya, sekarang ini sudah saatnya membuka masa depan Papua dengan Pariwisata. Pariwisata sebagai solusi berbagai persoalan di Papua. Pariwisata sebagi menjadi pintu masuk pembangunan yang lebih berkeadilan di Papua. Pariwisata sebagai alat menjaga alam, budaya dan tradisi masyarakat Papua. Pariwisata sebagai pemersatu bangsa.
Terakhir, semoga aku bisa segera jalan-jalan ke Papua. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H